La Samba Primadona (Repost) |...

By IndahHanaco

391K 53.9K 2.9K

Ranking : #1 dari 15,1K Chicklit (12-13 Okt 2020) Catatan : ini adalah kisah nyata, ditulis dengan izin si p... More

Saujana Cinta [1]
Saujana Cinta [2]
Saujana Cinta [3]
Black Angel [2]
Les Masques [1]
Les Masques [2]
Les Masques [3]
The Curse of Beauty [1]
The Curse of Beauty [2]
The Curse of Beauty [3]
Fixing a Broken Heart [1]
Fixing a Broken Heart [2]
Run to You [1]
Run to You [2]
Run to You [3]
Everything for You [1]
Everything for You (2)
Everything for You (3)
Beautiful Temptation [1]
Beautiful Temptation [2]
Out of The Blue [1]
Out of The Blue [2]
Rainbow of You [1]
Rainbow of You [2]
Rainbow of You [3]
Cinta Sehangat Pagi [1]
Cinta Sehangat Pagi [2]
Cinta Sehangat Pagi [3]
Cinta Sehangat Pagi [4]
My Better Half [1]
My Better Half [2]
My Better Half [3]
My Better Half [4]
Cinta Tanpa Jeda [1]
Cinta Tanpa Jeda [2]
Cinta Tanpa Jeda [3]
Cinta Empat Sisi [1]
Cinta Empat Sisi [2]
Cinta Empat Sisi [3]
Cinta Empat Sisi [4]
Love Me Again [1]
Love Me Again [2]
Love Me Again [3]
Crazy Little Thing Called Love [1]
Crazy Little Thing Called Love [2]
Crazy Little Thing Called Love [3]
Crazy Little Thing Called Love [4]
Perfect Romance [1]

Black Angel [1]

9.2K 1.3K 77
By IndahHanaco

Aku pulang dari Puncak dengan hati dan wajah yang sama kusutnya. Ini bukan kali pertama Krishna memberi sinyal untuk melakukan sesuatu yang terlarang. Dia sudah berkali-kali mengirim tanda-tanda ke arah sana, tapi selalu kuabaikan. Kukira, Krishna hanya bergurau saja atau aku yang keliru memaknai maksudnya.

Aku meremas tanganku sendiri dengan kasar. Selama ini, atas nama cinta, aku mengabaikannya. Aku berusaha melupakan isyarat Krishna untuk tak sekadar berpacaran, tapi mengombinasikannya dengan hubungan fisik yang dilaknat Tuhan.

"Lea, jangan marah, dong! Sejak tadi kamu diam aja, bikin aku jadi serbasalah." Krishna memegang tanganku yang saling bertaut di pangkuan. Dengan perlahan aku melepaskan genggamannya. Memalingkan wajah ke arah jalanan. Hatiku begitu sakit. Dia takkan berani mencelakaiku jika memang benar-benar cinta padaku, kan?

"Leala...."

"Udah deh, kamu konsen nyetir aja! Nggak usah bolak-balik manggil namaku!" tukasku tajam sambil menantang matanya.

"Lea, kamu benar-benar marah?" Nada suaranya datar. Tidak ada empati, simpati, atau rasa berdosa.

Aku ingin tertawa histeris. Pacarku tidak merasa bersalah untuk apa yang dilakukannya tadi. Tidak merasa perlu meminta maaf untuk kelancangannya. Dan kini malah tampak heran menghadapi kemarahanku. Ya Tuhan!

"Lea..." panggil Krishna lagi. Aku tidak berkenan menyahut. Jika memungkinkan, aku lebih suka dia tidak memanggil namaku selamanya.

Hujan rintik-rintik mulai turun. Mobil yang dikendarai Krishna sudah tiba di Bogor. Hari belum terlalu malam, baru pukul delapan lebih. Macet di mana-mana, suatu hal yang lazim di malam Minggu.

"Kita minum kopi dulu, ya?" Cowok itu menawarkan sesuatu yang tidak pernah kutolak selama jalinan kasih di antara kami terbentang meski aku bukan penggemar kopi.

"Nggak perlu. Aku sudah kenyang banget, bahkan nyaris muntah," sindirku tajam. "Aku mau pulang," tandasku.

Krishna tidak bicara apa-apa lagi. Tampaknya dia pun mulai kesal menghadapiku. Kami membisu sepanjang sisa perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar sepuluh menit. Cowok ini sangat menawan, apalagi jika tersenyum. Lesung pipitnya adalah magnet luar biasa yang sangat sakti. Namun ternyata ada kebusukan di bawah kulitnya.

Aku bukanlah orang yang sok moralis. Atau sok alim. Aku mengabaikan jika orang di sekelilingku melakukan hal-hal yang dilarang agama dan dikekang oleh norma. Namun aku membuat pengecualian untuk diriku. Aku tidak ingin melakukan hal-hal bodoh yang akan kusesali kelak. Aku berusaha menjauh dari dosa-dosa yang mestinya bisa dihindari.

Seks pranikah adalah termasuk salah satunya. Krishna belum tentu menjadi suamiku kelak. Aku tidak mau menyerahkan sesuatu yang semestinya menjadi hak tak terbantahkan dari pasangan hidupku.

"Makasih untuk segalanya, Krish. Mulai sekarang, kita putus."

Itu kalimat terakhirku sebelum membanting pintu mobil. Aku tidak pernah membayangkan akan mengucapkan kalimat itu di depan Krishna dengan hati ringan. Tanpa rasa sakit atau penyesalan. Entah ke mana terbangnya perasaan cinta yang kuyakin bergelora untuknya selama ini.

Krishna menyusul dan berusaha menggoyahkan keputusanku. Entah kenapa, aku kehilangan semua respek dan perasaan istimewaku dalam satu waktu. Aku menghadap ke arah cowok itu, menatap matanya dengan tegas. "Kamu nggak akan bisa mengubah keputusanku. Kalau kamu mau membujukku dengan kata-kata manis, percuma aja. Pulanglah!"

"Tapi, kenapa? Apa cuma karena aku ngajak kamu nyewa vila?"

Aku terbeliak. "Cuma katamu? Ya Tuhan! Pulanglah, Krish! Sebelum aku makin kecewa dan kamu tambah marah."

Krishna membuka mulutnya, ingin mengatakan sesuatu. Namun aku buru-buru mengangkat tanganku ke udara, mencegahnya berkata-kata. "Udahlah... aku capek banget. Aku mau buru-buru tidur." Aku membalikkan tubuh tanpa bicara. Aku tidak berhasrat mendengar pembelaan diri ala Krishna.

Bagi Leala Hillyawan, aku dan Krishna sudah selesai. Sudah tamat. Fin. The End.

***

Sebenarnya, tanda-tanda tak sehat sudah dimulai sejak usia pacaran kami baru tujuh minggu. Waktu itu, Krishna mengajakku ke Cipanas. Tidak ada tujuan khusus, hanya ingin menghabiskan waktu berdua. Pacarku tiba-tiba bertanya, "Lea, apa pendapatmu soal tidur bareng sebelum nikah?"

Kalimat itu membuat bokongku seakan disundut rokok. "Kenapa kamu tanya itu?"

"Cuma pengin tahu doang. Soalnya, sekarang banyak pasangan yang kayak gitu, kan? Beberapa temanku juga ada yang kayak gitu."

"Aku sih nggak setuju. Bobo bareng sebelum nikah itu ngerugiin, terutama untuk cewek. Lagian, kita tetap aja orang timur. Budaya kayak gitu nggak cocok buat kita. Bukannya aku sok alim lho ya."

"Hmm, iya sih."

"Kalau kamu? Setuju ya, hidup bebas kayak gitu?" aku balik bertanya dengan perasaan terganggu yang mencubit dadaku.

Krishna berpikir sesaat sebelum merespons. "Setuju nggak setuju sih, Lea. Kalau memang sama orang yang kucinta, sama-sama oke, kenapa nggak?"

Aku tercekat, tak mengira akan mendengar jawaban seperti itu. Tangan kananku menggosok leher dengan perasaan tak nyaman. "Kamu nggak akan ngajak aku melakukan hal-hal kayak gitu, kan?" tanyaku menginginkan kepastian.

Krishna tertawa pelan sambil menjangkau tangan kananku yang berada di atas pangkuan, mengelusnya dengan lembut. "Aku cinta sama kamu, nggak akan pernah maksa kamu kalau memang tak suka."

Nyatanya, Krishna berdusta. Dalam banyak kesempatan setelah itu, dia memberi isyarat yang selalu kuabaikan. Tentang "bikin hubungan kita hingga nggak berjarak lagi, toh kamu dan aku saling cinta". Atau "pengin nunjukin gimana caranya aku mencintai kamu, bikin kamu bahagia sampai nggak bisa lupa". Atau "ngebuktiin kalau cinta kita memang benar-benar kuat, nggak akan mudah goyah begitu aja".

Semuanya bermuara pada satu hal : melakukan hubungan seksual.

Aku membanting tubuh di kasur. Pikiranku kacau. Krishna tidak seperti bayanganku. Atas nama cinta, meminta sesuatu yang bukan haknya. Namun, aku juga punya kesalahan fatal. Selama ini menutup mata dan telinga, berpura-pura jika Krishna cuma bercanda.

Aku mencintai Krishna begitu besar. Namun aku juga mencintai diriku dengan kadar yang lebih besar lagi. Aku tahu kerugian macam apa yang akan kutanggung jika menuruti keinginannya. Aku merasakan bagaimana tubuhku bereaksi terhadap sentuhan dan pelukannya. Gadis seusiaku sedang dipenuhi hormon yang bisa membutakan jika tidak berhati-hati, kan?

Aku manusia biasa, mustahil tidak tergelitik oleh godaan. Aku punya cinta yang sangat besar, tidak mungkin mengabaikan orang yang kucintai. Aku juga sangat menyadari, cinta dibangun oleh kasih sayang, gairah, dan hasrat.

Namun semua itu tidak seharusnya membuat para pencinta melakukan hal-hal terlarang. Harga diri seorang perempuan ada di sana, pada bagaimana caranya menjaga diri. Dan aku tidak berkenan memberikannya pada orang lain, apa pun alasannya. Cinta saja menurutku tidak cukup.

Aku memainkan ponsel. Apa yang akan kulakukan sekarang? Jika menurutkan kata hati, aku sangat ingin menelepon Kimi. Namun aku segera ingat, sahabatku sedang bekerja. Bulan ini Kimi mendapat jatah shift malam. Aku menghela napas berkali-kali. Berusaha luar biasa keras untuk mengatur ritme jantungku agar kembali normal.

"Kamu sekarang punya pacar?" tanya Mama saat aku memberi tahu soal hubunganku dengan Krishna. Ya, aku terbiasa terbuka dengan mamaku untuk segala hal.

"Iya, Ma. Seniorku di kampus. Izin untuk pacaran sudah keluar, kan? Umurku kan udah lebih dari cukup."

Mama menepuk pipiku. "Mama kan nggak melarang. Tapi ingat lho ya, pacarannya jangan berlebihan. Fokus utama anak seumuranmu itu cuma satu, kuliah. Pacaran itu kayak penyemangat aja."

"Aku tahu, Ma. Nggak usah cemas, deh! Aku bisa jaga diri." Kukedipkan mata kananku.

"Oke, Mama percaya sama kamu, Lea."

"Pokoknya, pacarku cowok yang oke, Ma. Punya banyak nilai plus," pujiku kala itu.

Nyatanya, cowok yang pernah kupuji setinggi bintang itu, mengecewakan. Namun aku tidak akan menangisi cinta yang kandas ini. Ciuman masih bisa kutolerir. Dekapan sayang dan belaian kasih pun masih masuk akal. Namun, lain halnya dengan ML. Siapa dia sehingga meminta hal yang paling indah dalam hidup seorang perempuan? Kedudukan Krishna sebagai kekasih tidak lantas memberinya keistimewaan untuk berbuat sejauh itu.

Semalaman aku tidak bisa memejamkan mata. Kadang ada penyesalan yang menyelusup di dalam dadaku. Sehingga melahirkan berjuta kata "mengapa" yang tidak kutahu maknanya.

Esoknya, Krishna menelepon dan berusaha membuatku berubah pikiran. Ada beberapa kalimatnya yang membuatku sontak naik darah.

"Lea, kamu nggak perlu bereaksi berlebihan sampai mutusin hubungan kita segala. Kalau kamu memang nggak mau, aku nggak akan maksa. Kamu kan tinggal bilang. Nggak perlu marah sampai ambil keputusan sepihak kayak gini. Itu cuma masalah sepele, nggak perlu bikin kita sampai berantem."

Darahku berubah menjadi magma yang menggelegak seketika.

"Masalah sepele?" Aku kesulitan bernapas. "Baiklah kalau gitu. Berarti di sini aku yang bermasalah. Aku yang kuno dan kolot. Aku yang bodoh dan nggak bisa paham sama maunya kamu."

Aku mendengar suara mendesah di ujung telepon. "Kamu tahu bukan kayak gitu maksudku! Leala, jangan munafik, deh! Aku tau, kamu juga pengin. Tapi mungkin kamu agak jual mahal. Supaya aku lebih berusaha untuk dapetin kamu. Aku nggak keberatan."

Aku tergelak pahit. Kalimat Krishna barusan agak berbeda dengan kata-kata penuh pengertian yang diucapkan cowok itu sebelumnya. Tampaknya, entah sengaja atau tidak, Krishna baru saja membuka topengnya.

"Krish, hari ini aku jadi tahu siapa kamu yang sesungguhnya. Ternyata aku salah menilai. Paling keren mungkin iya, tapi kamu udah pasti bukan cowok paling hebat. Makanya aku makin mantap untuk putus. Makasih untuk segalanya. Kita bukan pasangan yang cocok."

Aku lalu menutup telepon dan mematikan ponselku tanpa penyesalan setitik pun.

Lagu : Kala Sang Surya Tenggelam ( Chrisye)

Continue Reading

You'll Also Like

493K 26.4K 33
WARNING : Aturan pertama dalam jatuh cinta adalah cintai dirimu sendiri terlebih dahulu. Sudahkah kamu melakukannya? 💃Ingat Ya, Ini cerita FIKSI yg...
23.8K 784 3
Ryon butuh kepastian, sedangkan Kikan masih butuh waktu. Keduanya betah berkecimpung dalam zona penuh kebungkaman atas hati masing-masing. Ryon mulai...
362K 5.7K 6
[Private - hanya dapat dibaca oleh followers] Axela Devaza, gadis penuh rahasia yang kembali datang dengan wujud dan pribadi yang berbeda untuk seb...
622K 7.3K 28
Warning konten 21+ yang masih dibawah umur menjauh. Sebuah short story yang menceritakan gairah panas antara seorang magang dan seorang wakil rakyat...