Why Don't We? [alternative ve...

By protagonistark

2.5K 128 170

Devonna Lawrance, perempuan cerdas yang sangat-sangat malas untuk bersekolah, dipaksa ayahnya untuk memasuki... More

Halo semua kembali lagi
Babak Satu: Devonna Irvine Lawrance dan Kemalangannya
Babak Dua: Nama dia Joey Alexander
Babak Dua: Devonna dan Joey
Babak Dua: Pekerjaan Pertama
Babak Dua: Hampir saja
Babak Dua: Kau Berhak Dicintai
Babak Dua: Rasa Sakit
Babak Dua: Lagi
Babak Dua: Dua Dunia Berbeda
Babak Dua: Sakit
Babak Dua: Pintu masuk ke masa lalu
Babak Dua: Tak Terduga
Babak Dua: Amarah
Babak Dua: Sebuah Permintaan
Babak Dua: Freedy dan permohonannya
Babak Dua: Langkah mundur yang berarti banyak
Babak Dua: Kamping
Babak Dua: Joey Alexander dan Devonna Lawrance
Babak Dua: Permintaan Maaf
Babak Dua: Prasangka
Babak Dua: Perasaan
Babak Dua: Perlombaan.
Babak Dua: Semua orang takut akan hal yang tak mereka tahu.
Babak Dua: Sebuah undangan
Babak Dua: Jamuan Makan Malam
Babak Dua: Mimpi buruk yang menyelinap kembali
Babak Dua: Perjanjian
Babak Dua: Menjauh untuk mendekatkan suatu hal
Babak Dua: Montana
Babak Dua: Put A Little Love On Devonna. (1)
Babak Dua: Put A Little Love On Devonna (2)
Babak Dua: Kembali
Babak Dua: Khawatir
Babak Dua: Tak terduga
Babak Dua: Apa yang kau lihat?
Babak Dua: Guardian Shoes
Babak Dua: Keluarga baru
Babak Dua: Bond
Babak Dua: Bertambah
Babak Dua: Sebuah rencana
Babak Dua: Bantuan
Babak Dua: Untuk terakhir kalinya
Babak Dua: Rahasia yang terkuak
Babak Dua: Sebuah Kunjungan
Babak Dua: Kabar di tengah malam
Babak Dua: Pada akhirnya
Babak Tiga: For better, {not} for worse

Babak Dua: Motel

34 3 2
By protagonistark

Joey dan Devonna turun dari dalam taksi. Joey berdiri sambil melihat sebuah motel di depannya. Devonna kembali menghampiri Joey setelah dia mebayar tarif taksi mereka dari bandara ke motel ini.

"Apa ayahmu belum membalas satupun pesan yang kau kirimkan?" tanya Joey dengan nada penasaran.

"Dia bahkan tak menjawab teleponku. Aku pikir dia sepertinya sibuk untuk hari ini. Aku sebetulnya bisa memikirkan kemungkinan lain yang lebih negatif, seperti ponselnya terjatuh entah di mana atau dia kemalingan, tapi itu hanya aku dan pikiran liarku saja." Jelas Devonna. "Tapi firasatku yang paling kuat adalah asumsiku tentang dia sibuk."

Joey mendesah, "Jika kau memang berpikir seperti itu, lebih baik kita segera memesan kamar. Aku lelah sekali setelah perjalanan panjang kita." Lanjut Joey sembari merentangkan kedua tangannya.

Devonna terkikih. Mereka berdua berjalan masuk menuju sebuah bangunan  yang terpisah dari gedung motel itu sendiri. Di depan pintu coklat dengan ukiran bunga-bunga bercat warna-warni, terdapat papan kayu kecil yang tergantung di ventilasi. Tertulis "resepsionis" dengan tebal berwarna biru.

Joey mendorong pintu tersebut. Dentingan suara bell terdengar sekali dan pintu dibelakang mereka tertutup sendiri. Suasana diruangan itu begitu hangat, hiasan-hiasan ornamen natal yang akan menjemput sudah terpasang di setiap sudut ruangan dan juga dinding. Televisi model lama berukurun kecil yang berada di atas topangan papan, menayangkan ulangan sebuah tayangan sepak bola.

"Selamat datang." Ucap lelaki tua yang kemungkinan berumur tiga puluhan dari balik etalase kaca. Janggut putihnya lebat dan mengkeriting.

"Kami pesan satu kamar untuk seminggu." Ucap Devonna sambil menyerahkan beberapa lembar uang kepada lelaki itu.

"Satu kamar?" Ucap Joey dengan nada terkesan ragu.

Devonna mengeritkan dahinya, "Apa ada yang salah dari satu kamar?"

"Tidak... hanya saja apa kau yakin? Kita kan— "

Perkataan Joey terselak dengan kikihan Devonna. "Aku yakin kau bukan tipe orang yang seperti itu. Kau mungkin mengesalkan tetapi kau masih mempunyai harga diri untuk melakukan hal serendah itu."

Lelaki tua itu kembali setelah mengambil kunci kamar yang ada di lemari kunci di belakangnya. Dia meletakan kunci itu di atas kaca etalase dan mendorongnya perlahan menggunakan jemarinya ke arah Devonna.

"Ini kunci kamar kalian." Jelas lelaki tua itu lalu dia bersandar dengan kedua tangannya dipinggir etalase. "Saya harap selama menginap kalian menjaga kebersihan, ketertiban dan kenyamanan lingkungan sekitat motel. Jika ada barang yang tidak berfungsi kalian bisa hubungi kami lewat saluran telepon di kamar motel atau meminta bantuan terlebih dahulu kepada penjaga yang selalu siaga setiap jamnya. Kemudian, fasilitas di dalam kamar motel ada teko elektronik, televisi, shower lengkap dengan pemanas air, dua stop kontak, lampu dan juga layanan wi-fi gratis bersandi. Sandinya dapat ditemui pada kertas peringatan yang tertempel di dinding dekat televisi."

"Baik, terima kasih." Jelas Devonna mengambil kunci dan memutar kunci itu dengan jari telunjuknya.

Dia berjalan mendekati pintu kemudian menoleh kebelakang melihat Joey yang ternyata terpikat dengan tontonan televisi.

"Kau masih ingin di sini?" Tanya Devonna melihat Joey yang tak bergerak sama sekali.

"Ya... ya... Aku akan menyusul." Jelas Joey.

Devonna mengangguk pelan dan berjalan keluar. Langkahnya langsung mengarah kepada gedung motel yang berjarak kemungkina tiga meter dari bangunan sebelumnya. Dia menaiki tangga dan berjalan di setiap pintu yang mempunyai nomor di depannya.

"203" lirihnya dan kemudian dia melihat nomor di pintu. "Oh... di depan sana." Lanjutnya dan Devonna mempercepat langkah kakinya.

Saat dia sampai, Devonna langsung membuka pintu motelnya. Itu bukan ruangan yang besar ataupun juga cukup kecil. Suasananya begitu nyaman dengan penerangan yang sedikit redup. Kasur jenis king bed berseprai putih mengambil space paling banyak, diikuti dua nakas pada kiri dan kanan, lemari baju, serta buvet pernisan coklat yang menopang televisi LED di atasnya.

Devonna segera memasuki tempat itu , dia menutup pintunya kembali dan berjalan mendekati kasur. Bokongnya langsung menyentuh permukaan kasur yang empuk dan nyaman. Semua itu dapat tergambar pada wajahnya yang tersenyum lega.

Devonna melepas tas ranselnya dan memeriksa setiap bagian di ruangan. Ini sudah seperti kebiasannya. Dia mengambil remote televisi dari dalam laci buvet dan segera menyalakan televisi tersebut. Tayangan berita langsung muncul di awal dan Devonna tidak sama sekali terganggu untuk mengganti tayangannya. Dia berjalan mendekati kamar mandi, lokasinya dekat pintu keluar.

Terdapat satu wastafel dengan cermin yang menyatu menjadi kotak obat. Lalu shower dan juga water heater yang tersambung langsung pada shower tersebut. Devonna menutup kembali pintu kamar mandi. Dia berjalan mendekati gorden lebar dan besar yang menutupi sisi kiri ruang kamar. Ketika dia membukanya, terdapat sebuah pintu geser yang memberikan akses langsung kepada balkon dengan pemandangan kolam renang yang bersih dan juga pemandangan indah pegunungan. Senyuman terbentuk pada wajahnya. Rasa bangga menjadi seorang warga Montana sangat menguasai dirinya.

Devonna membuka pintu geser, udara sejuk membuat dia sedikit bergidik. Devonna memeluk tubuhnya dan bersandar pada pagar pembatas balkon yang terbuat dari kayu.

Joey masuk dan menutup pintunya lagi. Matanya langsung mengarah kepada Devonna yang berdiri di balkon sambil bersandar. Joey melepaskan tasnya dan membiarkannya bertemu dengan tas Devonna yang juga berada di atas lantai. Dia berjalan ke arah balkon dan berhenti di sebelah Devonna.

"Aku tak mengerti mengapa kau rela mengorbankan pemandangan indah seperti ini dengan pergi ke Denver." Ucap Joey.

Devonna tersenyum, matanya masih menatap ke arah pemandangan indah pegunungan di depan sana. "Aku tak pernah ingin meninggalkan Montana." jelas Devonna dan terdapat jeda cukup panjang. "Walaupun terdapat kenangan pahit, tapi Montana merupakan tempatku merasakan cinta dari orang yang aku sayang."

Joey mengambil nafas panjang. Dia melihat ke arah kolam renang. "Badanku sudah gatal untuk merendam di kolam renang." balas Joey yang sebenarnya mencoba untuk mengalihkan pembicaraan yang menyedihkan ini.

Joey kembali ke dalam kamar mereka, dia menoleh sedikit, melihat Devonna yang masih bersandar pada pagar pengaman di balkon kamar mereka. Joey membuka resleting tasnya, dia mengambil celana renang yang sudah ia siapkan.

"Hey Devonna." Seru Joey yang baru saja bergantian pakaian renang.

Devonna menoleh ke belakang, melihat Joey yang sedang berdiri di samping kasur sembari bertolak pinggang dengan senyum lebar di wajah tirusnya. Rambut hitamnya terkuncir dengan rapih.

"Ugh... gross." Lirih Devonna dengan nada jijik dan kening yang mengkerit.

Joey merentangkan kedua tangannya. "Kau seharusnya bersyukur bisa melihatku seperti ini. Ini pemandangan langka."

"Ya, begitu langkanya sehingga kau berada pada sampul depan majalah Animal Planet." Balas Devonna yang masih terlihat jijik.

Joey memperlihatkan wajah terkejutnya. Dia meletakkan salah satu tangannya di depan dadanya. "Ouch. Tapi aku tak peduli, aku ingin merasakan air dingin Montana saat ini. Kau yakin tak ingin ikut?"

"Tidak, terima kasih. Tetap kering adalah moto diriku saat ini." balas Devonna.

Joey hanya menaikkan kedua pundaknya dan kemudian berlari keluar dari kamar, menuruni tangga besi yang begitu dingin di bawah telapak kakinya dan kemudian dia berlari dengan kencang ketika kolam renang yang begitu biru terlihat jelas di depan matanya. Dia kemudian mengambil lompatan tinggi dan memeluk kedua kakinya hingga tubuhnya mendarat ke dalam air yang begitu dingin. Dari atas, Devonna hanya tersenyum, melihat Joey yang masih berada di dalam sana. Lelaki tua yang duduk sambil membaca koran di balkon sebelah kamar mereka, melihat Joey dari balik korannya sekilas.

"Wooohooo!!" Seru Joey seketika seteah ia keluar dari dalam air.

"Aku yakin kalimat itu hanya menutupi kedinginanmu." seru Devonna dari tempatnya

"Kau menyesal tidak berada di sini bersamaku sekarang!" Teriak Joey dari bawah.

"Aku yakin tidak." Balas Devonna kemudian dia pergi masuk kembali ke dalam kamar.

Devonna mendekati tasnya yang berada di lantai dan bersandar pada tas ransel besar yang Joey bawa. Devonna menoleh ke arah balkon luar, terdengar suara kayuhan tangan Joey yang sedang berenang di sana. Dia membuka tas Joey dan mengambil dompet hitam cukup tebal di antara tumpukan bajunya. Devonna melihat isi dompet itu, melihat sebuah foto yang sudah lusuh dengan warna cukup pudar, menapilkan satu keluarga yang berpose di samping pohon natal dengan banyak hadiah di bawahnya. Terdapat satu lelaki lain di sana, sepertinya bukan lelaki yang kemarin Devonna temui ketika berkunjung ke rumah Joey. Devonna menarik nafas panjang dan kemudian menaruh kembali dompet Joey di dalam tas milik lelaki itu. Devonna kini beralih kepada tasnya.

Dia membuka dengan perlahan resleting tasnya. Di antara tumpukan baju yang ia bawa, terdapat beberapa botol obat dengan label nama dirinya, Devonna memasukkan tangannya, meraba-raba dalam tasnya hingga dia menemukan dompet miliknya. Dia mengeluarkan dompet tersebut dan membukanya. Melihat foto ayah dan ibunya bersama, tetapi tanpa dirinya di sana. Keduanya tersenyum bahagia.

Devonna terdiam sesaat, dia kemudian mengambil beberapa lembar uang dari dalam sana meninggalkan dompet miliknya di dalam tas ranselnya yang terbuka.

Devonna berjalan menuju tangga yang mengarah langsung pada bangunan penjaga motel. Setiap langkahnya membuat nafasnya berat dan kini membuatnya benar-benar berhenti. Devonna memegang erat pagar yang ada di samping kanannya. Dia merundukkan kepalanya dan air mata berhasil menyusup dari balik kelopak matanya. Dia membuka matanya yang merah dan sembab. Devonna menggunakan bahunya untuk menyeka air matanya dan kemudian dia melanjutkan perjalanannya.

Ketika pintu di depannya terbuka, terdengar suara dentingan lonceng kecil kembali. Ting. Lelaki tua penjaga itu kini mengalihkan pandangannya dari Devonna yang baru saja masuk dan berjalan mendekatinya.

"Sepertinya aku lupa memberi tahumu bahwa kami tak menjual kon—"

Perkataan lelaki itu terhenti ketika Devonna langsung memberikan uang yang ia genggam ke atas kaca etalase di antara mereka. "Aku hanya butuh snack, dua hot dog, serta kentang gorengnya." Jelas Devonna.

Lelaki itu melihat Devonna dan segera mengambilkan pesanannya. Dia meletakan semua pesanan Devonna di atas kaca etalase. "Semuanya jadi lima belas dollar."

"Ambil saja kembaliannya." balas Devonna yang kemudian mengambil semua pesanan miliknya.

Lelaki tua itu melihat Devonna yang hendak pergi menuju pintu keluar. "Apa lelaki itu melakukan sesuatu padamu?"

"Huh?" Devonna memutar tubuhnya melihat lelaki itu. "Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Aku hanya tidak biasa melihat dua anak muda menginap di motelku dan salah satunya menangis seperti dirimu sekarang." jelas lelaki itu.

"Dia temanku. Dia tak melakukan hal apapun kepadaku." balas Devonna.

"Kalau begitu, kau butuh ini." ucap lelaki tua itu meletakan satu bungkus tissue kecil di atas etalasenya. Devonna terpaku melihat tissue tersebut. "Ini gratis."

Devonna menelan ludahnya, dia berjalan mendekati etalase kaca kembali dan kemudian kedua bibirnya yang mengerat kencang kini bergetar. Air mata kembali menerobos keluar dari sudut-sudut matanya, membuat dirinya terjatuh kepada kesedihan yang mendalam. Penjaga lelaki itu kemudian keluar dari balik etalase, memberikan bangku lipat kepada Devonna dan menenangkan dirinya.

—oOo—

Ini sudah ke sepuluh kalinya, Joey berenang lap dari sisi kolam renang satu dan satunya lagi. Rasa dingin kini sudah menghilang begitu saja. Dari bawah air yang begitu jernih ini, Joey kembali mengayuhkan kaki dan tangannya bersamaan. Tubuhnya muncul ke pemukaan air dan langsung di suguhi dengan Devonna yang berjongkok di depannya dengan dua hotdog dan satu kentang goreng di depannya.

"Dari mana kau mendapatkan ini semua?" Tanya Joey sambil mengusap-usap wajahnya yang basah.

"Aku tidak percaya kau tak menyadari jika penjaga motel menjual ini semua." balas Devonna.

"Well, aku tidak sejeli dirimu. Jadi bukan kejutan lagi aku tak menyadari dia menjual semua ini." jelas Joey kemudian dia mendorong tubuhnya untuk naik ke darat.

"Hey... hati-hati. Kau bisa membasahkan makanan yang sudah aku bayar ini." jelas Devonna mengangkat kedua makanannya.

"Sorry." lirih Joey, kemudian dia mengambil hotdog dari tempatnya. Joey mengambil satu gigitan besar. "Enak." ucapnya dan itu terdengar aneh.

"Tentu saja enak, aku yang membelinya." jelas Devonna.

Joey terkikih pelan, "Jadi Devonna, apa malam ini kita akan langsung berangkat ke rumah nenekmu?"

Devonna menarik nafas panjang, "Aku pikir... lebih baik kita lanjutkan perjalanan menuju rumah nenekku esok. Hari ini aku yakin kau pasti sangat kelelahan."

"Sebenarnya tidak terlalu, air yang segar ini membuat staminaku terisi kembali. Aku harap bisa mendorong seluruh tim football sekolah kita ke dalam kolam renang ini. Aku yakin, mata mereka akan langsung terbuka lebar."

Devonna hanya terkikih pelan. Joey kembali memakan hotdog-nya, matanya melihat ke arah pegunungan yang kini puncaknya sudah mulai ditutupi oleh awan.

"Dev, aku tahu kau bosan mendengar dan menjawab ini. Tetapi mengapa kau tidak ingin kembali kepada Ryan? Aku baru pertama kali melihat Ryan sangat rela mengorbankan waktunya demi seorang wanita dan itu hanya kau. Mengapa kau tak memberikan kesempatan lain untuk Ryan?" tanya Joey.

"Sebuah hubungan yang diawali dengan kebohongan, tidak akan pernah berakhir seperti dongeng klasik kesukaanmu." Devonna melirik ke arah Joey yang mengeritkan dahinya, sepintas dia mengingatkan Devonna akan dirinya yang dulu. "Lagian, Ryan punya kalian—bukan aku."

Joey merundukkan wajahnya, melihat stick hotdog yang masih dirinya pegagang dan sesekali di putar perlahan. "Aku tahu Ryan tidak jujur tentang kami yang menyuruhnya untuk mendekatimu, tapi kau... apa yang kau tidak jujur kepada Ryan?"

Mereka saling bertatapan, seakan mencari jawaban di dalam mata satu sama lain. Devonna memalingkan pandangannya. "Hidup—" Joey masih terdiam. "—hidup menyimpan sebuah rahasia yang tidak kita ketahui, akupun tak tahu apa rahasia yang aku pendam. Mungkin jawabannya juga adalah tentang rasa takut. Rasa takut dicintai dan mencintai. Aku selalu berakhir dalam kehilangan sesuatu atau menghilangkan sesuatu."

"Tapi bukankah hidup ini memang datang dan pergi?" tanya Joey.

"Ya... tetapi lain jika nenekmu yang mengatakan itu padamu." balas Devonna. "Setelah ibuku meninggal, dia selalu memberi tahuku bahwa aku seperti aib yang akan ditutupi oleh keluarga besarku terus menerus."

"Lalu mengapa kau ingin mengunjungi ayahmu di sini jika nenekmu seperti itu. Itu... itu hanya tak masuk di akal sehatku!"

"Ini mungkin terakhir kali aku melihat nenekku sebelum dia mengusirku lagi." jelas Devonna sembari terkikih pelan. "Pembicaraan ini akan mengarah kepada sesuatu yang lebih memilukan, jadi kita akhiri saja dan lebih baik kau segera berpakaian. Kau akan sakit jika berlama-lama berenang. Ini handuk untukmu!"

Devonna melempar handuk putih ke tubuh Joey yang kemudian menangkapnya. Joey mengeringkan wajahnya dengan handuk tersebut. "Okay, mom... ."

Devonna terkikih dan kemudian Joey berjalan meninggalkan Devonna dengan membawa wadah yang berisi dengan kentang goreng begitu banyak. Devonna menarik nafas panjang, mengambil gumpalan tissue dari dalam saku jaketnya yang dipenuhi oleh noda warna merah terang di genggaman tangannya.

Continue Reading

You'll Also Like

20.4K 357 8
PROSES TERBIT Berdasarkan surat wasiat mendiang orang tuanya, Talitha Aprilia menikah dengan seorang pria tampan yang selama sepuluh tahun belakangan...
1.4M 6.5K 5
Seorang pelayan pengantar minuman di salah satu club ternama, dipertemukan dengan seorang pria 'Alpha' yang tidak pernah puas jika lawannya itu belum...
366K 30.3K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
907K 75.4K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...