"Love Begins With From The Pa...

By LiiTaRiii

139K 6.1K 875

New Deskripsi Ini sebenarnya cerita ke-2 aku di Wattpad. Tapi aku nobatkan menjadi cerita ke-1 aku di Wat... More

Perkenalan Tokoh
☆ Ramon ☆ "Chapter 1" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 2" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 3" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 4" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 5" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 6" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 7" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 8" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 9" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 10" ☆
☆ •••"Attention please"••• ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 11" ☆
☆ Ramon "Chapter 12" ☆
☆ ..."All Cast"... ☆
☆ Ramon "Chapter 13" ☆
☆ Ramon "Chapter 14" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 15" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 16" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 17" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 18" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 19" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 20" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 21" ☆
☆ Ramon "Chapter 22" ☆
☆Ramon☆"Chapter 23"☆
♥Ramon "Chapter 24"♥
♥Ramon "Chapter 25"♥
♥Ramon "Chapter 26" ♥
♥Ramon "Chapter 27"♥
♥Ramon "Chapter 28"♥
♥Ramon "Chapter 29"♥
♥Ramon "Chapter 30"♥
♥Ramon "Chapter 31"♥
♥Ramon "Chapter 32"♥
♥Ramon "Chapter 33"♥
♥Ramon "Chapter 34"♥
♥Ramon "Chapter 35"♥
♥Ramon "Chapter 36"♥
♥Ramon "Chapter 37♥
♥ Ramon "Chapter 38"♥
♥ Ramon "Chapter 39" ♥
♥Ramon "Chapter 40"♥
♥Ramon "Chapter 41"♥
♥Ramon "Chapter 42"♥
♥Ramon "Chapter 44"♥
♥Ramon "Chapter 45"♥
♥Ramon "Chapter 46"♥
♥Ramon "Chapter 47"♥
♥Ramon "Chapter 48♥

♥Ramon "Chapter 43"♥

461 81 16
By LiiTaRiii

Raya, gadis itu belum bergeming dari tempat duduknya di kursi tunggu depan ruang rawat Mondy. Orang tua Mondy dan orang tuanya sudah selesai menjenguk Mondy, dan mungkin saja teman-temannya juga akan selesai beberapa saat lagi. Tapi dia masih tidak bisa memantapkan diri untuk menjenguk Mondy. Dia tidak siap bertemu Mondy.

"Ray, kamu masuk ya abis ini. Teman-teman kamu udah masuk semua." bujuk mama Raya dengan penuh kelembutan.

"Raya takut, Ma. Raya takut Mondy gak mau ketemu Raya. Raya takut Mondy benci sama Raya." ucap Raya dengan lemah.

"Enggak, nak. Gak ada alasan Mondy untuk gak mau ketemu kamu apalagi sampai benci sama kamu. Tante yakin, Mondy mau ketemu kamu. Malahan mungkin Mondy nungguin kamu dari tadi." ujar mama Mondy memberi semangat.

"Tapi tante, aku takut. Mondy udah tau semuanya. Aku takut Mondy gak bisa terima kenyataan itu dan benci sama aku." ucap Raya menundukkan kepalanya.

Mama Raya memegang bahu putrinya dengan lembut.

"Mondy memang sudah mendengar cerita yang sebenarnya. Tapi tidak ada alasan dia membenci kamu, nak. Bukan salah kamu kalau kalian pernah kecelakaan. Kamu tidak perlu takut, justru sekarang kamu harus bersama dengan Mondy, membantu dia mendapatkan kembali ingatannya. Biar Mondy yang memutuskan sendiri apa yang harus ia lakukan setelah ia ingat semuanya nanti. Tapi yang pasti, ini semua bukan salah kamu. Mama, Papa, dan orang tua Mondy tidak bisa menyembunyikan ini semua selamanya. Pasti ada saatnya kamu dan Mondy tau, seperti kamu yang tiba-tiba mendapatkan ingatan itu lagi, Mondy pun pasti begitu. Hanya tinggal menunggu waktu, kapan saatnya Mondy mengingatnya semuanya lagi. Dan sampai saat itu tina, kamu, kamu yang harus menemani Mondy, mendukung Mondy dan bersama-sama melewati semuanya. Mama percaya kamu perempuan kuat." ujar mamanya panjang lebar.

       Raya mengangkat kepalanya, menolehkan kepalanya guna menatap mamanya. Lalu memeluk mamanya dengan erat.

"Makasih, Ma. Mama selalu kasih Raya dukungan. Raya gak tau lagi harus gimana kalau mama gak dukung Raya." lirih Raya dalam pelukan mamanya.

"Sudah sepantasnya sebagai ibu, sebagai orang tua, mama memberikan dukungan baik mental maupun fisik untuk kamu. Mama, papa, selalu mendukung apapun yang terbaik untuk kamu." balas mamanya yang memeluk Raya tak kalah erat.

Tiba-tiba pintu ruang rawat Mondy terbuka. Iyan, Haikal, Cindy dan Melly keluar dari ruangan itu. Iya, memang mereka berempat masuk kedua setelah Boy, Reva, Megan dan Oky. Mereka tidak mau masuk bersamaan, terlalu banyak dan takutnya mengganggu Mondy.

Mama Raya menguraikan pelukannya. Memegang kedua bahu Raya guna menyemangatinya.

"Masuk, Nak. Temui Mondy." ucap mamanya dengan penuh kelembutan namun terdengar tegas.

Raya menatap yang lain sebelum ia memutuskan akan masuk atau tidak.

"Masuk, Ray. Menghindar dari Mondy gak akan ada gunanya. Mondy nunggu lo di dalem." ucap Cindy dengan lembut.

Raya menghela nafas berat. Sampai akhirnya memantapkan diri untuk menemui Mondy.

Ya, mereka benar. Tidak ada gunanya menghindar.

*****

Raya melangkah mendekati bangsal tempat Mondy. Langkahnya ragu dan terasa berat. Terlalu pelan nyaris tak menghasilkan suara sekecil pun di ruangan yang memang sedang hening itu.

Tapi perjalanannya menuju bangsal Mondy tak sejauh dari kamar menuju ke dapur. Selambat apapun dia melangkah, pada akhirnya dia sudah berdiri tepat di sebelah bangsal Mondy.

"Mondy.." panggilnya pelan.

       Perlahan kepala Mondy yang tadinya sedang tertoleh ke arah lain, kini menoleh ke arahnya. Menatapnya dengan tatapan tanpa emosi.

"Kamu baik-baik aja kan?" pertanyaan itu terlontar sendiri. Otaknya terlalu kesulitan memilih kata apa yang harus ia ucapkan, ya sudah terserah bibirnya saja mau mengucapkan apa.

"Aku baik-baik aja. Kamu kenapa baru masuk?" tanya Mondy dengan suara pelan, nada suaranya benar-benar datar, raut wajahnya juga datar. Hanya menatap Raya dengan berbagai makna yang tersembunyi  di balik tatapan itu. Raya sendiri tak tau, apa maksud tatapan itu atau apa yang tengah Mondy rasakan saat ini. Mungkin hanya Mondy dan Tuhan lah yang tau.

"Aku sengaja. Aku mau jadi yang terakhir yang masuk ngeliat kamu. Biar aku bisa sekalian nemenin kamu lebih lama." tentu saja Raya tak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya kenapa ia baru masuk sekarang. Kalian tentu tau apa alasan Raya yang sebenarnya.

Jika saja tidak dengan paksaan dan dorongan mental dari orang-orang di luar, mungkin entah sampai kapan dia mau menemui Mondy. Atau mungkin tak akan pernah mau dan memilih menjauh saja dari Mondy.

"Aku pikir kamu gak mau ketemu aku." ucapan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Mondy dengan sangat pelan, namun menusuk.

Raya terdiam. Canggung, kikuk dan tak tenang. Karena memang itulah alasannya yang sebenarnya. Tidak mau bertemu Mondy karena takut Mondy marah padanya.

"Heemm, enggak kok. Masa aku gak mau ketemu kamu sih. Aku kan pacar kamu, pasti aku maulah ketemu kamu." senyumnya ia paksakan. Terlihat sebaik mungkin agar Mondy tidak semakin bertanya yang aneh-aneh.

Tapi sepertinya itu tak berguna. Karena pertanyaan Mondy yang berikutnya adalah.....

"Kenapa kamu gak pernah bilang tentang amnesia kamu?"

Bagai mendengar petir di siang bolong. Tentu Raya tak ingin Mondy mempertanyakan itu. Karena ia juga tak pernah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan seperti itu.

"Aa..emm...ka-kamu tau sendiri....kan.. Aku juga gak tau aku amnesia selama ini. Mana ada sih orang amnesia tahu kalau dirinya sendiri lagi amnesia, ya kecuali ada orang lain yang ngasih tau dia." hanya itulah jawaban terbaiknya. Tidak salahnya jika memberikan jawaban seperti itu, karena memang itulah kenyataannya. Dia tidak pernah tau kalau dia pernah amnesia sebelumnya.

"Maksud aku, kenapa kamu gak bilang tentang amnesia kamu setelah kamu sembuh, Ray?" kali ini suara Mondy terdengar putus asa.

Raya menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya dari tatapan Mondy yang terlihat menuntut.

"Maaf, Mon. Aku.....aku terlalu takut. Aku juga berpikir kalaupun aku bilang, kamu gak akan percaya semudah itu. Karena kamu juga masih amnesia sampai saat ini. Dan kalau kamu percaya, aku takut kamu marah sama aku, kamu nyalahin aku dan kamu benci sama aku." tutur Raya dengan kepala menunduk.

Meski Mondy tak melihat wajah dan ekspresi Raya dengan jelas, karena terhalang rambut panjang raya, tapi Mondy tau pasti dari suara Raya yang mulai parau dan beberapa kali ada isakan lirih. Mondy tau Raya menangis.

Hatinya tidak tega mendengar isakan kecil Raya, tapi egonya tidak ingin mengalah begitu saja.

"Maaf, Mon. Aku bener-bener minta maaf sama kamu." lirih Raya lagi karena Mondy tak kunjung mengeluarkan suara setelah mendengar jawabannya tadi.

"Aku rasa alasan kamu baru temuin aku sekarang juga sama seperti alasan kamu gak mau kasih tau aku kan? Kamu gak mau temuin aku dari tadi, karena kamu emang gak mau ketemu sama aku kan?" tanya Mondy dengan nada sinis.

Seketika Raya mengangkat kepalanya, menatap Mondy dengan tatapan merasa bersalah. Ingin menampik tapi apa yang Mondy katakan tidak sepenuhnya salah.

"Aku emang baru berani masuk buat liat kamu sekarang, itu emang karena alasan yang sama dengan alasan aku gak mau ceritain tentang amnesia itu. Tapi kamu salah, aku gak pernah berpikiran untuk gak mau ketemu kamu. Aku cuma takut. Takut kamu marah sama aku, takut kamu benci sama aku. Aku gak siap untuk dapetin kemarahan kamu apalagi kebencian kamu ke aku. Aku gak siap, Mon." Raya menggenggam tangan Mondy yang tidak ada infusnya.

Tapi tak bertahan lama, karena Mondy melepaskan tangan Raya dari tangannya sendiri. Menjauhkan tangannya dari Raya. Menghindari Raya.

"Dan kamu pikir dengan kamu bilang kamu takut ketemu aku, itu bikin aku gak marah sama kamu? Aku malah semakin kecewa sama kamu. Aku benci kenyataan kalau aku sekarang jadi satu-satunya yang gak tau apapun kejadian yang pernah kita alami dimasa lalu. Aku benci itu, Ray. Andai kamu dan semua orang gak nutupin itu semua dari aku, mungkin aku gak akan se kecewa ini, Ray." tukas Mondy dengan suara penuh kemarahan.

"Mon, aku tau kamu kecewa. Tapi aku juga gak tau apa-apa sebelumnya. Kalau aja aku gak diculik waktu itu, aku gak jatuh dari tangga saat diculik, mungkin selamanya aku ataupun kamu gak akan inget apapun tentang masa lalu kita." ucap Raya membela diri.

"Dan selamanya juga kita tetap bersama dalam ketidaktahuan ini akan kenangan yang pernah kita lewati bersama dulu." balas Mondy dengan nada dingin.

Raya terdiam lagi. Perkataan Mondy barusan sangat benar. Tapi ia juga tidak salah kan? Dia juga tidak tau apa-apa sebelum ini. Dia tidak mau disalahkan.

"Mon, aku tau aku lebih dulu inget tentang ini. Tapi aku bener-bener belum siap ngasih tau kamu, Mon. Aku juga berpikir kamu gak bakal percaya kalaupun aku bilang ke kamu yang sebenarnya seperti apa." tukas Raya lagi-lagi membela diri.

"Kamu nunggu kamu siap, Ray? Kapan, Ray kapan?? Sampai kejadiannya kaya gini? Sampai akhirnya aku cari tau sendiri, itu yang akan bikin kamu siap? Ray, orang tua aku, orang tua kamu, temen-temen kita, mereka semua tau, dan sekarang kamu juga udah tau, kamu inget. Tapi kamu juga lakuin sama seperti yang mereka semua lakuin, kamu nutupin itu. kamu simpen sendiri. Ini yang bikin aku kecewa sama kamu, harusnya kalau kamu emang udah tau, kamu ceritain ke aku. Percaya atau enggak, itu jadi keputusan aku nantinya. Tapi enggak, kamu juga ikut rahasiain ini semua dari aku. Apa kamu maunya aku tau dengan sendirinya? Dengan ngalamin kecelakaan juga seperti kamu waktu itu? Apa aku harus jatuh dari tangga juga supaya aku inget sendiri? Gitu mau kamu dan mau kalian semua??" Mondy menatap Raya dengan tatapan tajam sekaligus terluka.

Raya menggeleng-gelengkan kepalanya. Air matang mengalir lagi di pipinya begitu mendengar semua perkataan Mondy. Mondy seperti ingin menyudutkan dirinya.

Apa sebelum dia masuk, tadi Mondy juga menyudutkan orang lain seperti ini? Apa Mondy juga mengatakan seperti itu pada orang tuanya sendiri, atau kepada orang tua Raya, atau pada teman-teman mereka?

Harusnya Mondy mengatakan hal yang sama juga pada mereka semua, mereka semua juga salah, mereka juga merahasiakan ini bahkan dari Raya juga. Mereka salah, mereka menyembunyikannya sejak lama. Bahkan mungkin selamanya jika saja Raya tidak mengingatnya sendiri dan Mondy tidak mencari tau sendiri.

Iya, Mondy juga harus menyalahkan mereka, bukan hanya Raya. Bahkan harusnya Raya juga menyalahkan mereka kan? Kenapa malah dia yang disalahkan seperti ini?

"Mondy cukup. Kamu keterlaluan kalau menyalahkan semuanya ke aku. Aku baru tau ini belum lama, Mon. Dan aku juga emang belum siap bilang ke kamu. Tapi kalau kamu akhirnya tau sendiri, itu bukan salah aku. Kamu akhirnya tau dari siapapun itu bukan salah aku. Bahkan kecelakaan itu, kamu pikir aku mau kecelakaan seperti itu?" tanya Raya dengan raut wajah kecewa pada Mondy karena terus menyalahkannya.

"Mau itu kecelakaan yang menyebabkan kita amnesia, ataupun kecelakaan aku kemarin yang menyebabkan aku sembuh dari amnesia, itu semua bukan kemauan aku. Gak ada orang yang mau mengalami kecelakaan, Mon. Aku juga bisa kecewa sama kamu. Kamu dari tadi nyalahin aku, kamu pikir aku bakal terima disalahin terus sama kamu? Enggak, Mon. Aku gak mau. Meskipun aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, tapi kalau kamu terus-terusan menyudutkan aku dan melimpahkan semua kesalahan itu ke aku, aku juga bisa kecewa sama kamu, Mon." tambah Raya dengan raut wajah yang benar-benar memendam rasa kecewa pada Mondy.

Setelah Raya mengucapkan itu, keheningan menyelimuti mereka. Masing-masing memiliki ego yang tidak mau dikalahkan. Mungkin salah satunya harus berdamai dengan egonya sendiri, atau mengalah saja demi kebaikan bersama.

"Aku mau istirahat. Kalau emang gak ada yang mau kamu katakan lagi, aku mohon kamu keluar aja. Aku butuh waktu sendiri."

Kata-kata itu keluar dari mulut Mondy. Bukan kata-kata untuk menyelesaikan masalah, tapi kata-kata itu hanya untuk  menghindar dari masalah.

"Oke. Kalau itu mau kamu. Aku akan keluar." balas Raya datar.

Tanpa mengucapkan apapun lagi, Raya berbalik badan dan berjalan menuju pintu keluar. Mondy hanya menatap punggung Raya yang menjauh darinya sampai akhirnya menghilang di balik pintu.

Keduanya tau, keduanya sadar, mereka tidak menyelesaikan masalah. Tapi hanya menghindari masalah. Tergantung akhirnya seperti apa, apakah masalah itu akan semakin runyam atau mungkin selesai sendiri. Yang pasti waktu memang diperlukan untuk menjernihkan pikiran masing-masing agar nantinya mereka bisa menemukan cara untuk menyelesaikan masalah mereka.

Ya, waktu. Waktulah yang mereka perlukan saat ini.

*****

Terimakasih,
Penulis

* * * * * * * * * * * * * * *

Hai, apa kabar semuanya?

Gimana? Apakah challenge kemarin berhasil? Kayanya kurang dikit lagi deh. Tapi gak papa gak papa. Coba lagi lain waktu. Hehe. Untuk yang kali ini berapa ya challengenya?

75 vote = next ?
Gimana?

Coba dulu ya challangenya, berhasil atau tidak, tetap akan di next kalau udah nyampe semingguan.

Aku tunggu ya:)

Bye bye semua

See you in next chapter 💜

RVC Please ❤

* * * * * * * * * * * * * * *

Continue Reading

You'll Also Like

687K 43K 31
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
86.5K 4K 22
[ 18+ Mature Content ] Gerald Adiswara diam diam mencintai anak dari istri barunya, Fazzala Berliano. Katherine Binerva mempunyai seorang anak manis...
58.4K 5.4K 69
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
399K 14.6K 85
Katanya, tidak ada persahabatan yang abadi antara laki-laki dan perempuan. Lalu bagaimana jika keduanya menemukan seseorang yang berhasil meraih temp...