♥Ramon "Chapter 44"♥

453 69 12
                                    

Hari berlalu tanpa adanya perkembangan baik dari hubungan Raya dan Mondy. Bahkan beberapa hari yang lalu Mondy sudah pulang dari rumah sakit. Baik Raya ataupun Mondy tak ada yang berkeinginan untuk mempermudah masalah mereka berdua.

Seperti pagi ini, Raya duduk di ruang makan bersama kedua orang tuanya. Namun, dari wajah Raya tak menggambarkan keceriaan sama sekali.

"Kamu kenapa, Nak?" tanya mamanya heran melihat Raya yang hanya mengaduk-aduk makanannya dengan lesu.

Sebenarnya bukan pemandangan baru lagi melihat Raya begitu. Sudah seminggu belakangan sejak kejadian Mondy masuk rumah sakit itu, baik Mondy dan Raya memang keduanya saling membentengi diri dan menghindar satu sama lain.

"Raya gak papa, Ma." jawab Raya singkat dan memaksakan senyuman simpulnya pada sang mama.

"Dimakan dong sarapannya. Jangan diaduk-aduk doang kaya gitu." tegur sang papa karena Raya begitu tidak bersemangat bahkan sekedar menyicipi makanannya itu.

"Raya gak lapar, Pa." jawab Raya singkat lagi. Bahkan dia tidak menatap mama atau papanya sama sekali.

"Kamu sama Mondy masih perang dingin?" tanya papanya dengan nada datar. Sudah biasa menghadapi Raya yang selalu dingin pada semua orang jika kondisi hatinya sedang tidak baik.

"Biasa aja." jawab Raya lagi-lagi dengan singkat.

"Kalau kalian berdua sama-sama keras kepala begini, yang ada masalah kalian gak selesai-selesai. Malah semakin besar nanti." ucap mamanya menasehati.

"Raya gak keras kepala, Ma. Mondy aja yang nyalahin Raya gitu aja. Padahal Raya juga gak tau apa-apa sebelum ini. Tapi seenaknya Mondy aja limpahin semua kesalahan ke Raya." akhirnya Raya berbicara panjang, tapi itupun dengan nada tidak senang.

"Mondy bukannya mau sepenuhnya nyalahin kamu. Dia cuma belum bisa berpikir jernih aja kemarin. Coba sekarang kamu bicara baik-baik sama Mondy. Jelasin semuanya sama Mondy. Mama yakin Mondy juga gak bermaksud untuk limpahin semua penyebab masalah ini itu kamu kok." tukas mamanya kembali menasehati.

"Enggak, Ma. Raya masih gak terima Mondy nyalahin Raya seenaknya aja kemarin." tegas Raya dengan wajah menyimpan kekesalan.

"Tuh kan. Kamu keras kepala, Mondy juga keras kepala. Kalian berdua gak mau mengalah demi kebaikan kalian masing-masing. Kalau kaya gitu caranya gimana kalian mau selesaiin masalah kalian?" tanya papanya dengan nada heran dan tak habis pikir.

"Kalau emang masalah Raya sama Mondy gak bisa selesai, ya udah hubungan kami aja yang diselesaiin." ucap Raya seenaknya.

"Apa maksud kamu??" tanya mamanya dengan sangat terkejut.

"Iya, mendingan hubungan Raya sama Mondy berakhir disini aja. Daripada kaya gini kan gak jelas. Toh Raya sama Mondy juga gak ada niat mau baikan satu sama lain." jawab Raya dengan santainya.

"Gak semudah itu. Kamu pikir masalah kalian bisa selesai dengan mengakhiri hubungan kalian? Enggak, Raya. Kamu dan Mondy itu saling mencinta, mama tau itu. Mama tau, mau itu dulu ataupun sekarang, rasa cinta kalian masih sama, itulah kenapa kalian bisa bersatu lagi saat ini. Dan kamu semudah itu bilang mau mengakhiri? Nak, jangan mengambil keputusan sepihak apalagi dengan didasari rasa kesal kamu." ucap mamanya menasehati panjang lebar.

"Emang gak mudah, Ma. Mama pikir ini mudah buat Raya? Enggak, Ma. Raya juga gak mau mengakhiri hubungan ini gitu aja, tapi kalau emang antara Raya atau Mondy gak ada yang berniat memperbaiki ini semua, ya udah kalau gitu gak ada jalan lain lagi selain perpisahan." tegas Raya.

"Kamu dan Mondy hanya harus saling mengintrospeksi diri dan berdamai dengan masa lalu kalian. Gak harus perpisahan yang menyelesaikannya. Kalau sama-sama salah. Mama papa juga salah. Kami sebagai orang tua sangat salah karena selama ini menutupinya dari kalian. Padahal kami tau, gak ada rahasia yang selamanya bisa ditutupi, semua akan terungkap pada waktunya. Dan karena sekarang sudah terungkap, kalian harus melapangkan hati kalian dan menerimanya dengan kepala dingin." kali ini sang papa yang menasehati.

"Dari awal Raya sembuh dari amnesia Raya, buat Raya hubungan ini udah gak baik-baik aja. Dimulai dari Raya yang menjaga jarak dari Mondy karena takut Mondy nyalahin Raya dan sekarang akhirnya apa yang Raya takutin kejadian kan. Emang udah seharusnya saat Raya udah inget semuanya Raya harusnya pergi jauh dari Mondy." ucap Raya menanggapi papanya.

"Kamu pikir dengan kamu pergi dari Mondy terus Mondy gak bakal cari tau masalah ini? Justru kalau sampai kamu pergi jauh dari Mondy, papa yakin Mondy akan semakin gencar mencari tau tentang ini semua. Intinya saat ini sudah takdirnya baik kamu atau pun Mondy mengetahuinya." tukas papanya sedikit kesal pada Raya.

"Sayang, mau kamu menjauh atau tidak, kalau memang sudah waktunya Mondy tau, pasti tetap akan tau. Dan karena sekarang Mondy sudah tau, seharusnya kalian lebih mendekatkan diri. Kamu membantu Mondy mendapatkan ingatannya sepenuhnya. Yang Mondy lupakan itu kebanyakan tentang kamu. Karena sejak awal Mondy tidak diingatkan sama sekali tentang hubungan antara Aurel dan Arsya dulu. Maka dari itu sekarang waktunya untuk mengingatkan Mondy tentang hubungan kalian dulu." ucap mamanya mengelus lengan Raya karena memang Raya duduk di sebelahnya.

"Gak ada gunanya, Ma. Buat apa juga Mondy inget masa lalu. Kalau pun Mondy inget masa lalu semuanya gak akan berubah. Toh dimasa ini Mondy udah marah sama Raya. Gak akan ngerubah apapun." kesal Raya.

"Kamu salah, Nak. Mungkin karena ingatannya tentang kalian dulu hilang, Mondy merasa kalau yang salah itu hanya kamu. Tapi kita tidak tau kalau saja ingatan itu kembali, mungkin Mondy akan sadar kalau kamu juga tidak harus disalahkan." ucap mamanya lagi.

"Udahlah, Ma. Raya malas ngomongin ini lagi. Raya capek bahas Mondy terus. Mondy juga belum tentu ngebahas Raya."

"Raya!" kedua orang tuanya memanggil Raya yang tiba-tiba beranjak dan langsung pergi meninggalkan ruang makan.

Kedua orang tuanya hanya menghela nafas lelah sekaligus pasrah. Mereka sama-sama tau anak mereka sudah dewasa, harusnya tau mana yang terbaik untuk dirinya sendiri. Ya mereka yakin baik Raya ataupun Mondy pasti bisa menentukan sikap yang harus mereka ambil dan keputusan yang harus mereka buat.

*****

Raya duduk disalah satu kursi yang ada di dalam sebuah cafe, terlihat seperti tengah menunggu seseorang. Matanya melihat ke arah pintu masuk saat mendengar lonceng pintu masuk berbunyi menandakan ada yang datang, dan itu memang orang yang tengah ia tunggu.

Orang-orang itu menghampirinya bersamaan. Langsung menanyakan maksud Raya mengajak mereka berkumpul.

"Ada apaan, Ray? Tumben ngajakin nongkrong di cafe gini." ucap salah satu di antara mereka dengan wajah terheran-heran.

"Duduk dulu dong, Cin. Lo mah masa langsung to the point gitu, gak seru ahh." celetuk gadis yang lainnya.

"Iya. Kalian duduk aja dulu." Raya menimpali.

Akhirnya mereka berempat duduk dan salah satunya langsung memanggil waitress untuk memesan.

Setelah mereka berempat memesan, mereka kembali menatap Raya penuh keheranan.

"Ada apaan sih, Ray? Muka lo gak enak banget diliat-liat." ujar salah satunya.

"Gak ada apa-apa, Mel. Gue cuma pengen ngomongin hal ini aja sama kalian." jawab Raya menatap sahabat-sahabatnya satu persatu.

"Ngomongin hal apa?" tanya gadis yang terlihat paling bijak dan dewasa.

"Ini tentang gue sama Mondy." jawab Raya menggantung.

"Apa??" tanya keempatnya tidak sabaran.

Raya tak langsung menjawab, dia menatap sahabatnya satu persatu. Perlahan menarik nafas dalam dan menghelanya berat.

"Gue pengen akhiri aja hubungan gue sama Mondy." jawab Raya tiba-tiba.

"APA??!!"

******

Terima kasih,
Penulis

* * * * * * * * * * * * * * *

See you next chapter

RVC Please

* * * * * * * * * * * * * * *

"Love Begins With From The Past" (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang