♥Ramon "Chapter 34"♥

698 92 21
                                    

      Raya hanya menatap kosong ke depan. Dia sendirian di dalam ruang rawat. Bukan karena tidak ada yang ingin menemaninya, tapi dia memang ingin sendiri.

'Arsya, kamu serius kan mau ajak aku liburan ke vila kamu yang ada di puncak?'

'Aku serius. Besok kamu siap-siap. Aku pasti jemput.'

'Oke.'

     Kilasan memori itu tiba-tiba melintas di kepalanya. Memang benar ia sudah mengingat semuanya. Kenangan masa lalu mereka. Tapi ia tak pernah tau, kalau Arsya juga mengalami hal serupa dengan dirinya. Amnesia.

"Andai aja, saat itu aku gak ngotot minta liburan." lirih Raya penuh penyesalan.

'Arsya, aku ajak kamu liburan gini, kamu gak marah kan?'

'Ya gak dong, sayang. Masa aku marah, kan aku liburannya sama pacar sendiri.'

'Tapi gimana sama latihan band kamu?'

'Mereka ngerti kok.'

      Andai saja dia dulu tidak terlalu naif. Sudah jelas, wajah Arsya penuh kebimbangan antara memilih liburan atau latihan band. Tapi keegoisannya membuat Arsya memilih liburan dan mereka mengalami kejadian naas itu.

"Aku terlalu egois dulu. Aku fikir, kamu gak akan ada lagi di hidup aku saat ini. Tapi ternyata kamu masih sama aku." lirih Raya bermonolog.

'Ar, aku maunya ke puncak pake motor. Gak mau pake mobil.'

'Kenapa? Pake mobil aja, kalau pake motor nanti kamu kepanasan atau malah kehujanan. Kalau kamu sakit gimana?'

'Pake mobil nanti kejebak macet. Aku gak mau. Sekalian kita nikmatin pemandangan.'

'Oke kalau itu mau kamu.'

      Kenapa dulu dia sangat egois? Apakah sekarang pun dia masih egois?

"Keegoisan aku menjadi penyebab kecelakaan kita."

        Air matanya perlahan menetes dan mengalir begitu saja.

'Arsya, sayang gak sama Aurel?'

     Pertanyaan bodoh macam apa yang dulu ia tanyakan?

'Sayang lah. Sayang banget malah.'

      Jawaban Arsya terasa begitu manis jika diingat seperti ini. Tapi dulu dia dibutakan oleh sifat manjanya, yang membuat dia merasa Arsya harus menuruti semua keinginannya.

'Kalau sayang, turutin dong maunya aku.'

'Kamu mau apa, sayang?'

       Manis sekali. Tapi lagi-lagi Aurel yang dulu tingkahnya sangat manja. Walaupun Aurel adalah pembalap, dia hanya garang di sirkuit, tapi manja pada orang terdekat dan tersayangnya.

'Aku udah lama gak balapan, jadi aku pengen kamu bawa ngebut.'

      Bodoh sekali. Itu adalah jalanan di pegunungan, kenapa dia harus sebodoh itu dulu?

'Jangan lah. Bahaya, kalau di sirkuit ngebut boleh deh. Kalau disini kita selow aja. Nikmatin pemandangan.'

     Sudah sangat tepat jawaban Arsya. Tapi kenapa dulu Aurel seperti itu?

'Pokoknya ngebut. Kalau gak mau, sini biar aku yang bawa.'

'Oke-oke. Tapi kamu pegangan ya.'

      Bolehkah ia menyalahkan Arsya yang terlalu menurutinya? Tidak. Dialah yang egois. Itu menurutnya sendiri sekarang.

     Isakannya semakin kuat dikala ingatannya tentang mereka dulu terus terbayang di kepalanya. Memori itu seolah menghantuinya, menyalahkannya atas semua yang terjadi.

"Love Begins With From The Past" (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang