♥Ramon "Chapter 43"♥

461 81 16
                                    

Raya, gadis itu belum bergeming dari tempat duduknya di kursi tunggu depan ruang rawat Mondy. Orang tua Mondy dan orang tuanya sudah selesai menjenguk Mondy, dan mungkin saja teman-temannya juga akan selesai beberapa saat lagi. Tapi dia masih tidak bisa memantapkan diri untuk menjenguk Mondy. Dia tidak siap bertemu Mondy.

"Ray, kamu masuk ya abis ini. Teman-teman kamu udah masuk semua." bujuk mama Raya dengan penuh kelembutan.

"Raya takut, Ma. Raya takut Mondy gak mau ketemu Raya. Raya takut Mondy benci sama Raya." ucap Raya dengan lemah.

"Enggak, nak. Gak ada alasan Mondy untuk gak mau ketemu kamu apalagi sampai benci sama kamu. Tante yakin, Mondy mau ketemu kamu. Malahan mungkin Mondy nungguin kamu dari tadi." ujar mama Mondy memberi semangat.

"Tapi tante, aku takut. Mondy udah tau semuanya. Aku takut Mondy gak bisa terima kenyataan itu dan benci sama aku." ucap Raya menundukkan kepalanya.

Mama Raya memegang bahu putrinya dengan lembut.

"Mondy memang sudah mendengar cerita yang sebenarnya. Tapi tidak ada alasan dia membenci kamu, nak. Bukan salah kamu kalau kalian pernah kecelakaan. Kamu tidak perlu takut, justru sekarang kamu harus bersama dengan Mondy, membantu dia mendapatkan kembali ingatannya. Biar Mondy yang memutuskan sendiri apa yang harus ia lakukan setelah ia ingat semuanya nanti. Tapi yang pasti, ini semua bukan salah kamu. Mama, Papa, dan orang tua Mondy tidak bisa menyembunyikan ini semua selamanya. Pasti ada saatnya kamu dan Mondy tau, seperti kamu yang tiba-tiba mendapatkan ingatan itu lagi, Mondy pun pasti begitu. Hanya tinggal menunggu waktu, kapan saatnya Mondy mengingatnya semuanya lagi. Dan sampai saat itu tina, kamu, kamu yang harus menemani Mondy, mendukung Mondy dan bersama-sama melewati semuanya. Mama percaya kamu perempuan kuat." ujar mamanya panjang lebar.

       Raya mengangkat kepalanya, menolehkan kepalanya guna menatap mamanya. Lalu memeluk mamanya dengan erat.

"Makasih, Ma. Mama selalu kasih Raya dukungan. Raya gak tau lagi harus gimana kalau mama gak dukung Raya." lirih Raya dalam pelukan mamanya.

"Sudah sepantasnya sebagai ibu, sebagai orang tua, mama memberikan dukungan baik mental maupun fisik untuk kamu. Mama, papa, selalu mendukung apapun yang terbaik untuk kamu." balas mamanya yang memeluk Raya tak kalah erat.

Tiba-tiba pintu ruang rawat Mondy terbuka. Iyan, Haikal, Cindy dan Melly keluar dari ruangan itu. Iya, memang mereka berempat masuk kedua setelah Boy, Reva, Megan dan Oky. Mereka tidak mau masuk bersamaan, terlalu banyak dan takutnya mengganggu Mondy.

Mama Raya menguraikan pelukannya. Memegang kedua bahu Raya guna menyemangatinya.

"Masuk, Nak. Temui Mondy." ucap mamanya dengan penuh kelembutan namun terdengar tegas.

Raya menatap yang lain sebelum ia memutuskan akan masuk atau tidak.

"Masuk, Ray. Menghindar dari Mondy gak akan ada gunanya. Mondy nunggu lo di dalem." ucap Cindy dengan lembut.

Raya menghela nafas berat. Sampai akhirnya memantapkan diri untuk menemui Mondy.

Ya, mereka benar. Tidak ada gunanya menghindar.

*****

Raya melangkah mendekati bangsal tempat Mondy. Langkahnya ragu dan terasa berat. Terlalu pelan nyaris tak menghasilkan suara sekecil pun di ruangan yang memang sedang hening itu.

Tapi perjalanannya menuju bangsal Mondy tak sejauh dari kamar menuju ke dapur. Selambat apapun dia melangkah, pada akhirnya dia sudah berdiri tepat di sebelah bangsal Mondy.

"Mondy.." panggilnya pelan.

       Perlahan kepala Mondy yang tadinya sedang tertoleh ke arah lain, kini menoleh ke arahnya. Menatapnya dengan tatapan tanpa emosi.

"Love Begins With From The Past" (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang