♥ Ramon "Chapter 39" ♥

411 75 12
                                    

          Tepat seminggu setelah Raya pulang dari rumah sakit dan sikap Raya benar-benar semakin aneh di mata Mondy.
 
       Seperti pagi ini, Mondy mengajak Raya untuk pergi mengunjungi beberapa kampus yang kemungkinan salah satunya akan mereka pilih. Mungkin bagi sebagian orang ini terlalu awal, tapi Mondy melakukan itu hanya sebagai alasan agar Raya bersedia pergi dengannya. Karena selama beberapa hari setelah keluarnya Raya dari rumah sakit, Mondy merasa kalau Raya tengah berusaha menghindarinya.

"Ray, kita cari sarapan dulu ya. Aku belum sempat sarapan tadi." ucap Mondy yang tengah fokus menyetir di sebelah Raya.

"Kenapa gak langsung ke kampusnya dulu sih, Mon? Nanti dari kampus baru cari makanan." balas Raya seperti tidak tertarik.

"Ya ampun, Ray. Aku belum sarapan loh ini. Kamu tega gitu, gimana kalau nanti aku pingsan gara-gara gak sarapan? Kamu mau tanggung jawab?" tanya Mondy menakut-nakuti Raya.

      Dia hanya bercanda, tapi sepertinya Raya tidak ingin bercanda dengannya.

"Ya udah. Kalau gitu kita pulang lagi aja. Kan aku juga gak niat liat-liat kampus dulu." ujar Raya dengan nada jutek.

"Kamu kenapa sih? Dari kemaren loh kamu kayanya nolak terus kalau aku ajak ketemu, aku ajak jalan. Ada aja alasan kamu." tutur Mondy mulai kesal, tapi berusaha menahannya.

"Aku cuma capek aja. Males juga kemana-mana. Mungkin masih efek baru keluar dari rumah sakit." kata Raya dengan santai, dia mengalihkan pandangannya keluar melalui kaca jendela mobil.

      Mondy berdecak sinis. Alasan yang sama.

"Kamu selalu bilang gitu. Padahal kamu udah baik-baik aja. Lagian, kamu itu udah kelua dari rumah sakit seminggu yang lalu. Dan sebelum keluar dari rumah sakit, dokter sendiri udah bilang kamu udah baik-baik aja, cuma tinggal pemulihan aja. Tapi kenapa belakangan ini kamu kaya ngehindar dari aku?" tanya Mondy melirik Raya dan nada bicara menuntut jawaban yang sebenar-benarnya dari Raya.

      Tapi lagi dan lagi, Raya tidak memperdulikan tuntutannya itu.

"Aku pusing. Aku mau pulang."

       Mondy sangat hafal kata-kata itu. Raya artinya tidak ingin melanjutkan perjalanan mereka lagi ataupun apapun yang tengah mereka bahas.

"Kita udah sepakat mau liat kampus. Masa pulang lagi sih??" tanya Mondy tidak suka perkataan Raya.

"Dari awal kita gak pernah sepakat. Kamu yang memaksa dan mengajak aku keluar ikut kamu. Aku juga udah nolak dari awal. Tapi kamu bersikeras mau tetap pergi. Terus kamu lagi-lagi bahas yang gak penting. Kepala aku jadi pusing, aku mau pulang. Kalau kamu gak mau putar balik ya udah, turunin aku disini dan aku bisa pulang naik taksi." tutur Raya panjang lebar dengan nada ketus.

"Kamu kenapa sih, Ray? Aku udah berusaha untuk gak ngomong ini ke kamu karena aku pikir ini cuma perasaan aku aja. Tapi aku semakin yakin, ini bukan sekedar perasaan aku aja. Kamu emang berubah. Kamu menghindari aku seolah kamu risih sama aku." ungkap Mondy dengan jujur.

"Udah aku bilang kan, aku gak mau bahas yang gak penting. Turunin aku disini kalau emang kamu gak mau anterin aku pulang." desak Raya sudah memegang handle pintu mobil untuk membukanya, tapi tentu saja Mondy menguncinya.

"Kamu bilang ini gak penting? Ray, ini jelas penting. Ini menyangkut hubungan kita." tegas Mondy dengan wajah kesal dan geram. Rasanya ingin memaki sepuasnya sambil menatap wajah Raya, tapi ia tidak bisa lakukan itu karena sedang fokus menyetir.

"Aku bilang aku gak mau bahas itu. Aku mau pulang, Mondy." ujar Raya penuh penekanan.

        Mondy menggeram kesal, mencengkeram roda kemudi dengan sangat kuat. Dan dia memukul kemudinya untuk melampiaskan emosinya. Sampai akhirnya dia menghela nafas berat dan kasar.

"Love Begins With From The Past" (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang