Why You? 🔚

By _veronicha_

494K 20.7K 799

Mereka menikah tanpa didasari oleh cinta. Mereka di satukan karena dijodohkan. Akankah cinta bisa hadir pada... More

Prolog
Why You - 1
Why You - 2
Why You - 3
Why You - 4
Why You - 5
Why You - 6
Why You - 7
Why You - 8
Why You - 9
Why You - 10
Why You - 11
Why You - 12
Why You - 13
Why You - 14
Why You - 15
Why You - 16
Why You - 17
Why You - 18
Why You - 19
Why You - 20
Why You - 21
Why You - 22
Why You - 23
Why You - 24
Why You - 25
Why You - 26
Why You - 27
Why You - 28
Why You - 29
Why You - 30
Why You - 31
Why You - 32
Why You - 33
Why You - 34
Why You - 35
Why You - 36
Why You - 37
Why You - 39
Why You - 40
Why You - 41
Why You - 42
Why You - 43
Why You - 44
Why You - 45
Why You - 46
Why You - 47
Why You - 48
Why You - 49
Epilog

Why You - 38

7.7K 350 25
By _veronicha_


Jeritan Haruna tentu saja mengundang setiap mata berpaling pada mereka. Di sana di depannya, Davian berdiri dengan wajah penuh amarah, sementara Arvon masih berbaring telentang.

"Dasar Davian sialan," umpat Arvon seraya bangkit berdiri. "Hei, sepupu apa masalahmu?" tanyanya santai sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah.

Pukulan Davian bukan sejenis pukulan main-main. Ia tahu jika Davian menggunakan hampir seluruh kekuatan dalam sekali tinju.

"Kau masih bertanya dan detik berikutnya kau tidak akan bernapas!" ancam Davian.

Bukannya marah, Arvon malah tertawa keras, membuat Haruna berjengit heran.

"Seperti kau bisa menghilangkan nyawaku saja, sepupu." ucap Arvon dengan nada mengejek. "Well, aku tidak perlu bertanya kenapa kau tiba-tiba memukulku." dengusnya. "Haru, kemari sebentar, sepertinya urusan kita belum selesai tadi." lanjutnya dengan nada jenaka.

Haruna ingin menyuruh Arvon berhenti. Karena kata-kata Arvon menyebabkan Davian semakin marah. Haruna bisa melihat punggung Davian yang menegang dan lelaki itu bersiap menyerang Arvon kembali.

"DAVIAN!" pekik Haruna. Ia berlari dan memeluk tubuh Davian dari belakang. Perbuatan Haruna tentu membuat gerakan Davian berhenti, tapi malah Arvon yang maju dan menonjok Davian tepat di hidungnya.

"Satu sama, Dav," ejek Arvon.

Tubuh Davian limbung, hampir terjatuh dan menimpa Haruna, namun Arvon dengan gerakan cepat meraih tangan Haruna menariknya kuat dan mendorong Davian sampai sepupunya itu terjatuh.

"Ar, aku mohon," Haruna menatap Arvon dengan tatapan memohon.

"Tenang saja, dia tidak akan mati hanya mendapatkan beberapa pukulan dariku," Arvon tersenyum dan kembali menyerang Davian.

Tapi bukan Davian namanya jika mudah mengalah. Ia juga kembali menyerang Arvon.

Haruna malah sampai menangis. Ia bersyukur karena beberapa lelaki di sana menarik keduanya menjauh.

"Lepaskan aku!" desis Davian pada dua orang lelaki yang memegang lengannya. Dengan kasar ia meronta dan berjalan menuju Haruna. "Ayo, pulang!"

"Davian, lukamu. Luka Arvon," kata Haruna. Ia kelabakan. Antara ingin membantu Davian atau Arvon.

"Dia bisa mengurus diri sendiri," Davian meraih lengan Haruna dan membawa gadis itu menuju mobilnya.

"Tapi..."

"Dasar sepupu kejam. Kau mau meninggalkan aku setelah memukulku," ucap Arvon. Ia mengekori Davian dan Haruna.

"Kau ingin aku tinju lagi!" desis Davian kasar, sementara Haruna merasa was-was.

"Kita bukan anak kecil lagi, sepupu," ucap Arvon santai seolah kejadian tadi hanya sebuah permainan antar anak kecil. Dengan cepat ia masuk ke bangku belakang mobil, duduk tenang sambil bersidekap dada dan memejamkan mata.

Davian mendengus keras, "kau yang menyulutku." ia mendorong Haruna masuk ke dalam mobil. Lalu ia ikut masuk dan mengemudi meninggalkan taman kota.

Orang-orang yang tadi berkerumun melihat aksi pukul memukul keduanya sekarang memilih bubar dan kembali pada kegiatan masing-masing.

.

.

.

"Davian, duduklah. Aku akan mengobati memarmu," ucap Haruna saat ia menemukan Davian yang duduk di kursi balkon kamar mereka.

Davian tidak menjawab. Ia hanya diam bahkan ketika Haruna membersihkan memar di wajahnya dengan alkohol.

Tadi setelah menghindari rapat terakhir, ia berniat menjemput Haruna. Namun Joana berkata bahwa Haruna sudah pulang.

Jadi ia menelepon Lusy untuk menanyakan sekaligus memastikan keberadaan Haruna yang ternyata belum berada di rumah.

Segera saja ia menghubungi orangnya untuk melacak keberadaan Haruna.

Gadis itu nyatanya sedang berada di sebuah kafe bersama seorang perempuan, sepertinya teman barunya. Ia berniat menyusul Haruna, tapi ia malah bertemu dengan Viona.

Kekasihnya itu berpamitan untuk menghadiri acara peragaan busana di London. Jadinya ia menemani Viona ke bandara. Sebenarnya ia enggan, tapi Viona memaksa.

Setelah mengantar Viona, Davian langsung menuju ke taman kota, karena menurut informasi yang ia terima bahwa Haruna sedang menuju ke taman.

Tapi saat ia sampai, matanya membola besar ketika melihat Arvon juga di sana dan...  Mencium Haruna. Arvon sialan. Berengsek.

Tanpa menunggu ia menarik Arvon menjauhi Haruna dan memukul sepupunya itu dengan kuat.

"Sudah selesai," Davian tersentak mendengar suara Haruna.

Ia memperhatikan gadis itu yang sedang membereskan kotak obat di atas meja. Ia terus menatap Haruna bahkan saat gadis itu juga balik menatapnya.

"Seharusnya kau..., eh maksudku, kalian tidak perlu saling memukul seperti tadi," ujar Haruna.

"Dan membiarkan Arvon menciummu!" ucap Davian kasar.

Haruna menghela napas pelan, "Arvon hanya mencium pipiku, Davian. Bukankah itu wajar?"

Awalnya Haruna juga heran saat Arvon tiba-tiba mencium pipinya, dekat dengan sudut bibirnya. Jika dari pandangan orang lain, mereka terlihat seperti sedang berciuman. Dan Davian salah sangka.

"Kau istriku dan hanya aku yang boleh menyentuhmu!" ucap Davian tegas.

Sementara Haruna mengernyit bingung. Ada apa lagi dengan si sulung Jade ini. Akhir-akhir ini Davian memang bertingkah aneh, emm, seperti sedikit lebih memperhatikan dirinya.

Yang namanya Davian tetap Davian, walaupun perhatian tetap saja caranya salah dan memaksa.

"Kau sedang sakit?" tanya Haruna pada akhirnya.

"Kau menyindirku!? Tentu saja pukulan dari si bodoh itu menyakitkan!" jawab Davian.

"Bukan itu yang aku maksud. Otakmu yang sedang sakit," ujar Haruna.

Davian mendelik tersinggung, "iya otakku memang sakit, itu karena kau!"

Haruna menjerit kaget, karena Davian tiba-tiba menariknya dan mendudukan Haruna di pangkuannya.

"Dav," Haruna langsung menoleh ke atas, ke arah mata Davian. Wajahnya merah pada saat merasakan milik Davian tepat di bawahnya.

"Dia juga sakit," bisik Davian.

Haruna membeku, tidak mampu bergerak. Jangankan untuk bergerak, mengeluarkan sepatah kata saja rasanya sangat sulit. Apalagi saat Davian menarik pinggangnya semakin mendekat, menyebabkan dirinya menekan Davian lebih kuat.

"Entah mulai kapan, tapi dia selalu seperti ini ketika berada di dekatmu, tapi di sini," Davian membawa tangan Haruna menuju dadanya. Meletakkan tangan mungil gadis itu di sana. "Di sini lebih sakit saat kau di sentuh lelaki lain."

Haruna tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ia hanya menatap tangannya yang tepat berada di dada Davian. Ia bisa merasa degup jantung lelaki itu. Dadanya naik turun akibat napas teraturnya.

Davian mengangkat dagu Haruna. Namun gadis itu enggan menatapnya. Ia tahu jika Haruna malu. Dalam hati Davian tertawa melihat wajah Haruna yang memerah, bahkan telinga dan lehernya juga ikutan memerah.

Ia mengelus pipi Haruna, memperhatikan dengan saksama wajah gadis itu. Sementara Haruna mengeliat tidak nyaman, ia berharap bisa menghindari situasi seperti ini, tapi sepertinya Davian berkeinginan berbeda.

"Emm, Davian. Bisa kau lepaskan aku," pinta Haruna pelan. Ia gugup setengah mati dan ingin segera menghindar, berlari ke kamarnya.

"Aku rasanya tidak asing dengan wajahmu," ujar Davian. Lelaki itu tidak memberi tanggapan dari permintaan Haruna. "Rasanya dulu sekali, ketika aku masih kecil. Namun semuanya buram, Haru. Tapi wajahmu...," ia merangkum kedua sisi pipi Haruna dan membawanya mendekat. "Wajah yang aku rindukan." bisiknya.

Wajah Haruna merona ralat memanas. Perlakukan Davian membuatnya malu serta gugup. Lidahnya kelu di tambah jantungnya seperti sehabis berlari maraton. Berdetak di atas normal yang membuat dadanya ikut sakit.

Haruna tidak mampu berbicara, ia hanya menggigit bibir dan menatap rahang Davian. Karena ia tidak akan sanggup bersitatap langsung dengan mata lelaki itu.

Tapi Davian seolah tidak mengerti situasi, ia malah mengangkat wajah Haruna lebih tinggi, mencari fokus mata istrinya. Istrinya? Apa Davian sudah mengakui Haruna sebagai istrinya? Entahlah. Hanya saja ia ingin memiliki Haruna hanya untuk dirinya sendiri.

"Kau mendengarkan aku, Haru?" tanya Davian setelah mata mereka bertemu.

Haruna hanya mengangguk. Ia ingin membuka mulutnya, tapi tak ada satu patah kata pun terucap. Dan ia kembali mengigit bibirnya.

"Bisa kau hentikan itu?" tanya Davian. "Mengigit bibirmu."

Haruna bingung tapi tetap mengigit bibirnya.

"Astaga, Haruna. Kau... Kau..." Davian kehilangan kata-kata. Matanya hanya fokus pada bibir Haruna yang kemerahan karena di gigit dan itu membuatnya memanas. Sesuatu dalam dirinya membuncah, sesuatu yang tidak bisa ia tahan lebih lama.

Dengan segala kesabaran, ia meraih bibir Haruna dalam sebuah ciuman lembut panjang dan basah.

TBC

Jangan lupa vote, komen & share ya...  💜💜

Continue Reading

You'll Also Like

5.8M 281K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...
SCH2 By xwayyyy

General Fiction

133K 18.4K 48
hanya fiksi! baca aja kalo mau
839K 31.5K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
My sekretaris (21+) By L

General Fiction

340K 3.3K 22
Penghibur untuk boss sendiri! _ Sheerin Gabriella Gavin Mahendra