"Lo lucu kalau salting gitu."
Demi apa ini Aldo? Astaga. Sesak nafas nih. Ambulans tolong.
"Apaan sih? Udah, udah. Serius nih," sahut Kinara berusaha menahan senyumnya lagi.
"Seriusnya nanti ya. Kalau kamu udah siap," lanjut Aldo lagi dengan lembutnya membuat Kinara tersenyum heran.
"Kalau udah selesai, gue pulang," kata Kinara beranjak dari duduknya dan berniat untuk pergi. Namun tangannya dicekal oleh Aldo. Aldo menahannya.
"Oke, oke. Jangan pulang dong. Kita latihan lagi. Kali ini serius," bujuk Aldo sambil menuntun Kinara agar kembali duduk.
Mereka pun kembali berlatih. Dengan kesepakatan, kalau Aldo bercanda lagi, Kinara akan pulang dan tidak mau berbicara lagi dengannya.
"Besok latihan lagi gak?" tanya Aldo sambil meletakkan gitar di pojok ruangan.
"Terserah sih. Tapi tadi udah lumayan. Latihannya 1 hari sebelum tampil aja," jawab Kinara yang ikut merapikan tasnya.
Aldo mengangguk setuju. Setelah semua beres, mereka pun keluar dari ruangan OSIS. Hari ini memang tidak terlalu melelahkan. Tapi, hari yang paling melelahkan itu pasti 1 hari sebelum tampil. Persiapan panggung, dan lainnya. Melelahkan.
"Oh, iya, nyokap gue hari ini tiba-tiba pergi jadi acara makan malemnya gak jadi," ucap Aldo saat mereka tengah menyusuri koridor.
"Oh, ya udah, gue titip salam aja." Aldo mengangguk kecil.
"Lo udah dijemput?" tanya Aldo kemudian.
"Kak Didit gak bisa jemput," jawab Kinara tanpa menoleh.
"Kalau gitu, gue anter aja," tawar Aldo sambil berjapan mundur di hadapan Kinara. Dengan kata lain ia menghadang jalan Kinara.
"Apaan sih? Gak usah kali. Gue bisa naik ojek, kok," jawab Kinara sambil mendorong Aldo ke samping agar jalannya tidak terhalangi.
"Gak apa-apa. Dari pada lo pulang sendiri," lanjut Aldo berusaha membujuk Kinara agar mau pulang bersamanya.
"Gue gak sendiri. Gue sama tukang ojek," jawab Kinara lagi datar masih dengan pandangan yang lurus ke depan.
"Dari pada ditemenin sama tukang ojek, mendingan ditemenin gue," celetuk Aldo lagi membuat Kinara menoleh membalas tatapan Aldo.
"Dari pada ditemenin sama lo, mending gue sendiri," sahut Kinara lagi sambil mengembalikan tatapannya ke arah depan.
"Lo masih marah ya sama gue karena tadi? Gue kan cuman bercanda, Kin." Aldo kini benar-benar menghadang Kinara tanpa mundur sedikitpun membuat Kinara menabrak dada bidang Aldo.
"AWW!" Kinara mengelus hidungnya yang menabrak dada bidang Aldo.
"Hidung lo merah. Sakit ya?" Tanya Aldo cemas namun Kinara menepis tangan Aldo yang ingin menyentuh hidungnya.
"Gak usah modus!" Sahut Kinara ketus dengan tangannya yang terus mengelus hidung.
"Gue anter aja ya." Tawar Aldo lagi.
"Gak ada hubungannya. Yang sakit hidung. Bukan kaki." Ujar Kinara membuat Aldo bepikir lagi. "Ya iya. Bego amat gue."
"Awas! Minggir!" Kinara mendorong Aldo agar menepi dan membiarkan dia lewat. Namun, bukan Aldo kalau dia menyerah.
Aldo langsung menghampiri Kinara lagi, dan menghadang jalannya. Tanpa aba-aba dia langsung menggandeng tangan Kinara dan masuk ke dalam mobilnya.
Kinara yang pasrah pun langsung mengikuti langkah Aldo. Anak itu emang susah bangte buat ditolak kalau udah punya kemauan.
"Lain kali lo rese kayak tadi lagi, gue beneran marah," ancam Kinara tanpa menoleh ke arah Aldo yang masih fokus menyetir.
"Berarti kalau sekarang gak marah, kan?"
"Ya, marah."
"Masa? Lo gak cocok cemberut. Lebih bagus senyum," kata Aldo sembari mengacak-acak kecil puncak kepala Kinara tanpa menoleh. Membuat Kinara menatap Aldo tak percaya.
"Sejak kapan ini anak bisa sweet kayak gini. Sok lembut. Sok manis. Modus," gumam Kinara dalam hatinya sambil menatap Aldo jengkel walaupun ada rasa senang bercampur yang entah datang dari mana.
"Jangan lihatin gue terus. Tapi, kalau lo suka, gue tanggung jawab kok," lanjutnya membuat Kinara mengalihkan pandangannya.
☆☆☆
Sesampainya di rumah, Kinara langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia tidak menemui Mamanya di ruang tengah. Itu berarti Mamanya ada di kamar, atau mungkin sedang keluar.
Kinara langsung menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidur. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya menatap langit-langit kamarnya. Dengan secara tiba-tiba juga, terlintas wajah Aldo di otak Kinara.
"Dih! Kenapa jadi muka dia sih? Ya ampun. Udah gak bener ini otak gue. Kayaknya kecapean deh." Kinara menggeleng-gelengkan kepalanya berharap bayangan Aldo hilang.
Ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, dan melaksanakan ritual mandinya. Ia sengaja berlama-lama di kamar mandi. Aroma sabun yang menenangkan membuat Kinara sedikit lupa akan kesibukannya.
Mengingat besok masih ada ujian, Kinara mulai mempercepat ritual pengeringan rambutnya. Ia beranjak dari meja rias ke meja belajarnya.
Kinara mulai mengeluarkan buku pelajaran yang berkaitan dengan mata pelajaran ujian besok. Ia mulai membaca catatan, mengerjakan soal-soal, dan juga membuat beberapa rangkuman.
Di tengah belajarnya, ponsel Kinara berdering. Kinara berusaha untuk sebisa mungkin tidak memperdulikan ponselnya yang masih sibuk berdering. Ia masih berusaha fokus pada catatan yang sedang dibacanya.
"ARGH! Siapa sih?" Kinara mengambil ponselnya yang ada di atas tempat tidur dengan kasar. Ia menatap nama yang tertera di layar ponsel, membuatnya menghela nafas panjang. Debi. Mau ngapain coba, kan?
Karena tidak ingin berurusan panjang, ia pun mengangkat telepon itu. Tanpa disadari, ia sudah cukup lama menghabiskan waktu di telepon sampai ia lupa kalau ia sedang belajar.
"Udah dulu, gue sampe lupa lagi belajar nih," katanya setelah itu, ia mematikan telepon setelah mendapat persetujuan dari sang penelepon.
Baru ia ingin melanjutkam belajarnya, terdengar teriakan dari depan pintu kamar yang menyuruhnya untuk segera makan.
"Huh. Ada-ada aja, kalau mau belajar, ada aja gangguannya. Kalau lagi gabut, boro-boro begini," gerutunya sembari melangkah dengan kesal keluar dari kamar.
"Kinara makan di kamar aja, ya. Mau belajar," kata Kinara sambil mengambil beberapa lauk dan sayur ke piringnya.
"Gaya lo mau belajar. Sampe atas main hp," sahut Kak Didit mencibir.
"Ish. Apaan sih?! Sok tau!" balasnya sembari menjulurkan lidah kepada kakaknya. Setelah itu, ia mencium pipi Mamanya, barulah ia naik ke kamarnya lagi dengan sepiring nasi beserta lauk dan sayur di tangannya.
Setelah meletakkan nasi di samping buku-bukunya, Kinara beranjak ke arah meja rias untuk mengambil karet rambutnya. Bersamaan dengan rambutnya yang sudah terikat dengan sempurna, ponsel Kinara berbunyi. Notifikasi pesan masuk membuat Kinara beralih mengambil ponselnya.
"Ada-ada aja. Kalau orang mau belajar, cobaannya berat. Inilah, itulah," gerutunya kesal.
JONATHANAEL:
Kin. Makanan kesukaan Debi apa?
"Ini lagi satu. Dikata gue emaknya? Lagi ujian bukannya belajar, malah nanyain beginian. Sedih amat jadi gue," kesalnya karena ternyata, notifikasi itu berasal dari orang yang tidak penting.
KinaraZevanya:
Lo tanya aja sama emaknya.
JONATHANAEL:
Gak asik amat lo.
Aku kan maluuu..
Nanti kalau calon mertua langsung suka sama aku gimana?
Kan aku seneng....
Nanti kalau aku seneng, aku bahagia gimana?
"Ya Tuhannnnnnnn....." kesalnya lagi ketika membaca balasan pesan dari Jojo yang sama sekali tidak berfaedah.
JONATHANAEL:
Kin
Jangan dibaca doang
Dibales kali
Gue butuh jawaban
Bukan cewek doang yang butuh jawaban
Gue juga butuh jawaban, Kin
Aku tuh gak bisa digantungin kayak gini
"TUHAN. APA DOSAKU, SAMPAI-SAMPAI AKU HARUS MEMILIKI TEMAN SEPERTI INI???" Kinara frustasi. Ia menengadah ke langit-langit kamarnya sembari menahan umpatan yang sudah hampir keluar dari mulutnya.
"Wait? Temen? Emang dia temen gue?" lanjutnya lagi meralat omongannya.
KinaraZevanya:
Jo, lo ganggu gue lagi, gue sunat lo!
JONATHANAEL:
Astaga, Kin
Lo mainnya gak lucu sumpah
Gue cuman nanya doang, kok
Gak mengancam hidup lo
KinaraZevanya:
Lo bales lagi, gue sunat beneran besok!
Dan, lihatlah, tidak ada lagi balasan dari Jojo. Ancaman Kinara berfungsi. Walaupun Kinara tahu Jojo pasti akan berpikir Kinara hanya bercanda. Lagi pula, mana mungkin Kinara berani. OGAH!
Merasa sudah tenang, Kinara melanjutkan kembali belajarnya yang sudah tertunda berkali-kali hanya dengan hal yang tidak penting.
"Jam 11? Ah elah. Cepet banget sih. Kalau gue gak tidur, gue gak bisa bangun pagi. Kalau gue tidur, gue belum belajar semuanya. Ah elah." Kinara bingung. Namun akhirnya, ia memutuskan untuk pergi tidur. Ia juga tidak bisa memaksa matanya untuk tetap terbuka. Bagaimanapun, otaknya juga pasti butuh istirahat setelah menampung begitu banyak materi.
"Selesai ujian, gue hapus semua ini materi. Menuh-menuhin memori otak gue aja. Gak tau apa, memori otak gue kan gak gede. Kalau kepenuhan, lemot gue entar," lanjutnya lagi sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
____________________________________
Jangan lupa bintangnyaaa
Buat yang belum follow, yuk difollow.
❤✌❤