THEA

By TifaIndah

8.2K 2K 1.5K

Maaf sedang Hiatus :) Cerita ini khusus untuk orang-orang berselera humor tinggi nan retceh! Mari saling memb... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Kenalan biar sayang
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 23
Bab 24

Bab 22

161 33 48
By TifaIndah

Hallo masih ada yang stay nungguin Thea update? Semoga ada ya. Bilang ada dong, biar aku seneng. Happy reading ya :)

"Dan untuk yang kesekian kalinya, dia buat hati kamu patah lagi. Yang padahal kemarin sudah susah payah kamu perbaiki."

Udah vote? Cuss meluncur!

***

"Serius kepala lo udah gak papa?"

Rio mengamati bagian dahi Bintang yang ada bekas luka jahitannya. Kemarin-kemarin sering ngeluh pusing, makanya ketika Rio melihat Bintang menyetir mobil jadi sedikit khawatir.

"Ini tuh liburan, masa gue cuman di rumah doang. Gila lo! Lagian gue kan dapet bonus uang jajan tambahan dari papi karena gue peringkatnya naik, masa uangnya mau ditimbun," oceh Bintang dengan logat kesombongannya.

Rio memicing. "Yaelah naik dari yang paling bawah jadi yang kelima dari bawah doang! Sombong amat!"

"Mau jajan gak? Lo rese kalo laper gini bro, galak amat elah," cibir Bintang diselingi tawaan pelan.

Mata Bintang melihat pangkalan Martabak yang sedang dijejali pengunjung. Biasanya kalau penjual yang dagangannya selalu ramai itu jualannya enak. Dan, Bintang menganut persepsi itu, makanya ia memberhentikan mobilnya.

"Martabak Wagelasih." Terdengar suara Rio yang langsung membaca papan spanduk yang ada di depan gerobak.

"Turun yuk," ajak Bintang sambil mengambil ancang-ancang memegangi pintu mobil.

Rio mengamati sebentar kondisi sekitarnya, suara riuh bersahutan dari banyak pemilik mulut yang mulai kehabisan kesabarannya. Kebetulan semua bangku sudah diduduki oleh pengunjung, dua pria tampan ini sampai kebingungan mau duduk di mana.

"Bukannya ini gang kompleks rumah Thea ya?" tanya Rio sembari mengingat-ngingat lagi.

Bintang menyahut, "Emang iya. Lo tunggu di sini dulu ya, gue mau beli minum tuh di super market." Jari Bintang menunjuk sebuah ruko yang berada tepat di seberang jalan.

Tanpa menunggu jawaban dari Rio, Bintang nyelonong pergi dari situ.

Tangan Bintang meraih gagang pintu kaca super market, lalu menariknya sampai menimbulkan bunyi decitan. Dari tempat ia berdiri sekarang, matanya langsung menangkap gadis biasa bertubuh mungil dengan sikap tengilnya yang hobi jahil. Bintang benar-benar merasa semesta sedang berpihak padanya.

"Thea," panggil Bintang sambil melambai-lambai.

***

"ENGGAK! Gue bilang enggak ya enggak! Lo paham bahasa gue gak sih? Balikin sepeda gue!" amuk Thea ketika Bintang ngotot minta diajarin naik sepeda. Sekarang Bintang malahan sudah nangkring di atas sepeda Thea.

"Ajarin bentar ya Te, pliss." Tangan Bintang saling bertautan seperti sang pelayan yang sedang memohon ampun pada rajanya.

Meski sudah diteriaki, dicaci maki, sampai disuruh pergi, Bintang masih teguh sama pendiriannya. Bintang berusaha mulai mengayuh pedal sambil menyeimbangkan sepeda.

Lho kok tiba-tiba rame sih martabak mang Uchil. Padahal tadi sepi. Emang berapa lama gue di dalem super market?

"Bintang," ucap Thea dengan intonasi yang dilembut-lembutkan. Sekarang tangannya direntangkan ke udara, berusaha menahan Bintang supaya berhenti dan turun dari sepedanya.

"Ya? Kenapa Te?" tanya Bintang sok polos.

"Turun ya dari sepeda gue. Gue kepanasan nih." Tangan Thea sengaja dikibas-kibaskan di dekat lehernya.

"Gue traktir martabak wagelasih deh," tawar Bintang mengangkat-angkatkan kedua alisnya.

Thea menyedot yogurt yang tadi dibelinya. Lalu setelahnya ia menggoyang-goyangkan stang sepedanya. Biar sekalian Bintang jatuh terus koma.

"WOY! LAMA-LAMA GUE NIKAHIN NIH LO BERDUA!" Dari seberang jalan Rio teriak-teriak tidak jelas melihat pertengkaran Thea dan Bintang.

"Wah, gue setuju banget tuh. Yuk Te, ke KUA." Mata Bintang berbinar-binar sedangkan Thea memandang jijik Bintang.

Seketika Bintang merubuhkan sepeda Thea. Tanpa permisi ia menggamit lengan Thea dan menyebrang jalan menemui Rio.

"Lepasin! Gue mau pulang woy!" hardik Thea sambil mendelik.

"Yuk Yo, ke KUA. Beli martabaknya nanti kapan-kapan aja kalo udah mampu ya Yo."

Rio menangkup kedua matanya dengan satu telapak tangannya. Tidak habis pikir sama Bintang yang dengan begonya menanggapi ucapannya dengan serius.

"Rio, tolongin gue dari alien ini plis. Gue mau pulang," lirih Thea yang sudah kehabisan tenaga karena baru saja tenaganya terkuras banyak untuk meneriaki Bintang.

Melihat itu, Rio menjadi merasa kasihan. Bintang bisa jadi senyebelin itu ternyata. Bintang yang sekarang bukan Bintang yang dulu lagi. Yang sekadar bertemu saja tidak berani, sekarang malah berani nyeret Thea dengan genggamannya yang erat.

"Lepasin Tang, kasihan Thea mau pulang." Tangan Rio melepaskan cekalan Bintang dari tangan Thea.

Buru-buru Thea langsung berlari menyebrangi jalan, mengambil sepedanya dan langsung pulang.

"Gue cuman kangen Yo," jelasnya sambil menundukkan kepalanya.

"Gue paham, tapi gak gitu caranya. Lo pernah cerita kalo Thea mau temenan sama lo kan? Lo mulai dari situ dulu Tang, jangan terlalu buru-buru. Buat Thea nyaman dulu, rubah dunianya. Lo buat diri lo jadi tokoh utama di ceritanya, buat Thea gak bisa jauh dari lo. Kalo cara lo yang kaya tadi itu salah besar Tang," papar Rio seraya mengusap punggung lebar Bintang.

***

Thea memasang earphone di telinganya lalu merebahkan tubuhnya. Percaya, bahwa sebentar lagi Adrian akan menelpon. Namun, mendadak Thea tersenyum kecut ketika melihat WhatsApp si doi tiba-tiba offline. Tanpa pamit atau sekadar membalas pesannya yang terakhir.

Kalau Adrian menghilang begini, rasanya dunianya sepi kembali. Seperti dulu lagi. Bedanya kalau dulu sampai bisa dengar bisingnya suara-suara isi kepala.

Tok tok ....

"Te, udah tidur?" Suara Ayah dari balik pintu.

Tanpa beranjak Thea hanya menyahut, "Belum. Kenapa Yah?"

Roni membuka pintu, tapi hanya setengah. Bahkan hanya kepalanya saja yang melongok masuk. "Ada temen kamu di bawah."

"Siapa? Isna? Yuni? Atau Ayu?"

Ayahnya langsung menggeleng, membuat Thea langsung berpikir kira-kira siapa gerangan?

"Mau turun gak? Kalo enggak, nanti Ayah bisa bilang kalo kamu udah tidur," usul sang Ayah karena memang sekarang sudah malam.

Thea menuruni anak tangga dengan lari tergopoh-gopoh. Nihil, matanya tak menemukan satu orang pun di ruang tamu. Kelewat penasaran, Thea melanjutkan langkahnya menuju pintu. Telinganya mulai mendengar suara-suara orang yang sedang mengobrol.

Kenapa rasanya seperti sangat familiar itu suara di telinga gue.

"Lho, kalian berdua. Ngapain?" Thea membelalak saat menemukan dua anak manusia berbeda gender ini sedang duduk santai di kursi teras.

"Isna? Ngapain lo pake masker? Pantes aja Ayah gue gak ngenalin lo," desis Thea yang langsung dihadiahi cengiran tak berdosa temannya.

Isna berdiri sambil melepas maskernya. Dan dengan bar-barnya ia melangkah maju mendekati Thea dan langsung mengguncang-guncang bahunya.

"Te, gue bingung harus mulai dari mana. Gue ke sini cuma karna pengin lihat Uchil tapi gak ketahuan." Isna memberi jeda sebentar, ia menerawang ke atas. "Gue ke sini pake ojol, makanya gue pake masker."

Tunggu sebentar! Ini sebenarnya Isna lagi bahas soal siapa? Thea mengerutkan dahinya, belum paham ke arah mana Isna mengajaknya berbicara. Ditambah lagi ada pemandangan lain yang minta diperhatikan. Lewat ekor matanya, Thea melirik Bintang yang masih setia duduk di sana. Ini orang-orang kenapa jadi aneh begini sih?

"Trus, kenapa ada Bintang di situ?" Tunjuk Thea  tidak suka. Wajar lah Thea masih kesal dengan tingkah laku Bintang siang tadi.

"Kebetulan aja dia ada di sini. Te, sumpah deh, gue beneran kayaknya suka sama Uchil," tutur Isna dengan ekspresi blushing.

"Uchil itu siapa gue gak kenal. Lo baru putus sama Supra lagian cepet amat sih nemu gebetannya," geram Thea.

Isna menyentil jidat Thea. "Yeee gue kan bukan lo! Itu si penjual martabak wagelasih, Te. Yang siang tadi gue makan di situ dibayarin sama lo."

"Haa? Lo cinlok sama penjual martabak itu?" Bukan suara Thea, tapi Bintang yang juga ikut terbawa ke perbincangan ini.

Sembari tersenyum-senyum tidak jelas, Isna mengangguk mantap. "Sumpah gue dari tadi siang chat-an sama dia. Terus gue nyaman."

"Oh pantesan yang beli pada ngamuk karena si Uchil ngelayaninnya sambil bales chat dari lo." Lagi-lagi Bintang yang menyahut.

"Tuh kan Te, dia prioritasin gue banget padahal baru kenal," sarkas Isna menyombongkan dirinya.

Mendadak Isna menarik lengan Thea tanpa aba-aba. Thea belum pernah melihat Isna sebringas itu. Padahal biasanya ia lebih terkesan kalem-kalem saja kalau jatuh cinta. Sama Supra juga gitu, bahkan sampai mereka putus pun Isna masih bersikap sewajarnya. Sedih pun ada porsinya. Lah ini?

"Mau ke mana Na?" tanya Thea sambil berusaha melepas cekalan Isna

"Mau ke Uchil lah, mau ketemuan. Malem ini gue nginep di rumah lo ya."

"Terus kenapa gue juga ikut? Gak sudi lah nanti jadi obat nyamuk di sana," tolak Thea mentah-mentah.

Isna memasang wajah cemberut, kecewa dengan jawaban Thea. Menurutnya kalau ada Thea ia jadi tidak terlalu grogi pas ketemu Mang Uchil nanti.

"Nasib gue jadi tamu di rumah ini gimana woy?" tanya Bintang yang sejak tadi tak terlalu dihiraukan kehadirannya

"Lo malem-malem ke sini mau ngapain?" Thea balik tanya.

"Lo berpikir kalo gue beneran suka sama lo ya?"

Isna mengerjap-ngerjap mendengar ocehan keduanya. Sekarang ia malah merasa jadi obat nyamuk di keributan rumah tangga orang lain.

"Ish! Apa peduli gue sama lo! Bukan urusan gue!" teriak Thea, berang.

Bintang maju mendekati keduanya. "Tuh kan, lo beneran berpikiran kalo gue suka sama lo. Geer sih lo, jadinya kaya gini kan."

"Te, sebenernya ada apa sih?" Isna angkat bicara karena keduanya sama-sama tak memberikan secercah kesimpulan.

"Dia mikir kalo gue suka sama dia."

"Dia mikir kalo gue percaya dia suka sama gue."

Isna semakin frustasi saat keduanya mengucapkan kalimat secara bersamaan.

"Te, kalo ada yang suka sama lo harusnya bersyukur dong. Dan buat Kak Bintang jangan plin plan dong, kalo suka ya tinggal bilang aja," ucap Isna menengahi. "Lagian kalo ada yang lebih pasti kenapa enggak, dari pada lo nungguin Adrian kan?"

"Jangan bawa-bawa Adrian dong Na. Dia sama Adrian itu beda."

"Bedanya? Emang Adrian itu bukan manusia ya? Apa dia salah satu ikan cupang peliharaan lo?"

"Heh, kok lo kepo! Sana balik! Enak aja bilang Adrian itu ikan cupang," gerutu Thea tidak terima.

Tak kuasa mendengar keributan lagi, Isna selaku orang ketiga di situ harus ambil tindakan. Isna menggaruk kepala bagian belakangnya yang tiba-tiba gatal.

"Adrian itu doinya Thea. Sampai sekarang statusnya gitu kan Te?"

Thea manggut-manggut mengiyakan. Ya, karena sampai sekarang Adrian belum juga mengajaknya ke arah yang lebih serius.

"Udah mendingan Kak Bintang pulang dulu ya, Theanya mau gue bawa ke warungnya Uchil."

"Mang Uchil," ralat Thea.

TBC !

***
Duh, udah dulu ya guys. Sampai ketemu di update-an selanjutnya.

Jangan lupa jaga kesehatan, aku ga mau kalian sakit ya :*

Papay, see u and i love u

Salam,
Tress.

Continue Reading

You'll Also Like

477K 5.3K 6
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🀭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.4M 257K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
6.1M 261K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
762K 27.6K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...