THEA

By TifaIndah

8.2K 2K 1.5K

Maaf sedang Hiatus :) Cerita ini khusus untuk orang-orang berselera humor tinggi nan retceh! Mari saling memb... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Kenalan biar sayang
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 22
Bab 23
Bab 24

Bab 21

186 29 39
By TifaIndah

Hallo ada yang nunggu Thea update? Semoga silent readers pada jawab dalam hati masing-masing ya. Aamiin. HAPPY READING, jangan lupa have fun guys.

"Perkara dilema hal sederhana saja bisa jadi sangat membingungkan untuk dijadikan pilihan."

Udah vote? Yuk lanjut!
***

Apa yang pertama kali ada di benak kalian ketika mengingat liburan sudah dimulai? Sebagian besar tentu merasa bahagia, senang karena waktu luangnya itu bisa diisi dengan jalan-jalan. Sama pacar atau keluarganya yang utuh.

Tidak ada murid yang kalau libur itu sedih, ya walaupun liburannya cuma jadi kaum rebahan. Seperti Thea, meski liburan sudah berjalan dari tiga hari yang lalu, yang dilakukan Thea hanya liburan ke lima tempat yang itu-itu saja. Pertama, tentu kamarnya, kedua kamar mandi, ketiga ruang keluarga, keempat dapur, dan yang kelima tempat yang paling jauh adalah halaman rumahnya.

"HUUAAAA ...." Thea menggelinjang di balik selimut hangatnya. Meski jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih, gadis yang jarang mandi ini masih setia menempel dengan kasurnya. Ketika libur gaya magnet kasur menjadi maha dahsyat.

Untungnya sekarang ia memiliki teman online yang bisa mengusir rasa bosannya. Sudah berasa seperti memiliki seorang pacar, Thea beruntung mengenal Adrian.  Kadang persoalan perasaan sulit sekali dijelaskan menggunakan kata-kata. Belum pernah melihat wujud asli Adrian, tapi pesan-pesannya sudah mampu membuatnya nyaman.

Thea menyabut kabel charger ponselnya yang semalaman ia sambungkan. Tanpa berniat beranjak dari kasurnya, Thea menyalakan sambungan datanya sembari mengubah posisinya menjadi tengkurap.

Drtt ... drtt ... drrttt ....

Serentetan notifikasi dari berbagai akun media sosial Thea. Namun kali ini grup WhatsApp dengan title 'Wong Ayu' yang dihuni oleh ketiga sahabatnya dan dirinya, menjadi alasan utama ponselnya tidak berhenti bergetar.

Wong Ayu

Yuni : Guee gabut huaaa

Yuni : Sepi bener kayak hati Thea

Yuni : Hayu jalan. Gila lu pada liburan cuma jadi kaum rebahan!

Isna : Apa sih Yun? Pagi-pagi juga udah ngeluh. Dikasih miskin lu baru nyaho.

Yuni : Kuy jalan

Isna : Gue lagi patah hati baru putus dari Supra, trus lu ngajakin gue buat seneng-seneng? Gila lu! Gak punya hati

Thea : Cie mak comblangnya sekarang jomblo cieee

Ayu : Nah, pas banget nih. Berhubung Isna lagi sedih, kita makan dibayarin sama Thea

Thea : Heh! Heh! Kalo ngomong Bissmillah dulu kenapa sih. Apa urusannya sama gue woy!

Yuni : Si Isna kan temen lu juga. Gila Na, lu gak dianggap temen sama dia, jangan liatin pr mtk lagi serius

Thea : Tau gang kompleks rumah gue? Di deket pertigaan ada tukang martabak mantap waagelasihh. Kalian tunggu di situ, pas gue ke situ kalian gada, gue balik!

Yuni : Deal

Isna : Deal

Ayu : Deal

Thea mengusap-usap dadanya sembari mendecak pasrah. "Sabar, demi pr mtk."

Jadi teman Isna adalah sebuah anugrah dari Tuhan, ia sudah seperti jawaban -jawaban soal essay. Isi otaknya sederas air terjun perawan kalau enggak salah.

***

Thea sengaja melambatkan kayuhan sepedanya, sadar akan jarak rumahnya dengan pangkalan Mang Ucil yang terlalu dekat. Berbanding terbalik dengan jarak rumah teman-temannya. Meski ia melakukan ritual mandinya selama satu jam, Thea tetap yakin kalau teman-temannya tidak akan secepat geledek yang bisa begitu saja nyamber pohon.

Dari jarak kurang lebih lima meter, mata Thea sudah melihat pangkalan Mang Ucil yang tidak satu pun dihuni oleh kendaraan. Thea mendengus, tebakannya benar-benar tidak meleset. Temannya memang juara kalau urusan ngaret. 

"Mang ucil, gada nampak kawan-kawanku tak?" tanya Thea dari samping gerobak.

"Kamu emang punya kawan?" balas Mang Ucil balik nanya.

"Alaa kawanku banyak, Mang Ucil tak nampak ke ...."

"Ngomongnya bisa biasa aja Te?"

"Ooooooo ya bisa lah. Kalem bisa diatur Mang, aku barusan abis nonton Upin&Ipin. Trus kayaknya bahasanya nular deh Mang." Thea menggaruk alisnya yang tiba-tiba gatal.

Thea menilik ke meja-meja di dalam pangkalan, kosong. Tak berpenghuni, kecuali itu semut yang merayap-rayap di kaki meja.

"Dari tadi sepi?"

Mang Ucil menuangkan minyak goreng di atas wajan khusus martabak sayur. Telinganya masih berfungsi untuk mendengar pertanyaan Thea. Tanpa menoleh, ia menjawab, "Tadi ada tiga cewek pesen martabak manis rasa coklat, tapi sekarang udah pulang, Te."

"Apa jangan-jangan itu temenku ya, Mang?" terka Thea sedikit menyesal karena ia kelamaan mandi tadi.

"Hooh, mereka makan gak bayar. Katanya kamu bakalan ke sini mau bayarin. Ya udah aku percaya aja, kalo gak ke sini juga rumahmu deket kan," jelas Mang Ucil yang kini berbalik menunjukkan cengirannya.

Buru-buru Thea merogoh ponselnya, hendak memastikan.

Wong Ayu

Isna : Gila martabak wagelasih enak banget Te. Yang jualan juga oke lagian gratis juga

Ayu : Makasih lho ya traktirannya

Yuni : Thea baik tencu

"Jadinya semua berapa Mang?"

"Tiga puluh."

"Lho emang harganya berapa Mang?" Thea terkejut karena setahunya harganya lima belas ribu satu.

"Lima belas lah Te, kamu udah langganan lama gak hafal-hafal," gerutu Mang Ucil manambah kebingungan.

"Mang, kan satu lima belas." Mang Ucil mengangguk. "Lima belas kali tiga kan empat puluh lima Mang. Kenapa jadi tiga puluh itu dari mananya?"

Thea semakin dibuat frustasi karena secara tidak langsung otaknya harus bekerja meskipun sedang libur sekolah. Dan itu termasuk kerugian besar.

"Karena yang satunya diskon. Aku dikasih nomor WA si Isna jadi untuk dia gratis."

Thea menganga tidak percaya, lalu ia menepok jidatnya sendiri. Karena hari semakin siang dan cuaca terik sekali, Thea tidak ingin berlama-lama berada di luar ruangan seperti sekarang. Ia pun membayar sesuai keinginan Mang Ucil.

***

Seusai beranjak dari pangkalan Mang Ucil, Thea mampir ke super market kompleks guna menyegarkan panas tubuhnya. Niat hati yang cuma ingin membeli yogurt peach kesukaannya, menjelma menjadi acara keliling-keliling membuang waktu. Hari ini Thea benar-benar mengutuk ketiga temannya yang kurang ajar itu, bisa-bisanya mereka meninggalkannya begitu saja.

"Cari apa dek?" tanya pelayan cowok yang mukanya memberi sepercik kesegaran.

Sang pelayan yang sedari tadi memperhatikan gadis mungil yang mengenakan kaos putih dengan hotpan, mengitari rak belanjaan tanpa henti akhirnya merasa iba. Takut kalau Thea sedang mencari sesuatu namum tak kunjung ketemu. Ah kalau yang tak kunjung ketemu mah cuma perkara Adrian. Yang lain-lain mah Thea pasti bakalan ketemu.

"Nyari pacar, ada?" Thea menunduk mengamati sandal jepit milik Bi Ratri.

"Di sini gak jual pacar dek. Kalo pacar mah dicari bukan dibeli," papar si pelayan dengan ekspresi menahan sabar.

"Oh, ya udah gak jadi beli deh." Thea berbalik memunggungi sang pelayan. Namun matanya langsung menangkap bagaimana teriknya sinar matahari di luar. Spontan Thea mengangkat kedua lengannya, membayangkan kulit putihnya menjadi gosong karena lupa pake sunblock tadi.

Thea berbalik lagi dengan cengiran domba yang langsung membuat sang pelayan mengerutkan keningnya.

"Kenapa?"

Meski ragu, Thea menunjuk lemari pendingin yang di dalamnya ada yogurt peach yang diinginkannya. "Aku mau beli yogurt Kak."

"Mau diambilin?" tawar si pelayan.

"Enggak usah Kak, Kakak nunggu di kasir aja ya. Aku hobinya dilema, gak tau deh bakal seberapa lama nentuin pilihan mau yang rasa peach atau yang strawbery."

Satu jam lebih Thea berdiri di depan lemari pendingin, sang pelayan pun mulai bosan melihat Thea di situ. Waktu berjalan cepat sekali kalau lagi chatting-an sama Adrian. Bahkan Thea tidak akan sadar kalau ia sudah satu jam lebih ada di sini.

Sampai akhirnya telinga Thea mendengar pintu yang sengaja ditarik untuk dibuka. Thea menoleh dalam hitungan detik. Matanya menangkap cowok yang beberapa hari lalu kepalanya harus dijahit karena menubruk pos satpam. Memorinya kembali mengingat kejadian itu.

"THEAAAAAA!" teriak Bintang sekuat tenaganya. Saat-saat seperti ini Bintang sampai lupa bagaimana cara kerja rem yang padahal sejak tadi sudah dipegangnya.

Thea yang melihat Bintang hilang kendali hanya menangkup mulutnya. Seketika matanya memejam saat suara bentrokan antara sepeda dan tembok berbunyi nyaring. Tubuh Bintang tengkurap dengan kepala mengenai pojok keramik yang cukup tajam.

Darah mengalir di mana-mana, seragam Bintang kini seperti diwarnai merah oleh darahnya sendiri. Untung saja ada Pak Mamo yang dengan sigap membawa Bintang ke rumah sakit.

Setelah kejadian itu, Thea belum menemui Bintang. Bahkan saat Bintang sempat dirawat di rumah sakit, Thea tidak menjenguknya sama sekali. Yang ada di pikiran Thea sekarang adalah takut. Takut kalau Bintang lapor polisi terus nanti Thea dipenjara seumur hidup.

"Thea," panggil Bintang sambil melambai-lambai.

Mendadak kerongkongan Thea sekering gurun, pikirannya berkecamuk.

"Dia ke sini katanya mau beli pacar, udah dikasih tau sih sebenernya kalo pacar itu dicari bukan dibeli. Tapi dia tetep keukeuh ada di sini. Udah sejaman lebih dia berdiri sambil cengar-cengir main hp." Sang pelayan akhirnya meluapkan kekesalannya pada Bintang.

Bintang berjalan mendekati Thea yang sedang membuang muka. Thea menunduk, sampai rambutnya menutupi sebagian wajahnya. Tangan Bintang menyentuh pundak Thea.

"Te?" lirih Bintang

Tak ada respon, Thea masih setia di posisinya.

"Jangan beli pacar lagi ya, kita nyari bareng-bareng kan seru tuh." Kalimat Bintang membuat Thea teringat akan Adrian. Maksudnya Bintang mau bantuin Thea nyari keberadaan Adrian gitu?

"Maafin gue Tang. Lo jangan lapor polisi ya. Sumpah gue niatnya cuma mau jahilin lo, gue gak nyangka aja lo sebego itu. Padahal kaki lo cukup panjang buat berentiin sepeda," ucap Thea berkaca-kaca. Thea merasa sangat bersalah akan hal itu.

"Ya elah, delapan jahitan doang mah kecil Te."

Kan, kalau dekat Bintang emosi Thea langsung meluap-luap. Biasanya kalau seseorang kepalanya luka, orang itu akan amnesia. Thea lebih setuju kalau Bintang amnesia ketimbang Bintang yang sombongnya selangit ini.

"Ajarin gue naik sepeda lagi ya Te."

***
Gimana-gimana? Kalian baik? Aku pengin banget denger kalian ngomong next deh hehe.

Semoga suka sama part ini. Jangan lupa buat penasaran, karena Thea bakal mau apa enggaknya ngajarin Bintang lagi?

Salam,
Tress.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 51.9K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

632K 28.9K 50
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
749K 76.8K 44
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.1M 244K 30
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...