THEA

By TifaIndah

8.2K 2K 1.5K

Maaf sedang Hiatus :) Cerita ini khusus untuk orang-orang berselera humor tinggi nan retceh! Mari saling memb... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Kenalan biar sayang
Bab 6
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24

Bab 7

237 83 38
By TifaIndah

Hallo, selamat membaca bab 7 dari Thea, semoga semuanya suka.

"Aku menyayangimu, aku cuma menginginkan itu. Maaf kalau aku lebih memilih memendamnya. Maaf karena aku membuatmu kebingungan dengan caraku yang salah."

Thea lagi teleponan sama Ian, hehe ....

****

"Hallo,"

Suara berat milik seseorang dari seberang, suara yang kini tengah membuatnya senyum-senyum sendiri. Suara yang tak lain dan tak bukan adalah suara milik Adrian. Seseorang yang baru ia kenal baru-baru ini.

Dari pesan singkat kini merambat ke teleponan. Menurut Thea ini adalah sebuah kemajuan pesat yang nantinya akan membuatnya segera bertemu dengan Adrian.

"Iya Ian."

"Thea."

"Hmm, kenapa?'

"Gimana? Hari lo baik kan?"

Daripada ditanyai "Sudah makan belum?" lebih baik ditanyai pertanyaan itu bukan? Jujur saja, Thea benci sekali pertanyaan basi itu, pertanyaan yang anehnya sampai sekarang laki-laki masih tetap saja mempertanyakannya. Sebagai sesama manusia seharusnya mereka paham, ingin atau tidak tetap saja kita harus makan. Itulah mengapa sampai saat ini Thea menganggap Adrian tidak sama seperti laki-laki lainnya.

"Hari gue baik Yan. Kalo lo?" jawab Thea kembali bertanya balik.

Kalau boleh jujur, suara Adrian kalau ngomong itu merdu sekali. Thea sampai menerka-nerka bagaimana kalau Adrian sampai nyanyi. Akan seindah apa nanti suaranya?

"Selalu baik kalo kita sering bersyukur."

Satu hal lagi yang membuat Adrian begitu memikat, bicaranya yang santai tapi tepat sasaran. Tapi tidak tahu kedepannya akan seperti apa? Apakah sifat Adrian yang satu ini beresiko memunculkan masalah? Kan bisa jadi.

"Emm Alhamdulillah,"

Adrian diam beberapa saat, "Kok Alhamdulillah?"

Thea mengigit selimut sebagai pelampiasan gemasnya, sambil crengas-crenges. "Katanya tadi kudu sering bersyukur."

Lalu mereka diam sama-sama. Entahlah, Thea masih belum berani memecahkan kebekuan ini. Thea tidak ingin menjadi perempuan yang memulai sesuatu duluan. Karena menurutnya, menjadi agresif itu tidak ada dalam DNAnya.
Thea paham jika ia diam saja, pasti Adrian akan bersuara pada akhirnya.

"Te kok diem?"

Benar kan? Adrian memulainya lagi. Padahal ia bisa saja mematikan sambungan teleponnya. Tapi yang terjadi, ia masih kuat bertahan dengan seorang Thea yang keras kepala.

"Terus lomaunya aku ketawa sendiri malem-malem kayak begini Yan?"

"Jangan dong Te,"

"Terus Ian maunya apa?"

"Main tebak-tebakkan mau gak"

Mata Thea berbinar, tak pernah ia merasa sebahagia ini.

"Boleh-boleh," jawab Thea penuh semangat.

***

Dari teras depan rumah Thea, Bintang memandangi jendela yang tertutup rapat dengan lampu yang masih menyala. Lama Bintang berdiri sendiri di sana, entah kenapa tempat itu mendadak jadi nyaman untuk dipijakki.

Ingin rasanya Bintang melihat senyumnya lagi, meski dari jauh. Tapi ia tak punya cukup keberanian, untuk sekadar menyapanya pun Bintang masih enggan.

Bintang terkejut manakala pundaknya ditepuk dari belakang. "Mas, lagi ngapain?"

Pak Mamo yang sedari tadi memperhatikan Bintang berdiri sambil menatap kamar Thea, akhirnya menegurnya. Khawatir kalau Bintang punya niat jahat .

"Liatin langit Pak. Bapak, satpam di sini ya?"

Pak Mamo menggaruk pelipisnya sebentar, lantas mengikuti kegiatan Bintang menatap ke atas, ke kamar Thea lebih tepatnya.

"Kalo liatinnya itu, itu sih bukan langit mas, itu kamarnya Neng Thea. Langit mah tuh," tunjuk Pak Mamo ke arah langit betulan dengan telunjuknya.

Sebelah sudut bibir Bintang tertarik ke atas, seperti sebuah senyuman miring. "Bapak belum tau aja kalo langit itu ada kembarannya."

Kedua mata Pak Mamo menyipit, "Mas salah minum obat kali."

Bukannya marah akan perkataan Pak Mamo, Bintang justru tertawa renyah. Pak Mamo sampai terheran-heran dengan tingkah Bintang.

"Pak," panggil Bintang tanpa berniat mengalihkan pandangannya dari kamar Thea.

"Hmm," Pak Mamo hanya bergumam pelan.

"Bapak percaya kalo Thea itu kembarannya langit?" tanya Bintang, kali ini pandangannya ia jatuhkan seluruhnya pada Pak Mamo. Mau melihat ekspresi dan reaksi Pak Mamo.

Pak Mamo melongo, ia tidak tahu lagi dengan jalan pikiran anak remaja di depannya. "Kenapa bisa gitu mas? Neng Thea itu manusia mas, buktinya bisa naik sepeda."

"Bagi saya, Thea itu udah seperti langit. Nampak tapi cuma bisa dilihat dari jauh," ungkap Bintang yang langsung dibalas guyonan dari Pak Mamo.

"Segala sesuatu kalo gak diusahain, akan selamanya jauh mas." Pak Mamo merangkul pundak Bintang, berusaha menguatkannya.

Bintang menggigit bibir bawahnya sambil menunduk. Kemudian kepalanya ia angguk-anggukkan pelan, tanda ia mengerti. Mendengar kata-kata Pak Mamo, Bintang jadi sadar kalau selamanya bersembunyi itu tidak baik. Harus ada masa yang membuatnya punya keberanian menampakkan diri di depan Thea. Mungkin masanya adalah sekarang.

"Pak, mau gak bantuin saya?" pinta Bintang dengan sotot mata sendu.

"Selagi mampu, InsyaAllah Bapak bantu mas," jawab Pak Mamo enteng.

Cowok jangkung itu lantas berbalik, membuka pintu mobil untuk mengambil sesuatu. Sebuah kantung plastik berisi ikan cupang yang baru ia beli sore tadi. Di tangan kirinya, Bintang menggenggam sebuah cokelat.

"Pak, kasih ini ke Thea ya." Bintang menyerahkan kedua benda berbeda bentuk itu pada Pak Mamo.

"Ikan?" tanya Pak Mamo sambil menunjuk kantung plastik berisi air dengan satu ikan cupang di dalamnya

Bintang tersenyum sejenak, "Katanya Thea suka ikan cupang ya Pak," Jeda sebentar, Bintang mengambil secarik kertas yang sudah ada tulisan tangannya dari mobilnya. "Bapak gak usah ngomong ini dari siapa, karena jawabannya ada di surat ini ya."

"Ngasihnya kapan nih mas?"

"Kapan-kapan kalo sempet," celetuk Bintang jengah. "Ya sekarang lah Pak."

Pak Mamo celingak- celinguk seperti sedang mencari seauatu di tanah. Beliau cari kerikil ternyata. Dahi Bintang berkerut, belum paham dengan rencana Pak Mamo. Ketika Pak Mamo mulai mengambil ancang-ancang yang pas untuk melempar kerikilnya, Bintang beringsut dari tempat semula ia berdiri. Lagi-lagi ia bersembunyi.

Pletak!

Bunyi kerikil yang menabrak kaca jendela Thea. Tak lama sang tuan keluar dengan membuka jendelanya. Baru saja Thea hendak bersuara, tapi Pak Mamo langsung memberinya instruksi supaya jangan ngomong. Thea kembali menutup jendela kamarnya.

"Kenapa sih Pak? Ada apa?" tanya Thea dengan napas terengah akibat berlarian untuk sampai ke sini.

Pak Mamo nyengir, "Ada hadiah Neng. Neng Thea suka kan kalo dikasih hadiah?"

Mata Thea seketika berbinar.

"Wahh ya suka lah pak. Mana sini hadiahnya." Thea menyodorkan tangannya. "Pak Mamo baik deh."

"Hadiahnya bukan dari Bapak, Neng. Nih baca sendiri aja ya di dalem," titah Pak Mamo sambil menyerahkan benda titipan Bintang itu.

***
Hallo kaliannya aku. Jumpa lagi dengan author yang plin plan ini.
Semoga suka ya, jangan lupa buat voment.
Dadah.

Salam,
Tress.

Continue Reading

You'll Also Like

RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 222K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
412K 29.8K 26
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
6.3M 179K 57
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
3.2M 263K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...