THEA

By TifaIndah

8.2K 2K 1.5K

Maaf sedang Hiatus :) Cerita ini khusus untuk orang-orang berselera humor tinggi nan retceh! Mari saling memb... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Kenalan biar sayang
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24

Bab 6

254 87 31
By TifaIndah

Selamat membaca Thea bab 6, ayo kasih vote yang banyak ya. Ohiya gaes, mari berdoa buat silent readers, biar cepet-cepet punya uang buat beli kuota.

"Jangan terlalu cepat luluh, kita perempuan harus tetap jadi pemberontak supaya enggak diinjak-injak."


***

"Duh mana sih tukang ojeknya, mana udah siang lagi."

Seperti yang diperintahkan oleh Ayahnya, besok paginya Thea berniat menaiki ojek untuk sampai ke sekolah. Namun sayangnya, ojek langganan Bi Ratri belum juga nonggol meski sudah sesiang ini. Alasan kenapa Ayahnya tidak mengantarnya ke sekolah adalah, karena arah sekolah dengan rumah sakit tempatnya bekerja itu berlawanan arah.

Dari arah kejauhan terdengar suara deru motor nyaring, spontan Thea langsung menutup kedua telinganya karena dianggap terlalu bising. Tak disangka motor harley itu berhenti tepat di depan ia berdiri.

Motornya Rio? Tapi kok kayak bukan Rio ya? Lebih besar badannya.

Thea masih membisu sembari mengira-ngira siapa orang yang ada di depannya. Di satu sisi ia yakin sekali ini motor yang sama yang hari lalu dikenakan Rio, bahkan Thea sempat menaikinya meski cuma dibonceng Rio. Sang pengemudi motor juga tak kalah mengunci mulutnya, sampai akhirnya cuma ada keheningan di sana.

"Rio? Eh apa bukan sih?" Thea akhirnya angkat suara, ya dari pada di sini sampai siang.

Cowok itu hanya mengangguk.

Tumben, biasanya kan tuh cowok satu bawelnya ngalahin emak-emak kontrakan. Tapi kok jadi pendiem gini?

"Sepeda gue mana? Gue sampe bingung nih mau ke sekolah tapi gak ada kendaraan," gerutu Thea yang hanya ditanggapi anggukan pelan oleh cowok di depannya.

Thea memicing, emosinya mulai tersulut manakala ucapannya tidak dianggap.

"Naik Te," katanya dengan suara bariton. Thea tersentak mendengar suaranya. Kok suaranya beda.

"Lo beneran Rio?" Pipi tembem Thea seketika mengembung, menahan tawa. "Serius lo Rio?" Tawa Thea akhirnya pecah.

Cowok yang masih nangkring di atas motor itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Jujur saja ia bingung melihat tingkah Thea yang super unik. Cowok yang tak lain adalah Bintang itu mengira penyamarannya akan terbongkar, mengingat dari tadi Thea menatapnya dengan penuh selidik.

"Lo habis makan gorengan sekarung hah? Suara lo bisa berubah gitu haha ...,"

Hampir aja. Batin Bintang.

"Sepeda lo rusak parah, makanya perlu di-opname," seru Bintang mengalihkan pembicaraan.

Thea menerawang ke atas, ia ingat betul kemarin sepedanya hanya rusak di bagian rantenya saja. Pikirannya bercabang memikirkan segala kemungkinan buruk mengenai sepeda kesayangannya.

"Mau sampe kapan buang waktunya?" ucap Bintang lagi-lagi mengagetkan Thea. "Udah siang nih Te."

Thea mengusap wajahnya dengan kasar sambil sesekali mengucek matanya yang kemasukan debu. Bintang sengaja melajukan motornya cepat, mengingat matahari sudah keluar dari persembunyiannya yang menandakan pagi telah berganti siang. Sejak tadi Bintang memperhatikan Thea dari spion, melihat mulut Thea yang tiba-tiba berdecak sampai bibirnya yang ia manyunkan. Kelihatan sekali Thea sedang merasa kebingungan bercampur cemas dalam satu waktu. Sungguh pemandangan paling menyejukkan bagi Bintang.

Untunglah perempuan yang sedang Bintang hadapi adalah Thea, perempuan yang meski  suka mengeluh tapi tetap tangguh. Bahkan ia jarang sekali meminta bantuan kepada orang lain. Thea menggantungkan dirinya pada diri sendiri, karena memang semenjak kepergian Bundanya, Thea diajarkan mandiri oleh Ayahnya. Di pikiran Thea, kalau ia bergantung pada orang lain hidupnya akan bertambah sulit, apalagi jika orang yang membuat Thea menggantungkan hidupnya itu pergi. Thea tidak ingin kecewa karena orang lain kecuali pada dirinya sendiri.

Thea berdecak lagi saat debu dengan tidak sopannya memasuki matanya lagi. Tangan yang sejak tadi berpegangan pada bahu Bintang, ia lepaskan satu untuk mengucek matanya yang dilanjutkan dengan mengsuap wajahnya kasar. Sejak tadi kegiatan Thea cuma itu, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Ditambah lagi Thea tidak suka jika ia harus terjebak dalam situasi hening seperti sekarang.

Entah mengapa Thea merasa Rio yang sekarang berbeda dengan Rio yang kemarin. Dari postur badannya yang lebih tinggi dan besar, apalagi suaranya.

"Mikirin apa Te?" tanya Bintang dengan keberanian yang selama ini ia latih.

Bibir Thea dimanyunkan sebentar, "Emm, gue mikirin lo," jawab Thea jujur. Spontan jantung Bintang berdegup tak beraturan lagi.

Bintang mencoba menerka, "Gue kenapa?"

"Beda aja, gue liat lo tapi kayak bukan lo. Kenapa ya Yo?"

"Gue lebih keren, gitu kan maksud lo?"

Satu pukulan mendarat di punggung Bintang, meski tidak sakit tapi karena kaget motor yang sedang ia kendari mendadak jadi oleng. Bintang mengerem mendadak sampai-sampai tubuh Thea menubruk tubuh Bintang, seperti hendak memeluknya dari belakang.

"Eh apaan si lo!" pekik Thea tidak terima. "Modus banget."

Jujur saja Bintang risih dirinya dipanggil dengan nama Rio, ia ingin mendengar namanya disebut oleh mulutnya yang mungil itu.

Sesampainya di sekolah, Thea meninggalkan Bintang tanpa pamit. Marah kali ya. Tapi Bintang tak mau ambil pusing, berhasil menyita waktu Thea saja itu sudah Alhamdulillah banget. Bintang melepas helm yang ia kenakan, disisirnya pelan rambutnya menggunakan jemari tangannya.  Ia memperhatikan wajahnya yang tampak berseri-seri dari spion. Setelah kejadian ini ia sadar, bahwa dekat dengan Thea itu jauh lebih membahagiakan dari sekedar melihat senyumnya dari kejauhan.

"Gimana? Thea curiga gak?" Seketika Bintang menoleh ke belakang, matanya langsung mendapati sosok Rio di sana.

Bintang tersenyum lebar, "Rencana berjalan mulus Yo. Gue gak nyangka Thea sepolos itu," sahutnya.

"Thea emang cewek yang unik Tang, sikapnya yang lugu dan kekanak-kanakan membuat orang-orang di sekitarnya nyaman kalo di dekatnya." Rio melirik sebentar ke arah Bintang yang sedang menyimak. "Udah gitu dia gak bisa bohong, siapa pun orangnya yang nanya dia bakal jawab jujur," sambung Rio sembari merangkul pundak Bintang.

"Gue bakal coba untuk deketin dia Yo."

***

Jam pelajaran kesukaan Thea adalah ketika jam kosong. Tuhan sedang berbaik hati pada anak-anak kelas 10 Ips 4, mengingat guru mapel Sejarah izin tidak masuk. Satu kelas berhamburan keluar tak terkecuali Thea and the geng.

"Kaki lo gimana Te?" ucap Isna membuka suara.

Thea langsung merespon, "Udah mendingan kok. Gue soto gak pake daun bawang ya Yun."

"Kalo Adrian gimana?"

Thea tertegun, senyumnya kembali menghiasi wajahnya.  "Gak gimana-gimana." Thea menggaruk tengkuk belakangnya, mulai salah tingkah.

Yuni duduk di sebelah Thea setelah selesai memesan. "Maksudnya, lo suka enggak dodol? Gitu kan Na?" sambung Yuni langsung nyolot

Cepat-cepat Thea membuang muka. Ia tidak mau dicecar terus oleh Yuni kalau ia menjawab satu pertanyaan sentimen itu.

Bosan menunggu pesanannya tidak jadi-jadi akhirnya Yuni berniat mengusili Thea. "Te, kalo Adrian nembak lo, lo terima apa kagak?"

Bulu mata Thea berkedip-kedip, kebingungan. Anjay gue jawab apaan dah.

"Hmm," Thea hanya bergumam. Ia tidak mau salah pilih kata.

Brughh!

Yuni menggebrak meja sembari tertawa lepas. Lagi-lagi Thea menyadari kalau ia baru saja salah memilih kata lagi.

Mata Thea menyipit, "Kenapa sih Yun?"

Yuni langsung terdiam. Mengamati wajah Thea yang tampak santai-santai saja. "Lo gak berharap lebih kan sama si Adrian?" Tatapan Yuni langsung mengintimidasi.

Jengah melihat tingkah kawan absurdnya yang makin hari makin aneh itu, Thea mengalihkan fokus matanya ke layar gawainya. Lekuk sabit mengembang di bibir mungilnya, maniknya mendapati sebuah WhatsApp dari seseorang yang semalam menyita waktu tidurnya. Baru kali ini Thea lupa akan kehadiran teman-teman di sekitarnya hanya karena satu pesan singkat.

Adrian : Pagi Te, semoga hari lo baik

Akan selalu baik kalau setiap pagi dapat ucapan seperti itu dari doi. Ada yang sama? Mata Thea berbinar ketika membuka pesan itu. Lantas dengan cepat jemarinya mengetikkan sebuah balasan.

Thea Callistha: Pagi Ian, jangan lupa bahagia

Ayu yang sedari tadi bungkam karena sibuk dengan ponselnya, akhirnya bersuara. "Thea? Lo gak lagi kesambet kan?"

Bukannya menjawab pertanyaan Ayu, Thea malah larut dalam pikirannya mengenai Adrian. Adrian mulai menguasai pikirannya, dan sebentar lagi nama Adrian akan mendominasi setiap sudut di hatinya.

"Cie dikacangin, gue dari tadi juga dikacangin anjir." Yuni nyolot lagi.

Isna membuang napas sembari membenahi duduknya. "Biarin lagi jatuh cinta, jangan diganggu."

Sungguh demi apapun, Thea tidak menggubris omongan teman-temannya, padahal telinganya mendengarkan. Serius gue jatuh cinta sama Adrian? Masa iya sih?

Cinta tanpa tatap muka apakah ada? Cinta itu yang seperti apa ya? Pikiran Thea ke mana-mana, ia mulai bingung sendiri dengan perasaannya.

Tak lama Adrian kembali membalas.

Adrian : Bahagia gue? Siapa ya? Kalo lo jadi alasan  bahagia gue mau?

Thea teriak histeris sambil menendang-nendang angin. Sontak ketiga temannya langsung menghadiahinya tatapan tajam. Lagian malu-maluin ngajak-ngajak.

"Gila nih anak," geram Yuni sambil menyentuh jidat Thea dengan punggung tangannya. "Ih beneran panas gaes."

Ditepis kencang tangan Yuni dari wajahnya, Thea tidak ingin bahagianya rusak cuma gara-gara temannya tidak mau mengerti. Bukan apa-apa, bukan berniat mau melupakan ketiga sabhabatnya. Bukan begitu. Tapi momen langka seperti ini tidak boleh dilewatkan, kalau tabungan penyesalan tidak mau bertambah banyak.

Thea Callistha : Jangan jadi satu di antara. Kita sama-sama membahagiakan, baru gue mau


Gantengnya bang Bintang haha

***
Yeeeee, ada yang baper?
Mau konflik gak? Mau dong harus. Nanti, tunggu aja ya
Hallo pembaca baik aku, semoga bahagia selalu
See u
Salam,
Tress.

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.4M 257K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
765K 27.9K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
621K 45.9K 30
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
352K 43.5K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...