"Love Begins With From The Pa...

By LiiTaRiii

139K 6.1K 875

New Deskripsi Ini sebenarnya cerita ke-2 aku di Wattpad. Tapi aku nobatkan menjadi cerita ke-1 aku di Wat... More

Perkenalan Tokoh
☆ Ramon ☆ "Chapter 1" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 2" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 3" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 4" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 5" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 6" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 7" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 8" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 9" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 10" ☆
☆ •••"Attention please"••• ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 11" ☆
☆ Ramon "Chapter 12" ☆
☆ ..."All Cast"... ☆
☆ Ramon "Chapter 13" ☆
☆ Ramon "Chapter 14" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 15" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 16" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 17" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 18" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 19" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 20" ☆
☆ Ramon ☆ "Chapter 21" ☆
☆ Ramon "Chapter 22" ☆
☆Ramon☆"Chapter 23"☆
♥Ramon "Chapter 24"♥
♥Ramon "Chapter 26" ♥
♥Ramon "Chapter 27"♥
♥Ramon "Chapter 28"♥
♥Ramon "Chapter 29"♥
♥Ramon "Chapter 30"♥
♥Ramon "Chapter 31"♥
♥Ramon "Chapter 32"♥
♥Ramon "Chapter 33"♥
♥Ramon "Chapter 34"♥
♥Ramon "Chapter 35"♥
♥Ramon "Chapter 36"♥
♥Ramon "Chapter 37♥
♥ Ramon "Chapter 38"♥
♥ Ramon "Chapter 39" ♥
♥Ramon "Chapter 40"♥
♥Ramon "Chapter 41"♥
♥Ramon "Chapter 42"♥
♥Ramon "Chapter 43"♥
♥Ramon "Chapter 44"♥
♥Ramon "Chapter 45"♥
♥Ramon "Chapter 46"♥
♥Ramon "Chapter 47"♥
♥Ramon "Chapter 48♥

♥Ramon "Chapter 25"♥

1.4K 102 26
By LiiTaRiii

Tiba-tiba pintu ruang rawat Mondy terbuka.

"Assalamualaikum."

Raya dan Mondy menoleh bersamaan ke pintu. Dan yang mereka lihat adalah wajah menyebalkan milik Iyan.

"Lo lagi. Kedatangan lo bikin gue tambah sakit aja." celetuk Mondy yang membuat Raya mencubit lengannya pelan.

"Aww, sakit sayang." keluh Mondy dengan wajah cemberut.

"Abisnya kamu tu. Udah sakit masih aja belagu gitu. Masih untung ada yang mau jengukin." ucap Raya kesal.

"Ya kan aku cuma bercanda." balas Mondy dengan santai.

"Weis jadi berantem nih. Gara-gara gue yak?" tanya Iyan dengan polosnya.

"Iya lah." jawab Mondy cepat dan santai.

"Hehe sorry nih kalau kedatangan gue mengganggu kalian..." Iyan mendadak jadi terlihat lebih serius hari ini.

"Kenapa lo?" tanya Mondy curiga "Gak biasanya lo pasang tampang kaya gitu." lanjutnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Gue....bawa seseorang nih kesini." Iyan melihat ke arah pintu masuk.

Dan saat itu juga satu orang lagi masuk ke dalam ruangan mereka.

"Sepupu lo?" tanya Mondy dengan santai dan cuek saat ia melihat Alva yang masuk.

"Ho'oh. Si Alvabet ini dateng ke rumah, ehh pas banget guenya mau jenguk lo. Dia minta ikut deh." jawab Iyan menjelaskan.

"Sendiri kan?" tanya Raya tiba-tiba dan pertanyaan itu ditujukan untuk Alva yang masih diam saja.

"Ahh heem, gue?" tanya Alva gugup seperti orang punya salah.

"Iya, lo. Lo sendirikan dateng kesini?" tanya Raya lagi memperjelas.

"Gak la. Gue kan berdua sama si Iyan." jawab Alva sambil menoyor kepala Iyan.

"Santai dong.." kesal Iyan sambil mengusap kepalanya.

"Maksud gue, lo gak bawa 'dia' kan?" tanya Raya.

Alva mengerutkan keningnya tanda berpikir.

"Dia? Dia maksud lo? Luna?" tanya Alva tidak paham.

"Iyalah." jawab Raya sambil memutar bola matanya malas.

"Oh. Gak kok tenang aja. Gue gak bawa dia. Kebetulan gue juga lagi males ngeliat muka duanya itu. Makanya tadi gue ke rumah Iyan, niatnya mau nginep sekalian. Bosen gue di appartement." jawab Alva menjelaskan.

Cowok itu berjalan mendekati sofa dan langsung duduk disana.

"Gue numpang duduk ya. Capek gue, dari kantor belum ada istirahat." curhat Alva dengan wajah lelahnya.

"Kok bisa? Emang lo segitu sibuknya?" tanya Mondy ikutan tertarik dengan topik yang akan Alva curahkan.

"Gak sih. Gue sampe apartement gue langsung dihadapkan dengan perdebatan gak berfaedah sama si muka dua itu." jawab Alva dengan tenang.

"Debatin apa bro si muka banyak itu?" tanya Iyan menyusul duduk di sebelah Alva.

"Biasa. Dia masih keukeh buat dapetin Mondy. Gak tau deh urat malunya ketinggalan dimana. Atau mungkin dulu pas ada pembagian urat malu dia gak dateng lagi. Bosen banget gue sama tu cewek." jawab Alva sambil mengusap wajahnya frustasi.

"Gue kasian sih liat lo, Al. Tapi kalau tu cewek dilepasin gitu sama lo, entar dia gangguin gue lagi seenaknya. Ya walaupun gue gak terlalu tau hubungan gue sama dia itu dulunya gimana. Tapi ngeliat nyokap yang benci banget sama dia, gue juga jadi risih." ujar Mondy dengan jujur.

"Ya sih. Gue ngerti. Gue juga pastinya risih kalau ada cewek yang dibenci orang tua gue, terutama nyokap. Tapi dia malah nempelin gue terus. Pastilah gue pengen kirim dia ke pluto." ucap Alva dengan santai.

"Gue gak ngerti sih maksudnya apa. Tapi kenapa Luna harus diserahin ke Alva gitu? Bukannya ada Aldi ya?" tanya Raya tidak paham.

"Ini idenya siapa sih aku juga lupa, yang. Tapi ya udahlah. Alva juga bisa handle semuanya." jawab Mondy dengan santai.

"Tapi kalau Luna malah jadi beban dan nyusain Alva, aku gak enak lah sama Alva. Apalagi Alva ngelibatin Luna di perusahaan. Nanti kalau Luna ngerugiin perusahaan Alva gimana?" tanya Raya tidak setuju.

"Tenang aja. Gue gak masalah bantuin kalian kok. Gue juga seneng punya mainan baru." Alva yang menjawab dengan senyuman licik.

"Mainan? Jadi lo suka mainin cewek?" tanya Raya tidak suka.

"Asal lo tau ya, Ray. Alva ini adalah salah satu spesies cowok yang wajib banget lo hindarin dan jauhin. Karena, dia ini gak pernah mau serius dan berkomitmen sama cewek. Kerjanya cuma buat cewek bertekuk lutut sama dia, terus dihancurin dan disingkirkan sejauh-jauhnya." Iyan menjawab dengan gaya mendramatisir keadaan.

Raya yang mendengar itu mendadak jadi ilfeel sama Alva. Dia mengernyit tidak suka dan dengan terang-terangan memundurkan tubuhnya seolah menjauh, padahal posisi mereka memang sudah jauh.

"Eh, tusuk gigi. Gue gak kaya gitu ke semua cewek kali. Gue kaya gitu ke cewek yang emang pantes dapet perlakuan kaya gitu. Ya kali, cewek sebaik dan setulus Raya ini gue perlakuin kaya gitu. Bisa kena karma tujuh turunan gue." Alva merevisi ucapan Iyan saat melihat reaksi Raya itu.

"Ya tapi tetep aja. Lo itu wajib dihindari." Iyan tetap pada pemikirannya.

"Gak wajib juga kali. Kaya gitu seolah-olah gue itu orang yang punya penyakit menular lewat kedekatan." Alva mendengus kesal.

"Udah udah. Kalian itu kesini sebenarnya mau ngapain sih? Jengukin gue atau debat malam?" tanya Mondy dengan sindiran halus.

"Gue sih pengen jengukin lo, Mon. Tadinya pengen ngajak yang lain, tapi takutnya mereka gak mau soalnya udah malem gini." jawab Iyan.

"Oh iya, lo kok tumben gak sama Melly kesini?" tanya Raya heran.

"Gue lagi berantem nih sama dia." jawab Iyan dengan wajah nelangsa.

"Kenapa lagi kalian? Perasaan berantem udah kaya disuruh minum obat aja, rutin banget." celetuk Mondy heran.

"Ya dia iri sama Kila Ifan. Pengen juga dilamar, tunangan. Tapi gimana caranya tunangan, kalau nyokapnya aja nyinyir banget sama gue." jawab Iyan curhat.

"Melly pengen tunangan juga?" tanya Raya kaget.

"Iyalah. Satu-satunya pasangan yang gak pengen melangkah lebih serius itu kalian, padahal keluarga udah setuju semua." ucap Iyan menyindir Raya dan Mondy.

Raya dan Mondy saling pandang.
"Bukannya gak pengen kali. Kita belum siap aja." Mondy menjawab dengan santai.

"Ya belum siap sih belum siap. Tapi kalau cuma tunangan kan gak harus nunggu usia kalian matang atau kalian berdua sama-sama mapan. Nih, gue ya kalau keluarga udah sama-sama sreg, pengen aja gue langsung lamar bebeb gue. Gue sih yakin banget, kalau Tuhan gak ngirimin kita jodoh setiap hari, tapi Tuhan sudah menyiapkan jodoh kita bahkan sebelum kita lahir. Jadi, gue gak mau nyia-nyiain jodoh yang udah Tuhan siapin buat gue." Iyan jadi begitu bijak saat membahas masa depan seperti ini.

Kata-kata Iyan berhasil membuat Raya dan Mondy diam-diam saling berpikir keras.

*****

Raya mengendarai mobilnya pagi ini. Dia berniat untuk bertemu dengan sepupunya.

Tiba-tiba handphone pintarnya berbunyi. Membuatnya harus mengalihkan fokus dari jalanan.

"Duuuhh siapa sih??" gumam Raya dengan kesal.

Sebelum deringan itu berakhir, Raya menepikan mobilnya untuk mengangkat telefon.

Nasya's calling

"Si Nasya ngapain sih pake nelfon segala. Udah dibilangin gue lagi otw.." gerutu Raya lalu menggeser icon hijau.

"Halo. Assalamualaikum." sapa Raya saat telefon itu terhubung.

"........."

"Iya ini juga gue lagi di jalan. Gak sabar banget sih lo ketemu gue." ucap Raya dengan kesal.

"........."

"Iya, Sya iya. Gue otw ini." Raya hampir saja menyumpahi Nasya dengan pedas.

"......"

"Gue tau lo sibuk. Lo pikir gue gak sibuk. Udahlah gue tutup telfonnya. Kalau lo gangguin gue terus, kapan gue sampenya."

"......."

"Iya oke bye, assalamulaikum." Raya menutup telefon itu secara sepihak.

Setelah meletakkan handphonenya kembali dalam tas, Raya melajukan mobilnya lagi.

Namun, belum jauh melaju, Raya sudah diganggu oleh hama-hama jalanan lagi.

"Aduuhh siapa lagi sihh." ingin saja Raya menancap gas dengan full, tapi sayang ini jalan umum bukan sirkuit.

Kaca mobilnya digedor-gedor oleh hama jalanan itu. Maksudnya adalah anak geng motor.

"Kayanya anak geng deh. Tapi geng apa? Kok gue gak pernah liat ya.." Raya masih sempat-sempatnya menebak-nebak. Padahal situasi sudah tidak kondusif lagi.

"Apaan sih???!!" hampir saja dia banting stir agar menyerempet orang yang memepet mobilnya itu.

"Adduh mati gue. Itu banyak banget lagi. Kalau cuma satu gue bisa kali ngelawan. Ini sekampung. Gak bisa inimah." dumelan Raya mulai terdengar panik.

Sreeetttt

Terpaksa dia menginjak rem mendadak karena ada salah satu anak geng yang menghadang mobilnya.

"Ahh sial. Salah gue apaan coba." Raya memukul stirnya kesal.

"WOY KELUAR LO!!!" jendela mobilnya digedor dari luar.

"Santai dong. Mahal nih.." balas Raya dengan kesal. Detik berikutnya dia melepas seatbelt dan keluar dari mobil.

"Apaan sih? Gak sopan banget pake ngehadang jalan orang. Gue buru-buru nih." baru turun Raya langsung ngomel dan menumpahkan kekesalannya.

"Lo pikir gue peduli?" seorang cowok berjalan mendekati Raya dengan wajah sinis.

"Lo siapa sih? Pake ngehadang jalan gue kaya apaan aja. Gue gak kenal sama lo dan temen-temen lo ini." Raya menyandarkan tubuhnya di body mobil. Melipat tangan di dada dan berpose santai.

"Lo mau tau? Gue adik dari orang yang udah dipenjarain sama lo dan temen-temen lo." jawabnya dengan wajah penuh kebencian.

"Maksud lo?" Raya gagal paham. Dan kini dia memasang pose waspada.

"Iya. Alex, ketua geng Black Cobra yang udah kalian semua jeblosin ke penjara. Gue Tony, adiknya." jawab cowok itu.

Seketika Raya langsung paham. Dia mendadak jadi takut sendiri.

"Terus urusannya sama gue apa? Kalian mau balas dendam ke gue?" tanya Raya.

"Pertanyaan lo, itulah jawabannya." ucap Tony kemudian mengkode teman-temannya.

"Eehh kalian mau apa???" Raya panik saat mereka semua mengerubunginya.

"Aaaa tolong!!! To..hmmppp..."

Semuanya berubah gelap saat seseorang membungkam mulutnya dengan sapu tangan. Yang Raya rasakan adalah tubuhnya dibawa seseorang dan dia merasa melayang.

*****

Nasya, gadis cantik dengan rambut sebahu itu tak berhenti mengomel sepanjang koridor rumah sakit.

"Katanya gue disuruh nunggu. Bentar lagi sampai, tapi apa? Gue udah nunggu hampir 2 jam lebih tu anak gak dateng juga. Pasti lagi berduaan sama cowoknya. Bikin iri aja." Nasya berjalan dengan raut wajah bete maksimal.

Nasya sebelumnya sudah pernah bertanya pada Raya tentang Mondy dan dimana dia dirawat. Jadi, agar bisa mengomeli Raya dia memutuskan untuk datang ke rumah sakit.

"Assalamualaikum." tapi Nasya tidak bertingkah bar-bar. Dia tetap punya sopan santun.

"Waalaikumsalam. Lohh? Nasya? Kok kamu kesini?" tanya mama Raya yang ternyata ada di rumah sakit.

"Tante...." Nasya menyalami tantenya itu. Lalu beralih pada mamanya Mondy. Matanya melirik Mondy yang juga tampak sedang menatapnya.

"Kamu sama siapa kesini?" tanya mama Raya sambil menarik Nasya agar duduk di sebelahnya.

"Sendiri, tan. Aku kesini mau nemuin Raya. Soalnya tadi aku tungguin di cafe gak dateng-dateng. Katanya udah di jalan, tapi bisa jadi dia puter balik lagi kesini." jawab Nasya dengan wajah bingung karena tidak menemukan orang yang dia cari.

"Loh? Tapi Raya emang udah pergi. Katanya mau nemuin kamu tuh. Udah 2 jam yang lalu dia pergi. Masa gak ketemu kamu?" perlahan suasana berubah jadi mencekam.

"Hah? Tapi aku nungguin dia, tan. Gak dateng-dateng juga. Aku telfonin gak diangkat." Nasya jadi panik.

"Serius kamu? Coba tante yang telfon deh." mama Raya langsung mengambil hpnya dan men-dial nomor Raya.

Tapi yang menjawab malah operator.

"Gimana, tan?" tanya Nasya cemas.

"Gak aktif." raut wajah mamanya sudah berubah drastis.

"Tan, Raya kenapa?" tanya Mondy ikutan cemas.

"Gak tau, Mon. Ini tante telfon tapi nomornya gak aktif." jawab mama Raya.

"Coba telfon temen-temennya, jeng. Siapa tau Raya ketemu temen-temennya dulu jadi lupa waktu. Dan bisa aja hpnya lowbat." usul mama Mondy.

Tak hanya mama Raya yang coba menelfon teman-teman Raya, tapi Mondy juga menelfon semua teman-temannya.

"Gimana, tan?" tanya Nasya dengan tangan bergetar karena panik.

"Kata Melly dia gak sama Raya. Reva juga bilang gak tau. Tante coba telfon Cindy sama Megan deh." mama Raya baru akan menghubungi Cindy jika saja Mondy tidak mengintrupsi duluan.

"Raya gak sama mereka semua."

Dan seketika ruangan itu menjadi hening dengan wajah ketakutan dan cemas semua orang.

*****

Seorang laki-laki berdiri menghadap hutan yang lebat. Tangannya terselip di dalam saku celana.

Posisinya diam, sampai suara dering hpnya mengintrupsi.

"Halo." ucapnya mengawali pembicaraan.

"........"

"Beres. Dia udah sama gue." jawabnya.

"........"

"Lo tenang aja. Selama abang gue belum bebas dari penjara, gue gak bakal biarin tu cewek balik ke keluarganya." ucapnya.

"........"

"Gue tau lo nyuruh gue nyulik tu cewek supaya dia jauh dari orang yang dia sayang. Tapi tujuan kita itu beda. Gue cuma pengen bales dendam. Gue gak akan nyingkirin tu cewek seperti yang lo mau." seringainya muncul saat dia mengucapkan kalimat itu.

"......"

"Gue licik? Harusnya lo itu belajar jadi licik dulu sebelum bermain sama orang licik."

Dia memutuskan telefon sepihak.

"Gue gak akan nyingkirin dia. Karena dia terlalu berharga untuk disingkirin."

*****

"Mondy, kamu belum sembuh. Jangan kemana-mana. Dokter gak ngijinin kamu banyak gerak, nanti jahitan kamu terbuka lagi." mama Mondy menahan anaknya yang berniat pergi dari rumah sakit.

"Ma, Raya sekarang gak tau kemana. Ini udah sore dan belum ada kabar tentang Raya. Gimana bisa aku baring-baring disini, sementara orang yang aku sayang gak tau keadaannya sekarang gimana." Mondy berusaha melepaskan diri dari dekapan mamanya.

"Mama tau. Tapi tetep aja kamu gak boleh pergi. Udah ada temen-temen kalian yang nyari Raya. Ifan sama Kila juga cari kabar tentang Raya. Papa kamu dan papa Raya juga nyari. Mama mohon kamu tenang dulu. Mama gak mau kamu kaya kemarin lagi. Tolong dengerin mama." air mata mulai menetes di pipi wanita paruh baya itu.

Perlahan tubuh Mondy melemas dan dia terduduk di lantai bersama mamanya.

"Ma, Mondy gak mau kehilangan Raya." lirih Mondy pilu.

Nasya dan mama Raya yang menyaksikan ikut menangis haru.

"Mama tau, nak. Kita semua mau yang terbaik untuk Raya. Mama yakin Raya baik-baik aja sekarang." ibu dan anak itu saling mendekap satu sama lain, menciptakan aura kesedihan yang begitu mengharukan dalam ruangan itu.

*****

Alva tak henti-hentinya mengamati kelakuan cewek yang ada di depannya itu. Dari tadi gadis itu tak berhenti menatap hpnya dan beberapa kali mengumpat. Kadang dia juga seperti menelfon seseorang tapi tidak diangkat.

"Lo kenapa sih? Ngerusak pemandangan gue aja tau gak." ucap Alva dengan bosan.

"Jangan diliatin kalo gitu." balas Luna santai.

"Jangan dilihatin. Gue punya mata kali. Dan lagian lo itu ngapain sibuk banget sama hp lo? Bukannya kerja." Alva menatap tajam Luna yang mengabaikannya.

"Lo dengerin gue ngomong gak sih?!!" tanya Alva meninggikan suaranya.

"Iya gue dengerin. Lagian lo yang kerja kan? Gue kan cuma bawa barang-barang lo aja kalau lo mau pergi. Atau ngambilin lo minum kalo lo haus. Sekarang emang lo mau pergi kemana? Atau lo haus? Mau minum apa?" tanya Luna mulai berani.

"Waah songong ya lo. Gak ada sopan santunnya sama atasan." ucap Alva kesal sendiri.

"Apa sih? Gak bisa ya lo biarin gue santai dikit aja? Gue juga punya bisnis kali." balas Luna ikutan kesal.

"Bisnis? Cewek manja kaya lo yang bikin kopi aja masih gak bisa bedain mana garam mana gula, punya bisnis? Bisnis apaan yang lo punya? Ngetik surat aja gak lulus lo." caci Alva dengan santai.

"Ya wajarlah. Guekan baru lulus SMA. Lagian nih ya, masalah gak bisa bedain mana garam mana gula itu karena tempatnya gak dikasih nama dan gak ada bedanya. jadi bikin gue bingung la." ucap Luna membela diri.

"Kalo lo punya otak, pasti lo bakal kepikiran untuk nyobain dulu. Buat mastiin itu gula apa garam. Berhubung otak lo dipakenya cuma buat nikung orang, jadi gak berguna deh." cibir Alva santai.

"Nikung? Eh gue gak nikung ya." balas Luna tidak terima.

"Gak nikung sih. Tapi Pelakor." sindir Alva cuek.

"Pelakor? Wah lo kalo ngomong gak disaring ya. Menjatuhkan harga diri gue sebagai cewek tau gak."

"Harga diri? Emangnya lo masih punya harga diri? Disaat lo ngegunain segala cara untuk ngerusak kebahagiaan orang lain, lo masih bisa disebut punya harga diri?" Alva mengucapkan itu dengan tatapan menohok.

Luna lantas dibuat terdiam dengan wajah menyiratkan sesuatu.

*****

Seluruh anak klub WS berkumpul di basecamp mereka, kecuali Mondy.

"Jadi gimana? Raya belum ada kabar juga sampe sekarang." ucap Haikal mengawali diskusi mereka.

"Dan kita juga belum bisa lapor polisi. Raya hilang belum 2 kali 24 jam." sambung Cindy benar adanya.

"Menurut kalian siapa yang nyiluk Raya?" tanya Melly dengan nada panik duluan.

"Nyulik? Emang Raya udah pasti diculik?" tanya Otang dengan polosnya.

"Kok lo bego sih. Ya udah jelas ada yang nyulik lah. Emangnya Raya anak kecil yang bisa nyasar apa." kesal Iyan sambil menoyor kepala Otang.

"Ya santai dong, Yan. Gue kan cuma mastiin aja. Siapa tau, Raya ada keperluan mendadak dan gak sempat ngasih tau kita. Bisa aja kan.." ucap Otang membela diri.

"Ya gak bisa lah. Keperluan mendadak apa? Kalau pun dia gak sempat ngasih tau kita, setidaknya dia pasti sempat ngasih tau orang tuanya. Minimal nyokapnya lah. Tapi ini, Raya gak ngasih kabar ke siapa-siapa, hpnya gak aktif. Kemana lagi coba kalau bukan diculik." ucap Oky menjelaskan.

"Tuh dengerin. Makanya kalau punya otak jangan disimpen di kolong tempat tidur." celetuk Iyan ngasal.

"Udah udah. Ini bukan waktunya ngehina orang ataupun bercanda. Kita diskusi gimana cara nemuin Raya dan cari tau siapa yang nyulik Raya." ucap Reva bijak.

"Kalian ada curiga sama seseorang gak?" tanya Megan tiba-tiba.

"Siapa? Gue gak ada sih." jawab Haikal yakin.

"Gue juga. Karena nih ya, Raya itukan bisa fight, jadi feeling gue yang nyulik pasti lebih dari satu orang. Jadi mereka keroyokan, kalau cuma satu orang atau dua orang aja gue yakin Raya masih bisa ngatasin. Apalagi dia bawa mobil, tuh anak jago balap, pasti bisa kabur lah." ucap Iyan menganalisis.

"Iya. Gue setuju. Pasti yang nyulik banyak. Raya bawa mobil dan jago balap. Pasti bisa kabur kecuali dia dikepung." timbal Boy.

"Bener banget." ucap Iyan setuju.

"Jadi pasti yang nyulik Raya itu berkelompok. Menurut kalian siapa?" tanya Oky meminta pendapat.

"Kalau anak Black Cobra gak mungkin. Mereka semua masih ditahan sama polisi." jawab Beni memberikan pendapatnya.

"Terus siapa? Geng yang gak suka sama kita itukan Black Cobra. Kecuali ada geng baru yang dimunculin sama author.." *plakk (Iyan ditabok author).

"Gimana kalau kita telusuri jalan yang dilalui sama Raya pas dia mau ketemuan sama sepupunya itu.." usul Reva.

"Boleh juga. Kalau emang Raya diculik, pasti mobilnya masih ada disana dong. Masa iya penculiknya bawa mobil Raya juga. Itu namanya maling." ucap Cindy.

"Tapi bisa aja. Kan kunci mobilnya pasti ada di mobil. Jadi bisa aja mobilnya ikut dibawa buat ngilangin jejak." sangkal Megan.

"Bener juga sih. Kalau itu mobil dibawa juga, kita gak punya barang bukti buat nelusurin dimana kira-kira Raya." ucap Iyan setuju.

"Dan kalau Raya gak ninggalin jejak, kita harus cari kemana? Jakarta luas cooy.." ucap Oky sedikit frustasi.

"Raya juga belum tentu masih di Jakarta. Bisa aja kan kalau penculiknya bawa Raya keluar Jakarta. Gimana kita mau nyarinya..." tambah Haikal makin membuat yang lain mendesah berat.

"Semua analisis kalian masuk akal. Tapi, kalau kita cuma diem aja disini, itu juga gak menghasilkan apa-apa. Mendingan sekarang kita telusuri jalan yang kira-kira dilalui Raya untuk ketemuan sama sepupunya." ucap Boy.

"Oke. Tanya sama Nasya deh dia janjian ketemuan sama Raya di cafe mana." ujar Iyan pada yang lain.

"Biar gue yang telfon. Kebetulan gue ada nomornya Nasya." sahut Reva dan langsung mengambil hpnya.

Yang lain hanya bisa menunggu dengan wajah cemas.

*****

"Ini bener kan jalan ke cafe Cempaka?" tanya Haikal memastikan pada yang lain saat mereka sedang berhenti di tepi jalan.

"Iyalah. Ada dua jalan lagi dari arah yang berbeda. Kita udah bagi anak-anak tadi untuk nelusurin yang dua lagi. Tapi kalau dari rumah sakit ataupun rumah Raya, ini arah yang kemungkinan besar dilaluin sama Raya." jawab Boy sambil melihat kesana kemari.

"Tapi disini sepi. Masa iya Raya lewat sini?" tanya Cindy kurang yakin.

"Justru itu. Karena disini sepi, bisa jadi si penculik memanfaatkan keadaan ini. Raya mungkin ngehindarin macet dan milih lewat sini. Dan bisa jadi kalau penculiknya itu udah ngikutin Raya dari awal, makanya begitu sampai di tempat sepi langsung dikepung." jawab Iyan dengan analisis supernya.

"Ternyata lo pinter juga ya." ledek Haikal dengan tatapan meremehkan.

"Lo itu terlalu meremehkan gue. Gini-gini gue belajar dari detektif profesional tau." jawab Iyan tidak terima.

"Siapa detektifnya?" tanya Haikal.

"Detektif conan." jawab Iyan dengan bangga.

"Terserah lo daahh." kesal Haikal tidak perduli.

"Eehh guys. Diem dulu deh.... Ituuu-......."

******

Terima kasih,

Penulis

* * * * *

Hayooo itu apa? Tebak rame-rame kuy.

Siapa yang kemaren tebakannya bener tentang orang yang dateng ke ruangan Mondy?

Hehehe, sekarang tebak lagi duungs. Siapa tau anda beruntung.

* * * * *

V&C please....

Continue Reading

You'll Also Like

215K 20.1K 73
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
61K 182 4
FEM HYUCK! KARYAKARSA ONLY! JOROK BANGET! MINOR DNI! MARKHYUCK AREA "Kisah aca dan selingkuhannya, sopir angkot langganan aca ke pasar, abang malik"
178K 28.1K 51
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
947K 77.5K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...