"Hina... tangan kamu kenapa?"
Hina tampak kaget dengan pertanyaan Jaemin dan langsung menyembunyikan tangannya ke belakang punggung. Hina menyimpan pudding yang baru habis setengahnya, lalu menjawab dengan gugup,
"Mmm...a-aku.. aku kena pisau kemarin. Waktu bantuin nenek masak..."
"Kamu 'kan nggak suka masak. Kenapa harus pegang pisau?" tanya Renjun dengan heran sekaligus curiga. Hina tampak lebih gugup kemudian mencoba tersenyum,
"Itu... aku nggak sengaja–"
"Bohong."
Hina langsung berhenti bicara dan menatap Saeron dengan terkejut. Saeron balas menatap Hina dengan tajam,
"Kamu udah bohong, Hina." kata Saeron sekali lagi. Hina masih diam dan menampakan wajah tak suka karena ucapan Saeron.
Hina langsung berdiri dan berniat pergi meninggalkan mereka berlima. Saeron menarik tangan Hina dan membuatnya tersentak,
"Ini urusan aku. Orang lain nggak perlu ikut campur." kata Hina dengan suara yang serak.
"Aku bukan orang lain. Aku temen kamu. Mereka juga temen kamu. Kalau kamu ada masalah, kamu harus cerita, Hina! Jangan disimpen sendiri!" kata Saeron dengan suara yang ditinggikan. Hina langsung menghempaskan tangan Saeron dan berjalan masuk ke dalam rumah,
"Hina..! Kamu masih punya telinga 'kan?! Kalau kamu nggak mau dengerin aku, kamu harus dengerin omongan nenek Gong...!" Saeron berteriak dengan emosi membuat Hina berhenti berjalan.
"Percuma kalau kamu pindah kelas tapi masih ketemu mereka! Apa susahnya pindah ke sekolah aku, Hina? Aku janji bakal jagain kamu! Aku nggak mau ngeliat kamu kayak gini lagi!"
Di kejauhan, Hina ikut berteriak dengan menahan air matanya.
"Aku bilang ini bukan urusan kamu! Kamu nggak usah ikut campur dan ngelibatin mereka berempat! Kamu nggak bakal ngerti, Saeron!"
Brak!
Hina menutup pintu asrama dengan keras, membuat Saeron langsung terdiam.
Haechan, Jeno, Jaemin dan Renjun yang sedari tadi ikut diam, memperhatikan pertengkaran Saeron dan Hina jadi merasa bersalah.
Saeron melirik ke arah samping dan baru sadar kalau keempat anak itu masih ada di sini. Gadis itu menghela nafas berat sambil membersihkan peralatan makan di depannya.
"Ini punya Jeno 'kan? Tempat makannya biar aku cuci dulu. Nanti sore aku balikin ke rumah kamu, sekalian ke rumah kak Yeri dulu..." kata Saeron dengan cuek pura-pura melupakan kejadian barusan.
"Eh? Gapapa kalo nggak dicuci juga. Nanti aja aku cuci di rumah..." kata Jeno sambil meraih kotak makan di tangan Saeron. Saeron mengelak dan membereskan barang lainnya,
"Gapapa. Makasih udah kirim makanan ke sini. Maaf ngerepotin."
Renjun ikut membungkuk dan membantu Saeron beres-beres. Ia lalu bertanya dengan pelan,
"Hina...?"
"Kalian mending pulang aja. Maaf tadi aku sama Hina malah berantem. Soal yang tadi, anggap aja kalian nggak pernah liat."
Saeron menjawab dengan dingin, membuat keempat cowok itu jadi bingung.
Karena nggak mau ngerepotin dan nambah masalah, akhirnya mereka berempat memilih untuk pamit pulang.
"Kalo Saeron sama kak Chaeyoung itu kenal kak Yeri, kenapa mereka nggak kenal aku?!" Haechan yang lagi leyeh-leyeh di atas sofa memasang wajah cemberut saat bertanya pada kakak perempuannya.
Yeri yang sedang santai nonton tv, langsung menghampiri Haechan dan menjitak kepalanya,
"Makanya, kalo ada temen kakak main ke sini, kamu tuh diem di rumah! Jangan mae\in layangan terus! Jadi nggak bisa kakak kenalin 'kan?!" balas Yeri dengan sengit.
Haechan yang tidak bisa menjawab, langsung pura-pura cuek dan kembali main game di ponselnya.
"Permisi...! Permisi...! Kak Yerii...!"
Dari luar pagar, terdengar suara anak perempuan yang manggil-manggil nama Yeri.
"Eh, Chan! Tolong bukain pager dong, kakak–"
Belum selesai Yeri ngomong, gadis itu langsung mendengus sebal. Haechan yang lagi leyeh-leyeh di sofa, malah pura-pura tidur dengan wajah sok manis saat disuruh. Yeri langsung melempar bantal di sofa ke arah muka Haechan, membuat anak itu cengengesan.
"Kalau nggak mau disuruh, bilang aja!" sindir Yeri dengan sebal sambil berlalu membuka pagar.
.
"Oh? mau minjem buku? Ya udah, kamu masuk aja dulu. Tunggu sebentar di ruang tamu, kakak cari dulu bukunya..."
"Eh, iya kak, makasih..."
Yeri mengajak Saeron masuk ke dalam rumah. Saat sampai di depan ruang tamu, Saeron langsung diam seperti patung karena melihat sosok Haechan.
Saeron kaget karena Haechan ada di rumahnya Yeri. Haechan ikut-ikutan menatap Saeron cukup lama. Dan terjadilah adegan pandang-pandangan ala drama korea jilid dua.
"Oh, iya lupa! Kenalin, ini Haechan. Adiknya kak Yeri. Dia emang jarang di rumah, makanya kamu nggak pernah liat..." kata Yeri menjelaskan sambil menepuk-nepuk puncak kepala Haechan.
"Ah...! I-iya, kak..." jawab Saeron dengan gugup.
"Ya udah, kamu tunggu dulu di sini sebentar. Kakak ambil dulu bukunya di kamar."
"Apa liat-liat? Baru sadar aku ganteng kalau lagi tiduran?" tanya Hachan dengan sarkas sambil melirik Saeron yang duduk di depannya. Saeron langsung mengalihkan pandangan dan berdehem pelan.
"Makanya, kalau orang ganteng ngomong tuh dengerin! Ngapain juga aku bohong? Aku tuh emang adiknya kak Yeri!" kata Haechan dengan emosi.
"Tapi nggak ada mirip-miripnya..." Saeron bergumam pelan membalas perkataan Haechan. Haechan langsung bangun dari posisi tiduran dan duduk mendekat ke arah Saeron,
"Ngomong apa barusan?!"
"Nggak ngomong apa-apa..." jawab Saeron sambil memasang tampang polos. Haechan merengut,
"Sekarang mau ngomong nggak?" tanya Haechan mengintimidasi. Saeron memutar bola matanya dengan malas.
"Iya, iya. Maaf!"
"Yang tulus dong bilang maafnya!"
"Iya, Haechan. Maafin aku..." kata Saeron dengan suara yang lebih halus. Haechan tersenyum.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Yeri keluar kamar sambil membawa buku yang Saeron ingin pinjam.
"Nih bukunya. Balikinnya kapan-kapan aja. Kakak udah nggak pake kok..."
"Iya, kak. Makasih..."
"Loh? Itu kamu bawa apa di tas jinjing?"
"Oh, ini? Kotak makan. Tadi abis dikirim pudding sama mommy-nya Jeno. Mau dikembaliin sekarang. Kak Yeri tau rumahnya Jeno dimana?"
"Rumah Jeno? Itu di–"
"Jauh! Biar aku aja yang nganter, kak!"
Haechan yang tiba-tiba menyambar perkataannya, membuat Yeri jadi bingung sendiri. Haechan langsung berbalik badan dan mengedipkan matanya. Yeri yang peka, langsung menganggukan kepalanya tanda mengerti.
"Oh... iya. Rumah Jeno jauh. Jauuhhh... banget. Biar Haechan aja yang nganterin. Dia lagi nganggur ini. Gapapa 'kan?"
Saeron tampak bimbang sambil berpikir. Dia pingin cepat-cepat pulang, dan nggak mau tersesat hanya karena salah alamat saat mencari rumah Jeno. Jadi nggak masalah deh kalo diantar sama Haechan.
"Iya, kak. Gapapa..." jawab Saeron dengan pasrah, membuat Haechan tersenyum senang.
Kalau suka sama ceritanya, jangan lupa kasih bintang~ ^o^