From : Alex
Cepat pergi ke rumah sakit ***. Sakit Mommy kambuh lagi.
"Astaga! Mommy!!!!"
• • • • •
"Dimana Mommy? Bagaimana keadaannya, sekarang?" ucap Lara saat ia sampai di rumah sakit dan bertemu dengan kakaknya yang saat ini tengah duduk di kursi tunggu.
"Dia sedang dalam kritis saat ini. Kata dokter sebenarnya Mommy sudah lama merasakan sakit ini dan dia sengaja menahannya. Dan puncaknya adalah sekarang. Saat kondisinya dalam keadaan yang sangat buruk,” ucap Alex dengan tatapan hampa dan putus asa yang terlihat sekali di wajahnya.
Lara sendiri merasa kakinya lemas saat setelah mendengar penuturan kakaknya itu. Karena rasanya itu tidak mungkin.
Tahun lalu Mommynya dikatakan sudah sembuh dari penyakitnya oleh dokter, tapi kenapa sekarang penyakit itu kembali menyerang Mommynya dan sialnya di saat keluarganya tak memiliki apa pun lagi yang bisa digunakan untuk membayar pengobatan Mommynya. Karena semua uang sisa dan semua barang berharga yang ada sudah digunakan tahun lalu. Untuk pengobatan Mommynya dengan penyakit yang serupa.
Kanker rahim.
Entahlah bagaimana Mommynya bisa mendapat penyakit itu, tapi faktor pernah mengalami keguguran sebelumnya dikatakan dokter sebagai salah satu penyebabnya. Entah bagaimana jelasnya ia sendiri juga tidak begitu mengerti.
Lara rasanya ingin menangis saat itu juga. Mommynya yang selalu memberikan senyumannya sebelum akhirnya ia keluar dari rumah, Mommynya yang selalu membantunya dalam segala hal, kini sedang terbaring lemah di dalam sana dan dirinya tak bisa melakukan apa-apa untuk membantunya.
Lara beralih melihat Daddynya yang kini tengah duduk bersandar dilantai dengan menatap kosong ruangan tempat Mommynya berada saat ini. Ingin rasanya Lara menghampiri Daddynya dan mengatakan jika semuanya akan baik-baik saja, tapi ia tak ingin hanya memberikan harapan palsu pada Daddynya itu. Karena nyatanya semuanya tidak akan baik-baik saja kali ini. Karena mereka sudah tak mempunyai apa-apa untuk bisa menyelamatkan hidup Mommynya kali ini.
'Anak macam apa aku ini? Aku hanya sibuk mencari uang selama ini dan tak pernah sedikit pun memperhatikan kesehatan Mommy. Sekarang lihatlah, bahkan uang yang sudah kukumpulkan hanya berjumlah sedikit dan tidak bisa kugunakan untuk menyelamatkan hidupnya. Betapa waktu itu sangat berharga... aku menyesal sering mengabaikan dan meninggalkannya sendiri di rumah selama ini. Maafkan aku, Mommy. Maafkan Lara yang tidak tahu terima kasih ini. Mommy bangunlah agar Lara bisa meminta maaf sekarang juga. Jangan membuat Lara menyesal seumur hidup karena tak sempat untuk mengatakannya,’ batin Lara dalam hati.
Lara mengutuk dirinya sendiri hingga malam berganti pagi dan semua orang masih tertidur karena kelelahan. Kecuali dirinya yang senantiasa melihat ke dalam ruangan Mommynya dari kaca jendela.
Ia tak bisa tidur. Tidak di saat Mommynya belum juga memberikan tanda-tanda akan segera membuka matanya. Atau mungkin tepatnya Lara sendiri tak ingin tertidur hingga ia melihat Mommynya menatapnya dan tersenyum kepadanya lagi seperti biasa yang dilakukannya. Ia ingin Mommynya melakukan itu sekali lagi padanya. Sekali saja.
Hingga keajaiban itu datang. Dilihatnya dari tempat Lara berdiri sekarang, jari-jari Mommynya bergerak-gerak pelan dan kelopak matanya juga mulai terbuka perlahan. Lara yang terlalu senang langsung saja masuk ke dalam sana hingga lupa untuk memberitahu kabar gembira itu pada kakak dan Daddynya.
"Mommy... apa Mommy bisa mendengar Lara? Lara panggilkan dokter seben_______"
Ucapan Lara terhenti saat melihat Mommynya menggeleng pelan, sangat pelan.
"Lara.. Mommy ingin mengatakan sesua________"
"Tidak, Mommy. Jangan bicara apa pun. Kita akan terus bersama selamanya, Mommy akan melihat Lara dan kakak saat kami menikah nanti. Mommy juga akan menggendong anak-anak Lara dan kakak. Mommy tidak akan ke mana-mana Lara akan pastikan hal itu,” ucap Lara membuat Liona hanya tersenyum kecil dan sekaligus sedih saat melihat putrinya menangis di depannya seperti itu.
"Sayang.. dengarkan Mommy sebentar, okay. Mommy sudah meninggalkan sebuah surat untuk kalian di dalam laci di kamar Mommy. Mommy sudah tahu hari ini akan tiba, saat akhirnya Mommy berada ditahap akhir kehidupan. Dan karena itulah Mommy ingin Lara tersenyum pada Mommy, sekarang. Bukan menangis seperti ini Sayang,” ucap Liona sangat pelan dan terbata-bata. Ya, Lara tahu sangat sulit sebenarnya untuk Mommynya mengatakan semua itu padanya dikondisinya sekarang.
Lara akhirnya menghapus air matanya dan berganti tersenyum kecil pada Mommynya itu lalu mencium kening dan pipi Mommynya bergantian.
Dingin.
Begitulah yang Lara rasakan di sekujur tubuh Mommynya saat ini, karena itulah Lara membenarkan selimut yang dipakai Mommynya itu dan kini memeluk setengah badan Mommynya sambil duduk.
"Maafkan Lara karena sudah menjadi anak yang tidak tahu terima kasih Mommy. Lara seharusnya diam di rumah dan menjaga Mommy selama ini. Mommy pasti kecewa karena Lara, kan. Semua ini salah Lara. Jika saja Lara selalu ada di rumah, pasti________"
"Tidak, Sayang. Lara adalah pemberian Tuhan yang berarti bagi Mommy. Lara tidak tahu betapa besarnya rasa sayang Mommy pada Lara. Lara segalanya untuk Mommy. Dan jangan menyalahkan diri Lara sendiri, karena mungkin Tuhan________"
Ucapan Liona terhenti karena keadaannya menjadi semakin melemah. Terlihat matanya kembali hendak tertutup dan grafik pada alat pendeteksi detak jantung semakin menurun.
Lara panik. Sangat panik.
"Dokter!!!!!!!!!! Daddy!!!!!! Kakak!!!!!!!"
• • • • •
"Pasien meninggal pukul 7 pagi ini,”
"Maafkan saya. Nyawa pasien tidak bisa terselamatkan,”
"Jangan menyalahkan diri Lara sendiri..,”
"Lara tidak tahu betapa besarnya rasa sayang Mommy pada Lara..,”
"Tersenyumlah pada Mommy, sekarang..,”
Kalimat dokter dan kalimat terakhir Mommynya terus saja berkali-kali terngiang ditelinga dan benak Lara. Seperti sebuah rekaman yang terus terputar dan tak ada tombol yang bisa menghentikannya.
Lara berusaha untuk sama sekali tidak menangis, saat melihat peti berisi Mommynya, perlahan diturunkan ke bawah tanah sana.
Berbeda dengan Daddy yang saat ini memperlihatkan langsung kesedihannya dengan menangis dan tak rela jika peti itu diturunkan ke bawah tanah sana. Ya, Sean.
Separuh hidupnya kini sudah pergi. Seakan nyawanya kini telah hilang dan hanya tubuhnya saja yang tinggal, Sean merasa tak akan bisa melanjutkan hidupnya lagi setelah ini. Tanpa Liona di sampingnya, apalah arti hidupnya sekarang.
Sean kira Tuhan cukup berbaik hati untuk kembali mengutuhkan rumah tangga mereka. Tapi, ternyata tetap saja Liona dibawanya pergi dari kehidupannya. Ia merasa telah menjadi suami yang lalai. Ia membiarkan saja istrinya menahan sakit ini hanya karena istrinya itu tidak ingin membebaninya dengan biaya rumah sakit yang mahal. Sungguh. Jika soal uang Sean bisa mengusahakannya. Tapi tidak. Nyatanya Liona memilih untuk pergi meninggalkannya sendiri. Pergi selamanya dan tak kan kembali lagi. Meninggalkan kehampaan merasuki hatinya hingga bagian yang terdalam.
"Kau baik-baik saja, kan?" tanya Mia yang memang sedari tadi berdiri di samping Lara sambil mengusap pundak wanita cantik itu seolah tengah menyalurkan kekuatan padanya.
"I'm fine...,” ucap Lara singkat tapi sebenarnya terdapat kesedihan yang mendalam hanya dari dua kata itu. Dan Mia menyadarinya.
Tanpa bicara apa-apa Mia langsung memeluk pundak Lara dan dibawanya sahabatnya itu mendekat ke arahnya.
Lara sendiri tak menolak itu. Ia memang membutuhkan pelukan seseorang saat ini. Ia tak bisa berpura-pura tegar saat memang ia merasakan kesedihan yang mendalam saat ini.
Ia yakin kakaknya juga merasakan hal yang sama. Tapi seperti biasa, Lara hanya melihat kakaknya diam dan melihat kosong gundukan tanah makam Mommynya itu. Kakaknya akan melampiaskan kesedihannya itu, nanti dengan caranya sendiri yang selama ini Lara pun tidak tahu cara apa itu.
Setiap kakaknya marah, kesal, gelisah, kakaknya itu akan pergi dan kembali saat malam harinya dengan kondisi tangan, wajah dan kakinya yang terluka. Lara memang khawatir tentang hal itu, tapi ia tak bisa menghentikan apa yang diperbuat kakaknya itu. Tidak akan ada yang bisa.
Setalah pemakaman selesai, semua orang kini satu persatu meninggalkan tempat itu hingga kini hanya tersisa, Lara Alex dan Sean saja disana.
Perlahan tapi pasti Lara melangkah mendekati Daddynya itu, dan...
"Daddy.. ayo kita pulang. Ada titipan dari Mommy yang ingin Lara tunjukkan pada Daddy dan kakak. Ayolah,” ucap Lara yang langsung saja berhasil membuat Sean dan Alex bangun dari sana dan akhirnya bergegas pulang.
• • • • •
"Ini adalah surat yang ditulis Mommy sendiri. Dan masing-masing dari kita mendapatkan satu. Ini adalah permintaan Mommy yang terakhir agar Lara memberitahu Daddy dan kakak tentang ini, jadi Lara harap kalian segera membacanya,” ucap Lara lalu ia pergi menuju kamarnya dengan membawa surat miliknya, kenang-kenangan terakhir yang diberikan Mommynya padanya. Surat yang ditulis sendiri oleh Mommynya yang entah apa isinya.
Sesampainya wanita itu di dalam kamarnya, Lara tak lantas membuka surat miliknya itu dan membacanya begitu saja. Ia malah justru menyimpan surat itu di dalam lacinya lalu dirinya sendiri pun langsung berbaring meringkuk diranjang kecil yang hanya muat untuknya saja itu.
Lara menangis hebat sambil memeluk dirinya sendiri di sana. Ia tak bisa menahannya lagi. Ia akhirnya menumpahkan air matanya saat itu juga. Biasanya akan ada tangan lembut Mamanya yang akan mengelus punggungnya dan mencoba menenangkannya. Mamanya akan datang dan menanyainya ada apa dengannya lalu memberinya pelukan hangat seorang ibu yang sangat dibutuhkannya saat ini. Tapi...
Sekarang Lara tidak bisa merasakan semua itu lagi. Terakhir Lara merasakan pelukan Mamanya beberapa jam lalu dan itulah hal yang coba diingatnya kembali saat ini. Dengan cara memeluk dirinya sendiri. Merasakan sisa-sisa pelukan Mamanya yang mungkin saja masih tertinggal ditubuhnya.
'Mama... Kenapa Mama pergi? Mama seharusnya ada di sini bersama Lara, bersama kami semua. Mama..,’
Bersambung...
.
.
.
...
Tinggalkan Comment bermanfaat dan Vote kalian selagi itu tidak dipungut biaya alias Gratis !!!!!
Lagi revisi guys. Publish ulang sekalian yak.. maap kalo mengganggu. Xixixi...😁
Thanks
LailaLk