Motor yang gua kendarai berjalan pelan menelusuri sepanjang jalan gelap Fly Over depok. Satu atau dua kendaraan melintasi jalanan ini. Suara knalpot terdengar menggerung memenuhi sepanjang jalanan yang agak sepi. Angin berdesir kencang menerpa pepohonan yang bergoyang-goyang. Suara binatang malam ikut meramaikan malam penuh kegelapan ini.
Dari kejauhan terlihat mobil sedan berhenti dengan posisi agak ke tengah jalan. Jelas mobil yang mogok itu adalah milik Viola Sagita. Pintu depan mobil itu langsung dibuka ketika cahaya dari lampu motor ini mulai menerangi sedannya.
Keluarlah gadis cantik dengan tampang sangat cemas menatap ke arah motor yang mendekati posisinya. Wajahnya langsung berubah menjadi lebih tenang ketika mendapati gua datang.
"Mijaaaa!!!" Teriaknya memanggil nama gua.
"Jangan teriak-teriak! Malu di dengerin orang!" Balas gua ketus.
Gua menghentikan motor tepat di samping mobilnya. Lalu gua turun sambil mencabut kunci motor.
"Elo lama banget sih...ih, Jahat banget! Gue takut tauu..sendirian di tempat kaya gini!!"
"Model kaya elu bisa takut juga ye? Heran gua.." Tanya gua sedikit heran.
"Yaiyalah..gue kan cewek!" Katanya sambil menepuk pundak gua dengan kesal. "Coba lo bayangin gimana kondisi gue sendirian di tempat kaya gini?? Coba bayangiiin!!!"
"Iya sebentar..kasih gua waktu untuk ngebayangin dulu ya..."
Gua pun mulai membayangkan dengan tampang sok serius.
"MIJAAAAA!!!" Teriak anak itu keras-keras di telinga gua. "Jahat amat sih lo masih becandain gue terus!!"
"Ha..ha..ha..ha..katanya suruh ngebayangin.."
"Tapi gak gitu juga kali!!" Protesnya kesal.
"Yaudah sekarang pinggirin dulu deh mobil lu.."
"Gimana minggirinnya? Kan mogok?" Tanya anak itu bingung.
"Ya di doronglah..masa di doain.."
"Tapi elo yang dorong ya?" Kata Ola memastikan.
"Kalo mau elo yang dorong dan gua yang nyupir sih gua malah senang,"
"Ih! Resek! Masak nyuruh cewek yang dorongin sih? Gak gentle banget lo!"
"Ya makanya mulut lu diem aja gak usah banyak omong..udah tahu yang bakal dorong itu gua, elu pake sok-sokan nanyain siapa yang dorong lagi!"
"He..he..he..he..Namanya juga memastikan, Ja. Tapi emang elo kuat dorong sendirian?" Wajah Viola agak ragu melihat gua.
"Bah..meremehkan kekuatan otot gua lu. Jangankan mobil, kalo perlu dari sini sampai kostan elu bakal gua gendong. Mau lu gua gendong??"
"Ogah..rugi di gue.."
Akhirnya gadis itu masuk ke dalam mobil, sedangkan gua kebelakang mobil guna mendorongnya. Ternyata mobil sialan ini lumayan cukup berat, sampai-sampai gua harus mengerahkan seluruh tenaga dalam untuk mendorongnya.
Cit!
Mobil di rem mendadak oleh Ola, sehingga tulang tangan gua sedikit berbunyi ketika mendorong karena tertahan oleh rem.
"Woi! Jangan di rem dong!"
"So-sorry..ke injek. Gak sengaja. He..he..he.."
"Lagi begini masih sempet-sempetnya gak sengaja!" Protes gua kesal.
"Udah dorong lagi! Bawel amat sih lo! Hehehehe.."
"Enak lu tinggal nyuruh! Gue yang dorong ini yang blangsak!"
"Hehehehe..."
Akhirnya mobil pun berhasil kami pinggirkan. Gua mengelap keringat yang meluncur mulus di wajah ini. Nafas gua terengah-engah. Kepala gua mulai berputar-putar karena kelelahan, dan gua jadi mau pingsan.
"Capek ya?" Tanyanya sembari memberi minuman mineral.
"Ho oh.." jawab gua yang langsung menerimanya lalu menenggak habis minuman itu.
"Ah..payah lo, baru dorong segitu doang udah pucet, hehehehe.." ledak gadis itu dengan gaya tengil.
"Lu cobain dorong sendiri deh..mobil lu tuh berat banget. Kebanyakan dosa kali nih mobil..." jawab gua masih dengan nafas terengah.
"He..he..he..he..Ogah amat gua dorong. Lo aja sampe pucet, apalagi gue.." lanjutnya dengam nada enteng.
"Dasar kang obat ngoceh doang bisanya!"
Viola hanya tertawa-tawa saja melihat kekesalan gua.
"Yaudah elo periksa deh mesin mobil gue," pinta anak itu.
Gua langsung bangkit menujuh ke hidung mobil dan membuka kap depan bagian mesin. Viola stand by memegang senter guna menyinarinya.
Gua melihat mesin mobil dengan tampang serius. Lalu mulai menghembuskan nafas berat kala melihat kondisi mesinnya itu.
"Gimana udah tahu kerusakannya?" Tanya gadis itu.
Lantas gua menyalahkan rokok dan mulai duduk di trotoar dengan santai.
"Loh kok malah duduk?" Tanya gadis itu heran.
"Terus mau ngapain?"
"Ya elo benerinlah mobil gue!"
"Gue gak ngerti mesin mobil. Jadi apaan yang mau gua benerin juga kaga tau," jawab gua datar saja.
"Yaah gimana sih lo? Kan elo kuliah di jurusan teknik! Masa gak ngerti mesin sih?"
"Gua emang di jurusan teknik, tapi teknik elektro, yang ada malah gua setrum ini mobil!"
"Lah bukannya sama aja sih..kan teknik harus ngerti juga dong!"
"Lu sama aja kaya minta dokter hewan suruh ngobatin orang yang sakit jantung. Ya gak bisa lah! Walaupun sama-sama dokter juga. Yang ada malah di suntik rabies itu orang!!"
Ola terdiam dengan tampang merengut. "Iya juga sih...." katanya sambil mengangguk-ngangguk. "Terus kalo gak ngerti mesin kenapa elo pake sok-sokan liat mesin mobil gua segala?"
"Kan elu yang tadi minta gua periksa mesin mobil elu! Kalo gua liat sih baek-baek aja masih mengkilap dan gak ada yang ilang.." jawab gua enteng.
"Ih..dasar orang gilaa!!"
"Hahahahaha.."
"Terus gimana dong?" Tanyanya dengan wajah lemas.
"Tenang aja..pahlawan lu ini datang tidak dengan tangan kosong. Bagol yang udah khatam masalah beginian sedikit lagi dateng, tadi udah gua telfon, orangnya lagi jalan arah ke sini,"
"Bagol? Yang kadang-kadang tidur di kamar lo itu ya? Emang dia bisa?"
"Kalo dia gak bisa dia gak kerja di bengkel, tapi kerja di musholah. Udah pokoknya elu tenang aja..kalo masalah beginian sama Bagol tinggal di pelototin mesinnya pasti bakal hidup,"
"Yaudah deh berarti kita nunggu.."
"Iya.."
"Kita nunggu di dalem mobil aja yuk?" Ajak gadis itu.
"Panas. Di luar aja, adem.." tolak gua.
"Di dalem aja, Mija..Di sini gelap, banyak nyamuk.." alasannya.
"Ah..bilang aja lu minta di temenin. Takut sama setan kan?" Goda gua.
"Ih! Dari pada khawatir sama setan, gue lebih khawatir sama penjahat tau! Kalau tiba-tiba dateng, kita di todong gimana?"
"Ya elu gua kasih ke penjahatnya!"
"Ih..kok gitu sih?"
"Ya biar gua gak di todong!"
"Ih..jahat banget sih lo!"
"Hehehehe..."
"Lo harusnya ngelindungin gue dong..kan gue cewek.."
"Kalo gua ngelindungin elu, terus siapa yang ngelindungin gua?" Tanya gua balik.
"Minta lindungan sama yang maha kuasa!" Celetuknya dengan enteng.
"Kampreeet!"
"Hahahaha.." kami berdua tertawa.
Begitulah hubungan persahabatan kami berdua. Yang kadang-kadang panas namun masih ada kekonyolan dalam komunikasi kami. Dan selama ini gua merasa nyaman berkawan dengan Viola.
"Yaudah yuk ke dalem," ajaknya seraya menarik tangan gua.
Gua agak kikuk juga karena gadis itu tanpa malu memegang tangan gua.
Akhirnya kami berdua masuk ke dalam mobil.
Gua membuka jendela mobil lebar-lebar karena masih merokok.
Asap rokok gua menari-nari di dalam mobil. Viola merasa terganggu dan berkali-kali batuk karena ikut menghirup asap rokok pasif. Tangannya menyapu-nyapu asap agar menjauh dari dirinya.
"Rokok lo buang dong! Gue kena asepnya tau!"
"Sayang masih setengah..lagian baru asep doang udah kaya kena apinya.."
"Heh! Asepnya itu bahaya banget tau buat paru-paru gue! Kalo masih mau ngerokok elo telen aja asepnya sekalian sama rokok-rokoknya!"
"Yee emang gua debus apa sampe di suruh nelen rokok.."
"Udah buang! Entar gue beliin sebungkus!"
"Iya deh.."
Akhirnya gua melempar rokok yang masih sisa setengah dengan berat hati.
"Elu dari mana sih, kok bisa sampe mogok di sini?" Tanya gua penasaran.
"Tadi selesai praktek gue nongkrong sama anak-anak di Mal Depok. Eh, pas mau balik malah mogoknya di tempat kaya gini. Padahal tadi pagi mobil gue masih baik-baik aja tuh.."
"Oh gitu.." gua manggut-manggut.
Tit! tut! tit! tut!
Ponsel Viola berdering nyaring.
Gadis itu melihat sejenak ke layar ponselnya, lalu dia mematikan panggilan itu dengan tekanan jempol penuh emosi. Untuk selanjutnya ponsel itu malah terus berdering dan berkali-kali pula Viola mematikannya.
"Angkatlah..." ujar gua sambil melirik wajahnya yang masih terlihat kesal.
"Wasting time..." jawabnya ketus.
"Yaelah gaya lu...masih mending di telfonin. Itu Cowok lu kan?"
Gadis itu mengangguk tanpa menoleh ke gua.
Wajahnya terus di pasang cemberut.
"Siapa tau penting..."
"Gak penting buat gue!"
"Yeilah galak bener. Ngomong-ngomong cowok lu masih di luar negri tuh?" Tanya gua penasaran.
"Udah balik dari seminggu yang lalu.." jawabnya singkat.
"Lah..kalo begitu kenapa elu gak minta bantuan sama cowok lu aja? Malah manggilnya gua ke sini.."
"Udah!" Jawabnya agak kesal.
"Terus?"
"Dia gak bisa dateng! Sibuk katanya! Ngeselin banget deh!" Beritahu gadis itu dengan tampang merengut.
"Ha..ha..ha..ha.."
"Jangan tawa lo ah, jelek tau," balasnya dengan sikap masih kesal.
"Namanya juga lagi cari duit, mungkin dia beneran sibuk, jadi gak bisa jemput lu..berfikiran positif ajalah.." ujar gua berusaha menasehati gadis itu. "Nanti kalo karirnya bagus, bakal elu juga yang kena imbasnya, dia kerja kan buat masa depan kalian berdua.."
Wajah Viola langsung memandang gua dengan bengis.
Gua langsung menutup mulut rapat-rapat.
"Sekarang lo pikir aja, Ja! Walau dia sesibuk apapun, kalau pacarnya sedang mengalami kondisi seperti ini, apa pantas dia lebih mementingkan kerjaannya di banding gue?? Dia gak mikir apa kalau di tempat sepi dan gelap seperti ini gue bisa aja di serang sama penjahat atau pemerkosa???" seru gadis itu berapi-api dengan wajah yang meledak-ledak.
"I-iye dah! Iyee! Bener lu bener.." Balas gua agak gugup melihat kemarahannya yang berapi-api.
Gua gak mau terlalu banyak berargumen sama Viola. Salah-salah malah gua yang di semprot balik.
"Tuh..benerkan?? Lo aja berfikiran kaya gitu..emang dasar tuh cowok brengsek!"
"Iya bener...dasar cowok brengsek! Kalo deket gua jitak tuh!" Lanjut gua mendukungnya, asal Viola senang dan tidak marah.
"Kok elo jadi ikut maki cowok gue sih?!" Protes Viola.
Kaget gua mendengar pertanyaannya. "Lah..elu kan juga ikut maki?"
"Ih..dia kan cowok gue! Jadi terserah gue dong! Emang lo punya dendam apa sama cowok gue sampai maki dia?"
Gua mengaruk-garuk kepala dengan bodoh. "Ya gak ada dendam sih. Kenal aja juga nggak.."
"Terus kenapa lo maki dia?!"
Kayanya gua lagi di goblokin nih sama Viola. "Biar lu seneng aja.."
"Ih! Malah tambah kesel deh gue!" Ujarnya sembari meninju bahu gua.
"Sabar...sabar...jangan emosi...santai..."
Viola berusaha menenangkan diri dengan menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan pelan.
Akhirnya kami berdua terdiam.
Viola terlihat sudah dapat menguasai emosinya, namun kini raut wajahnya malah berubah menjadi sedih dan selalu membuang muka ke arah luar jendela.
"Padahal kita udah lama loh jalanin hubungan ini.." tiba-tiba dia bergumam pelan.
Gua diam saja mendengar ocehannya.
"Tapi sifat dia itu gak pernah berubah sama sekali..Gue sampai bingung sebenarnya dia itu masih ada rasa sayang ke gue atau tidak..? Ah, kalo inget yang dulu-dulu bikin gue pengen balik aja ke masa lalu..ketika dia masih perhatian dan sangat peduli sama gue.."
Tiba-tiba gadis itu curhat dengan suara yang pelan dan mata yang menerawang jauh.
"Padahal dia tahu, gue hidup sendirian...harusnya dia bisa lebih ngasih perhatiannya ke gue..."
Sesaat gua hanya diam sambil menatap wajahnya dalam-dalam. Gua jadi sedikit merasa kasihan dengan gadis itu. Ternyata di dunia ini bukan cuma gua saja yang memiliki masalah dengan hati. Orang cantik dan kaya seperti Viola juga punya masalah di percintaannya.
"Sabar La...kasih pengertian aja pelan-pelan buat cowok lu...gua yakin nanti dia akan ngerti dan kembali perhatian sama elu.."
"Udah banyak, Ja...udah banyak pengertian dan kata maklum yang gue berikan...gue gak tahu harus sampai kapan semua ini bisa bertahan.."
Mata gadis itu mulai berkaca-kaca.
"Gue...gue..." gadis itu tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena air matanya mulai tumpah perlahan demi perlahan.
Malam ini di penuhi dengan berbagai perasaan dilema Viola Sagita. Gadis galak yang selama ini gua kira adalah gadis yang kuat. Bukan gadis lemah yang akan di buat menangis oleh masalah percintaan.
Tapi seorang wanita tetaplah wanita..yang akan rapuh jika di terpa masalah perasaan..yang akan menangis jika hatinya tersakiti..
Gua melayangkan pandang ke luar jendela, tidak ingin melihat gadis itu menangis dalam kondisi seperti ini. Gua bingung harus melakukan apa untuk menghiburnya di saat-saat seperti ini. Yang gua lakukan hanya terdiam sambil mendengar suara jangkrik dan kodok yang seakan saling bertegur sapa.