Bab 68: Balada Mega Mendung

18.6K 1.2K 105
                                    

Sekitar jam sembilan malam sehabis pulang kerja gua dan Viola duduk berduaan di dalam kamar sambil menonton televisi. Sedikit buah-buahan yang berada di dalam piring kecil dan air mineral yang di beli di warung dekat kostan menemani malam kami berdua menyaksikan sebuah film yang di putar oleh tv swasta.

Tidak perlu kemewahan di malam kebersamaan kami, semuanya di isi oleh kesederhanaan dengan kantong mahasiswa yang pas-pasan. Hanya dengan begini saja kami cukup puas dan bahagia jika masih bisa tertawa bersama kala ada adegan lucu dalam film yang sedang kami tonton, atau bahkan sama-sama mengomentari jalan cerita yang terkadang terlalu tidak masuk akal untuk di cerna nalar.


Inilah salah satu rutinitas yang setiap harinya selalu kami lewati bersama.

Entah mengapa gua masih saja tidak percaya kalau gadis yang kepalanya sedang bersandar di bahu ini menjadi pengisi kekosongan hati. Gadis yang kini berada dalam rangkulan gua menjadi sosok penting yang akan merubah arag tujuan hidup.

Viola datang di saat hati gua sedang rapuh-rapuhnya, lalu dia menawarkan sebuah persahabatan yang gua sambut dengan berbagai prasangka. Ketika gua mulai yakin akan perasaan ini, dia pun memberikan hatinya untuk gua miliki.

Semuanya mengalir begitu saja tanpa di rencanakan...

Ketika Viola masuk kehidup gua, semuanya berubah menjadi lebih berwarna. Entah itu warna yang gelap atau warna yang terang.

Mungkin lebih seperti warna-warni pelangi sehabis hujan di sore hari.

Beraneka warna namun tak serupa.

Kadang semerah mawar berduri, sesekali berwarna keemasan seperti langit di senja hari, kadang juga cerah laksana mentari pagi.

Tapi tidak selalu hal yang indah menemani langkah kami berdua, kadang kala lebih sendu dari hari yang di selimuti oleh mendung, atau lebih ganas dari amukan badai di padang pasir yang gersang.

Tapi justru di sanalah keindahannya...

Seperti di setiap pagi hari, kala gua keluar dari kamar sehabis bangun tidur, gua selalu menengok ke arah pintu kamarnya, dan Viola sudah pasti berdiri di sana sambil memberikan senyum termanisnya, seiring ucapan selamat pagi yang terlantun dari bibir manisnya.

Lalu dia menghampiri dan sedikit berbasa-basi, bahkan kadang kami saling mengejek wajah satu sama lainnya yang masih terlihat buruk karena habis bangun tidur. Ejekan terlontar dan tawa menggelegar di sepanjang koridor kostan ini.

Berpacaran dengannya tidak membuat diri gua menjadi orang lain yang di kekang oleh peraturan-peraturan yang mencekik leher. Contohnya cara berbicara kami juga masih tetap sama, masih seperti seorang teman saja. Kami jarang menggunakan kata aku-kamu atau panggilan sayang selayaknya anak-anak muda berpacaran pada jaman itu. Segala komunikasi yang kami pakai mengalir begitu saja tanpa terkekang oleh sastra dan puisi kelas bangsawan.

Viola tidak pernah mempersoalkan hal itu, Viola tidak pernah mengatur-ngatur kehidupan gua. Yeah, palingan dia cuma ngebawelin masalah gua yang suka merokok sembarangan, atau mabuk miras yang suka berlebihan.

Yeah, dia hanya mengomentari hal itu.

Tapi yang bikin gua terkejut adalah, dia tidak pernah meminta gua untuk berhenti melakukan itu semua, its true... dia hanya meminta gua untuk mengurangi segala aktifitas buruk itu sedikit demi sedikit.

KOST SEGREKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang