DIRTY BABY [Rexford Mackenzie]

By PuspitaRatnawati

21.1M 1.2M 117K

#5 in Romance 05/01/2018 Ketika kau berhadapan dengannya, dia adalah ujian terberat. Aroma tubuh, suara... More

The Mackenzie
Gracias
VERSI DREAME
Stop Plagiarism!
PROLOG
DIRTY BABY-01
DIRTY BABY-02
DIRTY BABY-03
DIRTY BABY-04
DIRTY BABY-05
DIRTY BABY-06
DIRTY BABY-07
DIRTY BABY-08
DIRTY BABY-09
DIRTY BABY-10
DIRTY BABY-11
DIRTY BABY-12
DIRTY BABY-13
DIRTY BABY-14
DIRTY BABY-15
DIRTY BABY-16
DIRTY BABY-17
DIRTY BABY-18
DIRTY BABY-19
INFORMASI
DIRTY BABY-20
DIRTY BABY-21
DIRTY BABY-22
DIRTY BABY-23
DIRTY BABY-24
DIRTY BABY-25
DIRTY BABY-26
DIRTY BABY-27
DIRTY BABY-28
DIRTY BABY-29
DIRTY BABY-30
DIRTY BABY-31
DIRTY BABY-32
DIRTY BABY-33
DIRTY BABY-34
DIRTY BABY-35
DIRTY BABY-36
DIRTY BABY-37
DIRTY BABY-38
DIRTY BABY-39
DIRTY BABY-40
DIRTY BABY-41
DIRTY BABY-42
DIRTY BABY-43
DIRTY BABY-44
DIRTY BABY-45
DIRTY BABY-46
DIRTY BABY-47
DIRTY BABY-48
DIRTY BABY-49
DIRTY BABY-50
DIRTY BABY-51
DIRTY BABY-52
INFORMASI
DIRTY BABY-53
DIRTY BABY-55
DIRTY BABY-56
Blabla
DIRTY BABY-57
DIRTY BABY-58
DIRTY BABY-59
DIRTY BABY-60
DIRTY BABY-61
DIRTY BABY-62
DIRTY BABY-63
DIRTY BABY-64
DIRTY BABY-65
DIRTY BABY-66
DIRTY BABY-67
DIRTY BABY-68
DIRTY BABY-69
DIRTY BABY-70
DIRTY BABY-71
DIRTY BABY-72
DIRTY BABY-73
DIRTY BABY-74
DIRTY BABY-75
EPILOG
SEQUEL DIRTY BABY
EXTRA PART 01
EXTRA PART 02
EXTRA PART 03
READ!
SEQUEL DIRTY BABY
Publish!
New The Mackenzie's!
NEW STORY

DIRTY BABY-54

181K 17.4K 2K
By PuspitaRatnawati

"Apapun hukumannya kan ku terima, tapi tidak dengan kematian. Jika ku mati, maka takkan ada yang bisa mencintaimu lebih dariku."

Rexford Mackenzie

*****

     Para tamu sudah berdatangan untuk menghadiri upacara kematian sang billionaire, Allard Mackenzie di kediamannya pagi ini. Kawasan mansion dijaga ketat oleh tim keamanan. Para tamu yang datang diwajibkan untuk diperiksa sebelum diizinkan masuk. Karangan bunga tampak berjajar di depan gerbang mansion juga sepanjang jalan menuju mansion. Semua wajah berselimutkan kedukaan. Dunia masih tercengang dengan kematian legendaris itu yang tiba-tiba kemarin pagi. Mereka terutama orang-orang yang dekat dengan beliau pun terkejut dengan Allard yang selama ini menyembunyikan sakit serangan jantungnya, hal itu dinyatakan langsung oleh dokter yang sempat mendiagnosanya dulu.

Suara pintu terbuka membuat Kharel langsung melirik pantulan pintu itu dari cermin di depannya. Tangannya bergerak untuk mengancing satu persatu kancing kemeja putihnya. Putera termuda mendiang Allard dan Harsha itu masih belum selesai untuk bersiap. Mata sembabnya tidak mengubah kesan ketampanannya.

"Kharel, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu." Suara Laiv yang khas memecah keheningan.

"Katakan saja," balas Kharel dengan dingin.

"Kita harus minta maaf pada Rex." Kharel lantas berhenti mendengar ucapan kakak kembarnya itu.

"Mustahil," balas Kharel seraya mengenakan jasnya dan tersenyum kecut.

Laiv mengernyit, "Apanya yang mustahil? Kharel, tidak seharusnya kita bersikap kasar padanya."

Kharel membalikan badannya, "Bagaimana dengan dia? Dialah yang memulai, Laiv."

Laiv menghela nafas, "Semua orang juga tahu itu, Kharel. Tapi kondisinya lah yang mendorongnya berubah seperti itu."

"Amnesia?" Kharel tertawa hambar, "Sampai kapan kita terus menyalahkan amnesia? Logika saja, sikap dan perilaku itu datang dari diri kita sendiri! Harusnya dia berpikir dengan akal sehatnya! Sekarang, biarkan dia merasakan imbasnya! Merasakan bagaimana diposisi kita, biarkan dia mengingat bagimana dia mengasingkan diri dari keluarganya! Apalagi Litzi, tunangannya sendiri!"

Laiv tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Itu berhasil membuat Kharel kebingungan.

"Ku rasa.. sekarang kau yang amnesia," gumam Laiv.

"Apa maksudmu?" tanya Kharel.

"Kau lupa siapa dirimu, reputasimu. Ladykiller, apa menurutmu itu bagus?" Ucapan Laiv membuat Kharel tercekat.

Kharel terdiam.

"Ingatlah siapa dirimu, Kharel Mackenzie. Sampai kapan kau terus menyalahkan masa lalu? Logika saja, apa semua wanita itu jahat? Jika benar, dunia ini kan penuh dengan peperangan. Harusnya kau berpikir dengan akal sehatmu! Sekarang, kau belum merasakan imbasnya! Tapi waktu terus berjalan, adikku. Kau kan merasakan bagaimana di posisi para korbanmu. Kau kan mengingat bagaimana kau menghancurkan mereka. Apalagi Ruby, sahabat wanitamu! Kau tahu dia gadis yang baik, tapi kau tega menjadikan dia korbanmu!" Papar Laiv.

Kharel mengepalkan tangannya dan dia berjalan mendekat.

"Rex.. bukan satu-satunya pendosa!" kata Laiv.

BUGG!!!

Pukulan keras di dapati Laiv dari adiknya itu. Kharel membogem wajahnya. Elroy yang baru datang terkejut melihatnya, ia lantas menghampiri mereka. Kharel mencengkeram kerah Laiv dan menatapnya tajam.

"Kenapa kau mengungkit kepribadianku?!" desis Kharel, "Yang sedang kita bicarakan adalah Rex, bukan diriku!"

"Kharel! Kharel hentikan! Kendalikan dirimu!" Elroy mencoba menenangkan Kharel.

BUGG!!!

Lagi-lagi Laiv mendapat pukulan dari Kharel. Laiv menahan emosinya untuk tidak membalasnya. Laiv justru tersenyum padanya.

"Apa kau kurang puas memukul saudaramu? Kakakmu?" Pertanyaan Laiv bagai tamparan untuk Kharel.

Kharel lantas melepas cengkeramannya.

Laiv menghela nafas, "Selama ini kau tidak pernah berani menyerang fisik kakak-kakakmu. Tapi sekarang, kau sudah dua kali memukul saudara kandungmu sendiri. Rex dan aku. Tapi apa kami membalasnya? Ku harap kau tidak akan menyerang Allcia karena kau pun juga tahu kalau adik perempuan kita itu terus membela Rex."

"Aku takkan melakukan itu pada Allcia. Aku menyayanginya!" balas Kharel.

"Bagaimana dengan kasih sayangmu pada kakak-kakakmu? Kau berani memukul kami. Kau tahu? Bagiku, semarah apapun diriku, aku takkan bisa sampai memukul saudaraku sendiri." Papar Laiv.

"Sudah, hentikan!" sambar Elroy, "Kharel pasti kehilangan kendali! Tolong, maafkan dia!" tambahnya.

Laiv tersenyum kecut, "Bila dia tidak mau meminta maaf pada Rex, aku tidak akan memaafkannya."

Kharel tersenyum hambar, "Oh begitu rupanya? Baik! Kau menceramahiku, kau mengingatkan aku tentang reputasiku, tapi kau sendiri tidak intropeksi diri."

"Kharel, sudah!" Elroy menatap Kharel dengan tatapan peringatan.

"Kau pikir aku tidak punya salah?" tanya Laiv pada Kharel, "Aku ingat semua kesalahanku. Salah satunya sikap kasarku pada Rex, aku menyesal menghalanginya melihat jasad Daddy."

"Hey! Kenapa kau tiba-tiba berbaik hati pada pria bajingan itu?" balas Elroy.

Laiv tersenyum, "Semua orang bisa melakukan kesalahan, secara sadar atau tidak sadar. Saat rasa penyesalan datang, akan lebih baik kita memperbaikinya. Bukan hanya aku, Rex juga ada diposisi itu sekarang."

Elroy dan Kharel diam.

"Apa kalian tidak menyesal dengan apa yang kalian lakukan semalam?" tanya Laiv.

"Tidak!" balas Kharel dengan cepat, "Dia pantas mendapatkannya!" tambahnya.

Tiba-tiba Kharel melenggang pergi dan tidak menggubris panggilan Laiv. Laiv duduk di tepi ranjang tidur dan mengacak rambutnya frustasi. Tatapan Elroy menangkap tetesan bening yang jatuh dari sudut mata saudara kembarnya itu.

"Kharel memang seperti itu kan? Keras kepala dan pemarah," gumam Elroy.

Laiv menghela nafas berat, "Sebenarnya dia tidak berniat melakukan itu. Dia sama seperti aku dan Rex, kondisilah yang mendorongnya sampai seperti itu. Tinggal menunggu kapan penyesalan dan kesadaran itu datang."

Elroy menepuk pundak Laiv dengan jantan, "Maafkan aku ya, aku sekarang mengerti tujuanmu mengatakan itu semua pada Kharel. Kau ingin persaudaraan kita kembali utuh."

"Seandainya kalian mendengar pembicaraan Rex dan Mom Caryn. Kau tahu? Litzi bukan satu-satunya orang yang mampu memahaminya, Daddy juga mengerti dan tak lepas mendukungnya. Rex memiliki masalah yang cukup pelik. Dia merasa asing dengan dunianya semenjak amnesia. Litzi tak setangguh Daddy, gadis itu menyerah dan akhirnya memilih pergi. Ironis, satu masalah baru datang. Dia dihadapkan dengan kematian Daddy dihari yang sama." Papar Laiv.

Elroy terkejut, "Litzi pergi?"

"Ya. Gadis itu pergi dan sialnya bersama Erick Jullien."

"Oh, shit!" rutuk Elroy, "Sekarang sebaiknya kita lupakan keburukan Rex. Kita harus membantunya. Jika keluarga kita terpecah seperti ini, keluarga Mackenzie akan selamanya hancur."

"Tidak!" sambar Laiv, "Ini belum terlambat, Elroy. Keluarga kita masih bisa untuk bersatu meski tanpa Mom and Dad."

      Allcia menemukan sang kakak dalam posisi duduk di single sofa yang menghadap ke arah jendela kamar. Allcia mendekat dan memperhatikan wajah polos Rex disaat tidur. Triliyuner itu tertidur setelah semalaman ia merenungkan kepergiaan Litzi dan sang Ayah. Pria itu memeluk bingkai foto di perutnya.

"Rex!"

Panggilan Allcia seketika membangunkan Rex. Begitu kedua mata elangnya terbuka, sinar matahari semakin membuat lensa abu-abunya terpancar.

"Bangunlah, upacara kematian Daddy akan dimulai setengah jam lagi," kata Allcia dengan seutas senyum.

Rex mengangguk dan berdiri seraya meletakan bingkai foto Allard dan Harsha di atas meja. Saat Rex membalikan badan, tiba-tiba saja Allcia memeluknya begitu erat.

"Keyakinanku benar! Kakakku yang dulu akan kembali dan kini sudah terjadi!" kata Allcia.

Rex tersenyum seraya mengelus rambut Allcia yang ditata secantik mungkin.

"Akhirnya... kau sembuh! Kau sudah ingat segalanya!" ucap Allcia, "Adexe dan Mom Caryn yang mengatakannya!"

Rex mengurai pelukan dan mencubit pipi Allcia, "Adikku sayang, doakan agar semua masalahku terselesaikan. Okay?"

Allcia mengangguk, "Pasti! Semoga... kau dan Litzi kembali bersama."

Hati Rex berdesir nyeri mendengar nama Litzi.

Dia pergi karenaku, tapi tidak untuk selamanya. Aku kan berjuang, batin Rex.

"Cepat kau mandi dan bersiap! Aku kan menjemputmu nanti," kata Allcia.

"Tidak usah, All. Kau tunggu saja di bawah ya," balas Rex dengan lembut.

"Aku kan datang lagi kesini! Titik!"

"Allcia, aku tidak bisa menghadiri upacara kematian Daddy."

Allcia mendengus, "Lupakan perkataan Laiv, Elroy dan Kharel! Mereka tidak ada hak melarangmu!"

"All.."

Belum selesai Rex bicara, gadis cantik itu sudah melangkah pergi. Rex pun menoleh ke arah bingkai foto Allard dan Harsha. Daevon, pria paruhbaya itu menghentikan obrolannya dengan kedua tamu saat melihat Kharel yang baru keluar dari lift. Putera termuda Mackenzie itu terlihat santai, namun sebenarnya ia menyembunyikan rasa gelisah. Kharel tersenyum tipis kepada orang-orang yang menyapanya dan mengucapkan belasungkawa. Pria tampan itu menatap peti sang Ayah dengan sedih, dalam benaknya ia terus dibayangi sosok Allard yang bijak.

"Semua orang bisa melakukan kesalahan, secara sadar atau tidak sadar. Saat rasa penyesalan datang, akan lebih baik kita memperbaikinya. Bukan hanya aku, Rex juga ada diposisi itu sekarang."

Ucapan Laiv terngiang-ngiang di telinganya. Kharel menunduk dan bergantian ucapan Allard yang membisikinya.

"Mom sudah tidak ada, kelak bila Daddy yang pergi... Dad harap kalian melanjutkan keluarga Mackenzie dari generasi ke generasi. Jagalah keutuhan keluarga, meski Mom and Dad tiada. Tak ada yang lebih baik daripada sebuah keluarga, karena disanalah kita lahir dan tinggal." Kata Allard saat berkumpul dengan kelima anaknya.

Tak terasa setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Kharel.

"Nak!"

Kharel lantas menyeka air matanya dan menatap Daevon dengan datar.

"Kau sendiri? Dimana kakak-kakakmu?" tanya Daevon.

"Mereka akan menyusul. Tidak untuk Rex," balas Kharel dengan dingin.

Daevon menghela nafas, "Jika kau tidak terima dengan sikap buruk Rex, untuk kali ini saja tepikan egomu demi kelancaran upacara nanti."

"Kau ingin membiarkan orang asing itu ada disini?" balas Kharel.

"Dia kakakmu, bukan orang asing."

"Kakak? Itu dulu. Dia sendiri yang mengasingkan diri dari keluarganya. Aku ingat betul dengan sikapnya pada Daddy, dia pernah membentaknya dengan kasar! Dan sekarang... untuk apa dia kemari? Bukankah dia bahagia dengan kematian Daddy? Dia jadi lebih bebas melakukan apapun!"

Suara Kharel yang cukup tinggi menarik perhatian para tamu. Daevon merasa tidak enak, ia menarik Kharel menjauh dari taman. Kharel menghentak tangannya dan memalingkan wajahnya dari Daevon.

"Pikiranmu itu salah, Kharel. Apa Allard tidak menceritakannya padamu? Dengar, Rex memang bersalah tapi kemudian dia sadar begitu mendengar nasehat Allard yang lebih tegas!" kata Daevon.

Kharel tersenyum hambar, "Heran, kenapa juga Daddy masih mengurusnya? Padahal anak bajingannya itu mengabaikan semua perkataannya. Rex sadar? Dengan nasehat lagi? Harusnya Dad memukulnya!"

"Kharel!" bentak Daevon, "Sedikit saja kau kurangi keras kepalamu itu! Kau lihat Laiv, kakakmu itu menangis begitu mengerti posisi Rex."

"Laiv memaafkan dia, tapi tidak bagiku!" balas Kharel, "Dengar, dia bukan Rexford Mackenzie! Dia sudah berubah! Dia orang lain! Jika dia memang kakakku, harusnya disaat aku terpuruk dia membantuku! Tapi apa? Dia tidak peduli waktu itu!"

Daevon diam, ia tidak tahu soal apa yang Kharel katakan. Yang Daevon lakukan saat ini adalah mengembalikan keutuhan hubungan kakak beradik itu. Daevon pun melangkah pergi meninggalkan Kharel yang keras kepala.

Rex sudah rapih dengan setelan formalnya. Dia tampak begitu tampan meski berselimutkan rasa duka yang cukup dalam. Pria itu berdiri seraya memegang bingkai foto orangtuanya yang mesra dan tersenyum itu.

"Mom... Dad... andaikan kalian ada disini, aku akan memohon untuk membujuk adik-adikku supaya mengizinkanku. Kalianlah yang mampu meluluhkan hati mereka," ucap Rex dengan lirih dan mengelus kacanya dengan kedua ibu jarinya.

"Dad.. aku tidak ingin mengacaukan upacara kematianmu, mereka menganggapku tak pantas ada disisimu. Jauh dari dalam lubuk hatiku, aku ingin sekali saja... sekali saja melihat lebih dekat dan mengelus kepalamu. Aku ingin sekali mengatakan tepat di dekat telingamu, bahwa kau Ayah terhebat." Setetes air mata Rex pun jatuh.

Rex mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja, lalu menyalakannya. Senyumnya terukir begitu melihat sosok Litzi Euniciano yang ceria di layar ponselnya.

Karma tidak meruntuhkanku, justru membangkitkanku untuk memperbaiki kesalahanku. Setelah ku berhasil mendapatkanmu, ku berikan hak tuntutan hukum padamu. Rex membatin.

"Apapun hukumannya kan ku terima, tapi tidak dengan kematian. Jika aku mati, maka takkan ada yang bisa mencintaimu lebih dariku." Rex menatap langit yang cukup cerah dari balik kaca jendela.

*****

👉 Please, give me vote and comment 👈

PuspitaRatnawati

01.Maret.2018

(21:33)

*_ _NEXT TO PART 55_ _*

Continue Reading

You'll Also Like

83.4K 1.8K 34
Aku mengenalnya hanya sebagai pengunjung tetap di rumah makan tempat ku bekerja. dia yang setiap hari selalu datang sebagai pembeli,tak menyangka men...
2.9M 206K 82
"Apa kamu masih akan tetap membunuhku?" Wanita itu bergetar di bawah tekanan pria yang telah membunuh orang tuanya. Sebelah lengan sang wanita memega...
1K 655 8
Wabah zombie telah merebak di seluruh kota Los Angeles. Virus pemicunya sengaja dibuat oleh perusahaan besar bernama JC Corporation yang sangat sukse...
1.7M 70.1K 81
[ Cerita sudah Selesai!! Tolong jadi pembaca yang baik. Selalu Vote ya^^ Lebih baik follow dulu sebelum add cerita ini ke library. Karna ada part yan...