LUKA (COMPLETE)

By beliawritingmarathon

637K 49.9K 3.4K

Luka "Rela, demi dapetin hati kamu!" A story by Kusni Esti. Kata orang, saat kita jatuh cinta, kita akan mera... More

1. Ruang BK
2. Pinta Bu Ana
3. Chatting
4. (a) Ekstra Sabar
4. (b) Ekstra Sabar
5. Flashback
6. Pendekatan 1
7. Belajar Lagi
8. Jalan
9. Ngalah itu Penting
10. Pendekatan 2
11. Pernyataan
12. Enggak Peka
13. Copot
14. Puisi
15. Sembilan Puisi Keren
16. Pria Baru?
17. Mulai Berubah
18. Tantangan
Meet The Cast : Dava Abiyoga 👏
19. Kali Kedua
20. Butuh Piknik
21. Dilema
22. Lapang Dada
23. Putus Cinta mah Bebas
24. Bertemu Kembali
26. Kebahagiaan Baru
27. Sebuah Perhatian Kecil
28. Jual Mahal 1
Meet The Cast : Tasya Amara 👏
29. Jual Mahal 2
30. Risih
31. Rindu
32. Weekend
33. Menjelang Ujian
34. Kembali dan ... Kecewa (The End)
Ucapan Terima Kasih

25. Tajhu

9.8K 889 59
By beliawritingmarathon

"Dava pulang dulu ya, Bund. Udah malam nih," pamit Dava sambil melirik jam tangannya.

Dia tersenyum manis kepada bunda yang sedang cemberut; seolah tak rela jika Dava pulang.

"Kamu nginep di sini aja dong, Dav. Biar Bunda ada temennya," rayu Bunda.

Tasya mendesis kesal mendengar perkataan bundanya. "Bunda apa-apaan sih?!" protesnya.

"Hus, diem! Sana kamu temenin Bian aja. Bunda mau ngobrol dulu sama Dava. Sana, sana!" usir Bunda sambil memperagakan tangannya seolah sedang mengusir seekor ayam.

Tasya dibuat melongo dengan kelakuan bundanya yang semakin aneh dari hari ke hari. Dia berdecak lalu membalikkan badan untuk masuk ke dalam rumah; menemani Bian yang sedang duduk sendirian di ruang tamu.

"Anak itu udah pulang?" tanya Bian saat Tasya baru saja menduduki sofa di depannya.

Tasya langsung menatap kesal pada Bian. "Dia itu punya nama, Bian! Biasain panggil dia Dava, buakan anak itu terus!"

Entah mengapa Tasya menjadi kesal sendiri dengan Bian. Sudah berkali-kali Tasya mengingatkan nama Dava, dan berkali-kali pula Bian tidak pernah mendengarnya.

"Terserah deh."

Keadaan hening sejenak. Hingga suara motor dihidupkan memecah keheningan itu. Makin lama suara itu makin melemah. Tasya yakin itu suara motor Dava.

Tak lama kemudian, bunda masuk kembali ke dalam rumah dan melenggang pergi memasuki kamarnya tanpa menyapa dua orang yang sedang duduk di ruang tamu, Tasya dan Bian.

"Aku pulang juga deh, Sya," ujar Bian tiba-tiba.

"Oh, oke. Sebentar aku panggilin Bunda."

Tasya berjalan pelan ke arah kamar bundanya. Dia mengetuk pelan lalu membuka pintu itu. "Bunda?" panggilnya.

Dilihatnya bunda sudah membaringkan badannya di atas kasur, berrselimut rapi, dan tidak bergerak sedikit pun. "Bunda udah tidur?" tanya Tasya sambil menyentuh pelan lengan bundanya.

Dan seperti dugaannya tadi, bundanya tidak bergerak untuk merespons panggilan Tasya, hanya terdengar embusan napas teratur yang menandakan bahwa bundanya masih sehat dan kemungkinan masih bisa membuka mata esok harinya.

Tasya lalu keluar dari kamar bundanya dan menutup pintunya pelan.

Mendengar suara pintu ditutup, Bunda membuka sedikit matanya untuk melihat keadaan sekitar. Remang-remang. Dia memang sudah mematikan lampu utama sejak tadi agar aktingnya semakin sempurna. Ya, Bunda belum tidur. Dia hanya pura-pura tidur, agar tidak harus bertemu dengan Bian. Dia sedikit tidak suka dengan teman anaknya yang satu itu.

"Maafin Bunda ya, Sayang," ujar Bunda sambil cekikikan.

***

Hari Senin adalah hari terburuk bagi Tasya. Baru saja dia melangkah kekuar dari kelasnya, sudah ada Bian di depan kelas. Bukan apa-apa, kalau terus-terusan seperti ini, lama-lama Tasya risih juga. Bahkan lebih risih daripada dengan Dava.

"Ayo, Sya, ke kantin," ajak Bian. Tangannya tanpa permisi langsung menarik dan menggenggam tangan Tasya.

"Lepasin, Bi, nggak enak dilihat anak-anak," kata Tasya sambil mencoba melepaskan genggaman tangan Bian.

"Nggak usah dipeduliin."

Tiba-tiba saja bahu kanan Bian terguncang dan hampir saja Bian terjatuh jika tangannya tidak menggengam erat tangan Tasya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati seorang laki-laki yang sedang merapikan buku-bukunya yang berserakan di lantai.

Dengan geramnya Bian mendatangi laki-laki tersebut. "Kalau jalan hati-hati dong! Lo lihat gue apa enggak?!" teriak Bian setelah sampai di samping laki-laki itu.

Tasya yang melihat raut ketakutan di wajah laki-laki yang menabrak bahu Bian pun mencoba menenagkan Bian. "Udahlah, Bi, nggak usah diperpanjang," ujarnya.

"Ma ... maaf, a ... aku nggak se ... ngaja," kata laki-laki tadi dengan terbata-bata. Dia menunduk dalam, menatap sepatunya dengan pandangan takutnya.

"Enak aja cuma bilang maaf! Emang maaf lo bisa nyembuhin bahu gue yang sakit?! Enggak 'kan?!" teriak Bian sekali lagi, yang menbuat perhatian anak-anak langsung tertuju kepada tiga orang tersebut.

"Bian! Udah ah!"

"Maaf. Aku obati di UKS ya?" tawar laki-laki itu dengan takut-takut. Nadanya terdengar sedikit ragu. Memang hanya tersenggol sedikit saja bisa sakit separah apa sampai harus diobati? Jika Bian mau diajak pun, dia ingin melakukan apa di UKS? Luka mana yang bisa diobati sedangkan luka itu tidak tampak sama sekali!

"Nggak! Gue nggak butuh omongan lo itu! Sekarang lo ikut gue!" geram Bian.

"Bian, uda-"

"Diam!" bentak Bian.

Tasya terdiam. Dia takut dengan sifat Bian yang seperti ini. Dia tidak pernah melihat Bian marah sampai begini. Karena yang Tasya tahu, Bian itu anak yang sopan dan selalu ramah. Bukan pemarah dan suka seenaknya seperti ini.

Laki-laki yang tadi menabrak bahu Bian pun semakin ketakutan. Di tengah rasa cemasnya, dia melihat ada sepasang sepatu berhenti tepat di depannya. Tubuhnya pun semakin menegang.

Haduh, Ayah, Ibu, tolong anakmu yang gabteng ini, Bu. Aku mau dimakan sama monster! batin laki-laki itu.

Kakinya sudah gemetar tak karuan saat ada tangan yang menepuk pundaknya dan meremasnya sedikit keras.

Mati aku, mati aku!

"Nggak usah takut!"

Seperti mendapat air di padang tandus, laki-laki itu menghela napas lega. Dia sungguh kenal dengan suara itu. Suara teman sekelasnya yang baru-baru ini menjadi agak cerewet di kelas. Dia mendongak dan mendapati Dava sedang tersenyum miring ke arahnya.

"Astaga, Dav!" ujar laki-laki itu sambil tersenyum senang.

"Kenapa elah, Hu? Biasa aja kali. Aku tahu kok kalau mukaku gantengnya setara sama Manu Rios, tapi nggak usah kesenengan gitu juga kali, Hu!" ujar Dava dengan santainya sambil merangkulkan tangan kirinya ke bahu temannya yang bernama Tajhu itu.

"Kamu takut sama dia?" tanya Dava merujuk pada Bian yang saat ini sedang menatap sinis ke arahnya. "Ngapain! Takut itu cuma sama Allah, Hu! Hidupmu nggak akan maju kalau cuma kayak gini terus! Kalau dia ngejek kamu, kamu ketawa aja, pura-pura seneng sama ejekan dia. Nanti juga dia sendiri yang kerasa keejek. Kalau dia jahatin kamu kayak gini, pura-pura aja sok polos! Nanti dia juga bakal kesel sendiri sama kamu!" jelas Dava dengan santainya yang membuat Bian semakin geram.

Tanpa banyak berkata, Bian langsung pergi dari tempat itu tanpa menoleh lagi ke belakang, meninggalkan kerumunan yang bersorak kecewa karena tidak jadi mendapat tontonan gratis.

Melihat itu, Dava tertawa terbahak-bahak. "Tuhkan, apa aku bilang. Nanti juga dia ngerasa keejek sendiri!"

"Iya, ya, Dav? Wah kamu hebat!" puji Tajhu sambil menepuk pundak Dava dengan penuh kebanggaan.

"Terima kasih, terima kasih," ujar Dava sambil membungkuk layaknya orang Jepang.

"Kamu emang penggemar setiaku, Hu! Dasar Tahu!"

Dava langsung berlari setelah mengatakan kalimat itu, meninggalkan temannya yang kini sedang cemberut karena dipanggil Tahu lagi oleh Dava. Padahal 'kan namanya ada huruf j-nya di tengah!

"Awas kalau nanti ketemu di kelas ya, Dav!" teriak Tajhu sambil bersungut-sungut.

Tasya yang sedari tadi hanya diam memperhatikan pun diam-diam merasa senang dengan sikap Dava yang tenang. Berbeda dengan Bian yang sekarang mendapat nilai buruk di mata Tasya. Entah mengapa respect-nya pada Bian makin hari makin berkurang.

"Sya, si Bian diomongin dong! Jangan galak-galak sama orang. Nanti susah dapet temen!" ujar Tajhu yang entah bagaimana sudah ada di depannya.

Tasya menatap aneh pada teman sekelas Dava ini. Sejak kapan mereka seakrab ini sampai berbicara layaknya sahabat?

Tanpa mau berlama-lama, Tasya menjawab sambil berjalan masuk ke kelasnya, "Apaan sih, Tahu?!"

"Astaga, Namaku Tajhu, bukan Tahu! Ih, gara-gara Dava!"


****
TBC.

Sampai jumpa di bab selanjutnya....

Continue Reading

You'll Also Like

3.9M 193K 30
The Rules Series (2) : Matthew Rizki Akbar Biasa, cowok dan cewek bersahabat sejak kecil. BIasa, cowok dan cewek saling memendam rasa di hati kecil...
1.2M 216K 63
Untuk saat ini keduanya mungkin tidak menyadari telah berperan terlalu jauh dalam kehidupan masing-masing. Kita tidak tahu siapa saja pemeran utama d...
818K 89.6K 43
[Sudah Terbit] PELIK "haruskah aku relain kamu dengannya?" Rayn belum pernah jatuh cinta. Gimana mau jatuh cinta kalau ngenali muka orang saja enggak...
2.6M 248K 28
TELAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA [BEBERAPA CHAPTER TELAH DIUNPUBLISH] #Trueshortstory Dimas menyesal dulu pernah memberika...