NURANI

By VorellaVe

89.1K 1.3K 100

Pergumulan nurani yang terbesar... terkadang adalah melawan diri sendiri... melawan keinginan yang salah, mel... More

NURANI
MONICA DAN COYOTE
RYAN TIDAK TIDUR
GELITIK
DATANGNYA UTUSAN BARU
MIRA
MAAF...
SENANDUNG VICTOR
KEJUTAN
MENUNGGU...
MENATAP UNTUK TERAKHIR KALINYA
PERMATA YANG DI TUKAR
ANTONIUS SUDAH BERUBAH...
WELCOME BACK, HEGA...
ANTARA HEGA DAN MIRA...
TATAPAN MIRA
YANG TERISTIMEWA DAN YANG TERABAIKAN...
DETIK-DETIK...
BUAH KESALAHAN
ADAKAH TEMPAT BAGIKU?
MENGEJAR MIRA...
MENDENDAM...
PASCA OPERASI
HARI-HARI MEMBAYAR HARGA
LUAPAN KEBENCIAN MIRA
HARAPAN DAN PENGORBANAN
AWAL YANG BARU
PAHLAWAN HATI
MOTHER'S HEART TERAPHY CENTRE
PERSAHABATAN
HATI BATU
KEMBALI PULANG...
FAJAR DI PAGI HARI
KESEMPATAN BAIK
INDAH PADA WAKTUNYA
TUNTAS...
PESTA
BASA-BASI SEBELUM CIAOOBUUUUT...

MERPATI HATI

1.7K 35 4
By VorellaVe

MERPATI HATI

“Jadi… keputusan kamu udah bulat, Mir? Mau berhenti? Kamu cuma hadir untuk Hega? Ada Hega-Hega lainnya loh,,, di sini…” Monica langsung berseloroh panjang saat mendengar pengajuan Mira untuk mengundurkan diri dari posisi sebagai sukarelawan.

Mira hanya tersenyum. “Bu… mungkin panggilan Ibu di sini. Panggilan orang berbeda-beda, bu. Menjangkau orang lain tidak selalu harus di balik tembok atau label tertentu, Bu. Ada yang bertugas di balik tembok… ada yang bertugas di luar tembok… saya punya impian saya sendiri, Bu… Dan impian itu sempet pupus di amuk badai yang saya gak bisa cerita’in sama Ibu… tapi seperti yang Ibu bilang ke saya di malam itu…” Mira menarik nafas sambil menerawangkan matanya, “…tuntaskan…” Mira menatap lagi ke Monica yang sudah menyunggingkan senyumnya.

Monica mengangguk-angguk. “Jadi,,, apapun yang membawa kamu ke sini… udah tuntas, ya…”

            “Tuntas di balik tembok ini, Bu… tapi banyak yang harus saya kerjakan di luar tembok ini…”, sahut Mira sambil tersenyum.

            “Tapi ke ulang tahun tempat ini, kamu masih bisa dateng kan? Sedih juga kalo berpisah gini, ya…” Wajah Monica sedikit merunduk. Ada jejak-jejak luka dan kesepian di pancaran matanya. Dan begitu banyak cerita perih,,, terlukis di garis-garis lelah di sudut matanya...

            “Bu… kita gak pisah… kita sedang berpencar untuk memperluas aksi…” Mira berkelakar. Ia tak mau suasana menjadi larut dalam nuansa biru haru. “Dan saya pasti dateng kok, bu…”

Monica tersenyum. “Sukurlah… saya selalu ngerasa sedang melihat diri saya sendiri kalo liat kamu… hanya aja… kamu lebih beruntung dari saya… pendamping kamu masih ada, masih kamu liat dan kamu tau dia aman…” air mata yang selama ini disembunyikan Monica mulai menyeruak turun. “Kalo aja dulu… saya gak larut dalam ego dan kemarahan… mungkin Ryan; suami saya… masih tertolong…”

Mira membelai-belai bahu Monica yang mulai terisak. “Bu… saya turut prihatin… saya gak tau kalo suami Ibu udah… ah, tapi jangan disesali lagi… Ibu liat anak-anak ibu…”

            “Ya, ya… mereka berprestasi di sekolah mereka… saya gak perlu bayar uang sekolah lagi… karna mereka selalu dapet beasiswa…”, sambung Monica sambil mengangguk-angguk dan menyeka kedua matanya yang basah dengan sapu tangan. “Cuma satu yang jadi beban hati saya selama ini… kalo kamu gak keberatan,,, saya mo berbagi…” Monica kembali terisak.

Mira terdiam lalu hanya mengangguk kecil. Monica pun melanjutkan, “Saya ingin tahu… apa dia meninggal dalam kesalahannya tanpa minta ampun sama Tuhan? Karna… kalo nanti saya berpulang nanti… apa saya gak akan ketemu lagi sama dia…” Monica mulai meledak dengan tangisannya. Mira bisa merasakan beban itu sudah begitu lama di simpan Monica. “Padahal…", Monica masih menyambung, "Saya sangat mencintai dia… bagi saya,,, menikah adalah sekali seumur idup… saya sangat nyesel…” Monica melanjutkan tangisan pilunya lagi. Mira benar-benar tak tahu perkataan apa yang bisa meringankan beban Monica selain merangkul dan memeluknya sambil berbisik. “Bu… saya gak tau jawabannya… kita gak boleh berpikir terlalu jauh di luar akal kita, Bu… Itu perkaranya Tuhan…”

Monica terus terisak… “Saya hanya berharap… seandainya Ryan sempat meminta ampun…” Monica terus sesegukan, mengeluarkan semua yang menghimpit batinnya selama ini. “Saya cuma bermimpi tepat di malam sebelum saya temukan dia meninggal dalam keadaan terentang di atas ranjang… dalam mimpi... saya liat dia duduk di sofa ruang tamu, di saat-saat terakhirnya,,, memandangi foto saya dan anak-anak… saya denger mulutnya bergerak-gerak kecil mengatakan kalo dia sayang sama saya dan anak-anak… kalo dia nyesel… lalu dia minta ampun sama Tuhan sebelum dia pergi selamanya…” Monica semakin kencang dengan erangan pilu dalam tangisannya. “Dia tertidur di sofa dan gak bangun-bangun lagi! Tapi itu cuma mimpi… dia terbaring di kasur… bukan di sofa… saya cuma pingin tauuuu… cuma ituuu… saya gak bisa maapin diri saya sendiri membiarkan dia meninggal di dalam kesalahan dan penyesalan… dia blon denger bahwa saya gak pernah brenti mencintai dia… saya nyeselll… huhuhuuuuuuu…” Bahu Monica bergetar hebat. Mira terus mempererat pelukannya. Tak dapat dapat dibayangkannya,,, bila itu terjadi dalam kehidupannya dengan Antonius… Tidak melihat Antonius… di saat Antonius dan dirinya belum berdamai? Mira mengerjap-ngerjapkan matanya agar bayang-bayang mengerikan yang menyayat hati itu menghilang dari pikirannya. Ia bisa membayangkan hati Monica yang mencintai suaminya, kira-kira seperti dirinya yang mencintai Antonius…

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka perlahan… seseorang sudah sejak lama ada di balik pintu di luar ruangan Monica dan mendengarkan semuanya…

Hega masuk menyundul pintu untuk terdorong lebih membuka, dengan kursi rodanya…

            “ga?” Mira dan Monica mengerenyitkan dahi bersamaan.

            “Kamu berhenti dari sini,,, senin besok? Gak bareng saya di bulan besok, Mir?”, tanya Hega langsung. Sinar matanya meredup lunglai...

Mira menarik nafas dan menghelanya perlahan. Ia dan Monica saling melepaskan pelukan mereka. Monica merunduk, cepat-cepat menyeka wajahnya dengan sapu tangan.

            “Kamu sendirian ke sini, ga?” Mira balik bertanya. Ia enggan menjawab.

Hega menggeleng. “Dokter Dion anter saya tadi… tapi denger Ibu tadi…” Hega menoleh ke belakang, memastikan apakah Dion benar-benar sudah beranjak pergi untuk menghindar sementara waktu, di saat tangisan Monica terdengar menembus dinding gypsum hingga ke luar ruangan. “Bu…”, kata Hega kemudian dengan cepat. “Saya baru ngeh… kalo Ibu adalah istrinya Ryan Suwandi…”

Monica tampak terperanjat. “Kamu… kamu kenal Ryan?”

            “Ryan dan Rika satu kantor dengan saya, Bu…”, sahut Hega. Raut wajahnya berubah tak nyaman. Tapi Hega tetap memilih diam di posisinya.

Wajah Monica langsung merunduk. “Waduh… jadi kamu tau semuanya, ya…” rautnya juga berubah tak nyaman. Ada kecanggungan menyeruak di tengah-tengah keheningan mereka...

Hega tak menggubris raut Monica yang tampak malu. Ia langsung saja menyampaikan sesuatu yang Monica perlu tahu… “Bu… saya yang anter Ryan ke rumah karna… dia sempet sa,-“ Hega mengurungkan niatnya untuk berterus terang kalau saat itu Ryan sedang sakau berat. “Sakit", kata Hega akhirnya, "Ryan sakit. Saya yang anter ke rumah… Ryan memang terduduk di sofa waktu dia koma lalu…" Hega sempat terdiam sesaat. Tapi ia meneruskan kembali, "Saya gak tau… saya pikir dia tidur… jadi saya pindahin ke kamar… Saya gak tau apa dia ngomong sesuatu… tapi dia emang sempet ngelirik ke foto Ibu dan anak-anak saat duduk di sofa waktu itu… dan matanya… saya bisa rasa’in… dia merasa kehilangan…” Hega menghela nafas dengan cepat, merasa lega. “Maaf, Bu… saya gak bisa sampe’in persis yang ibu mau tau… saya cuma tau segitu… mimpi ibu… sebagian ada yang memang begitu kejadiannya… maap, bu… saya minta maap…”, kata Hega lagi mengakhiri penuturannya. Ia tak tahu apakah ia sudah cukup melakukan sesuatu yang bisa membuat Monica sepenuhnya merasa lega...

Monica langsung kembali dengan ledakan tangisannya. Tapi kali ini dengan bibir yang berusaha tersenyum. “Ma kasih, Hega… saya lega… ma kasih… saya lega… Jadi dia masih merindukan saya dan anak-anak…” Monica terus menyambung perkataannya yang timbul-tenggelam dengan isakan yang menyayat hati. “Saya sekarang tenang… saya tau dia pulang ke tempat yang sama dengan tempat di mana nanti saya juga akan berpulang… saya lega… saya lega…”

Melihat bahu Monica bergetar begitu hebat,,, dan air mata sudah habis membungkus permukaan wajahnya, Mira langsung menarik kepala Monica untuk terbenam dalam pelukannya…

Hega termenung lirih sesaat. Tak pernah menyangka… mereka yang dikhianati,,, terluka sedalam itu… tapi masih pula berduka sedalam itu menangisi kepergian orang yang menyakitinya…

Hega melihat Mira yang sedang menenangkan Monica… Memperhatikan bagaimana perempuan-perempuan yang kesehariannya ini hanyalah perempuan-perempuan biasa… bagaimana mereka begitu kuat menanggung semua kesakitan ini… sementara Hega yang selama ini berlaku bagai superwoman,,, patah begitu saja dan hampir gila hanya karena orang yang tidak berhak dicintainya, meninggalkannya…

Hega pun mulai mengenang mamanya… mamanya sempat di rawat di sebuah institusi kejiwaan… karena tidak sanggup menanggung rasa sakit dikhianati dan ditinggalkan oleh papanya. Mamanya melakukan kesalahan terbesar dalam kehidupannya… Hega berusaha menyangkal apa yang dilihatnya… tapi ia mau mencoba melihat kembali kepada sebuah kenyataan yang selama ini disangkalnya… mamanya yang sering kesepian karena papanya yang terlalu sibuk bekerja,,, dipergoki sedang berselingkuh di kamar… di malam langkah kaki itu mendekat… langkah kaki papanya yang memergoki mamanya sedang bersama selingkuhannya… semua itu adalah awal tragis kisah keluarganya. Papanya tak pernah lagi menjadi papa yang sama di pengenalannya… Papanya menjadi pemurung dan temperamental. Begitu pun mamanya. Mereka saling bungkam bila sedang bersama… beberapa tahun, papanya sempat tak pernah menginjak rumah sama sekali. Lalu ia kembali lagi setelah sekitar delapan tahun berlalu... Sementara sekian lama, mamanya selalu berkata papanya sedang berbisnis ke luar negeri. Tapi tidak demikian kenyataannya… papanya di penjara. Hega kecil sempat melihat bagaimana papanya memegang pisau berlumuran darah setelah membunuh selingkuhan mamanya di kamar itu… kamar yang bahkan tak pernah mau ditempati oleh Tante Ruby yang pemberani sekalipun. Tante yang sekarang hidup menyendiri di pulau Fiji.

Dan sekalipun papanya telah kembali,,, hubungan papa dan mamanya bagaikan cermin yang sudah hancur berantakan dan tidak bisa disatukan kembali. Papanya pun membalas dengan berselingkuh. Begitu pun mamanya,,, berselingkuh lagi… karena tidak tahan dengan kesendirian…

uang mereka yang berlimpah… tidak bisa membeli kebahagiaan…

Sampai akhirnya keduanya di jemput maut saat kecelakaan mobil terjadi… Hega tak pernah bertanya-tanya… apakah mereka sempat meminta ampun pada Tuhan? Karena saat semua itu terjadi,,, Hega sudah berpikir kalau Tuhan itu antara ada dan tiada. Dan sebagaimana yang Tante Ruby tanamkan di dalam dirinya… “Bertahanlah hidup dengan tidak mempercayai siapapun. Paham? Jangan pernah membuka siapa diri kamu atau apapun tentang diri kamu pada siapapun. Dan satu lagi… jangan pernah terlalu jatuh dan jauh di dalam mencintai… cinta itu gak pernah ada... cinta itu awal kehancuran… kalo kamu kesepian, cinta itu cuma kamuflase pengusir kesepian aja… inget,,, lebih baik kamu beli laki-laki daripada kamu mengharap cinta gratis. Gak ada yang gratis di dunia ini.”

Begitulah Hega tumbuh besar…

Meski Hega tahu, Papa dan mamanya pernah saling mencintai… dan menjelang maut menjemput mereka pun,,, mereka tetap saling mencintai… hanya saja,,, kebencian, kepahitan dan kekecewaan sudah menjadi kabut tebal yang menutupi nurani mereka sendiri…

Dan saat Hega kembali melihat ke arah Mira dan Monica… bagaimana kedua perempuan itu saling percaya dan berbagi beban untuk saling menguatkan dan menghibur… Hega menginginkan hal yang sama… meski ia sempat meragu,,, apakah ia akan merasa cukup aman dan nyaman untuk bisa seperti itu… sampai akhirnya ia membuka mulutnya perlahan…

            “ng… saya juga punya beban… boleh sharing dengan jaminan ini off the record?”, kata Hega kemudian... suaranya menyeruak tiba-tiba, memecah garis keheningan yang terselaput haru biru isakan Monica... 

Belum sempat Mira dan Monica menyahut,,, Dion sudah muncul di pintu. “Apa kalian masih butuh waktu pribadi? Nanti saya bisa balik lagi jemput Hega…”

Hega masih mematung. Mulai meragu kembali untuk bercerita. Mira senyum-senyum jahil. “Enggak, Dion… Bawa aja Hega… dia bilang,,, dia mo sharing sama kamu…” Mira terus terkekeh melihat Hega yang gelagapan dan memerah wajahnya. “Ah? Enggak… enggak…”, kata Hega cepat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

            “Kamu mo curhat?” Wajah Dion mendekat ke wajah Hega yang semakin merata rona merahnya. Hega baru saja hendak menggeleng lagi di saat Dion membuka mulutnya kembali… “Kebetulan… saya juga butuh temen sharing… kamu keberatan?” mata Dion yang tajam seperti elang, membuat Hega tak berani untuk sekedar menarik nafas. Jantungnya berdegup kencang sekali. Dan ia merasakan panas pada wajah dan kedua telinganya…

            “Dia mau!” Mira menyahuti, mewakili Hega. “Oke… kalo boleh… kalian pergi dulu, deh… Bu Monica dan saya lagi butuh privasi sebentar, nih…” Mira mengedipkan sebelah matanya pada Hega dengan sembunyi-sembunyi. Hega menghela nafas panjang, dalam-dalam,,, saat Dion langsung saja mengambil alih laju kursi rodanya untuk berputar keluar ruangan…

Hega menoleh ke Mira sekali lagi,,, sebelum benar-benar menghilang keluar ruangan. Ia tersenyum pada Mira dengan mata seolah berkata, “Terima kasih…”

Mira melihat bagaimana binar mata Hega begitu hidup…

Saat itulah Monica berbisik di telinga Mira… “Yang kamu lakukan untuk Hega,,, saya melakukannya untuk Rika…” Monica sedang tersenyum saat Mira cepat menoleh ke arahnya.

            “Memangnya… Ibu… Ibu tau?”, tanya Mira meragu.

Monica mengangguk. “Iya… senang ngeliat kalian semua gak sendirian lagi…”

            “Ibu juga gak sendirian…”, sahut Mira cepat.

            “Iya, Mira… suatu saat, Mira… suatu saat…”

            “Suatu saat? Ibu mo merit lagi?” Mata Mira membelalak. Entah senang, entah terkejut. Tapi Monica menggeleng sambil terus tersenyum. Bulir-bulir air mata kembali menitik turun ke pipinya. “Suatu saat, kalo saya di panggil pulang, Mira… dalam hidup saya,,, hanya satu kali saya menikah dengan laki-laki yang saya cintai… dan untuk selamanya… saat dia pergi,,, saya berkabung untuk dia selamanya, Mira… gak akan ada lagi pesta pernikahan selain pesta pernikahan anak-anak saya nantinya…”

            “Ibu… apa ibu gak,,, maap,,, takabur ngucap gitu?” Mira memicing.

Monica menggeleng yakin. “Kamu tau gak… kenapa sepasang merpati jadi lambang pernikahan? Apa kamu tau kalo merpati itu cuma punya satu pasangan sampai mereka mati? Si jantan bisa terbang separuh bumi jauhnya,,, tapi ia akan tempuh jarak, cuaca tak bersahabat,,, bahkan sampai keadaannya sekarat sekalipun,,, ia akan selalu pulang ke betina yang sama… dan ia gak pernah tersesat… ia tau ke mana arah pulang untuk menemukan betinanya itu… Sekalipun ia harus mati,,, ia hanya akan memilih tempat untuk mati adalah di dekat betinanya… satu-satunya betinanya… Dan si betina akan selalu setia menunggu jantannya, yang satu-satunya itu… luar biasa kan?” Monica masih tersenyum, memandangi raut Mira yang terenyuh. “Merpati adalah lambang kesetiaan… Saya cuma mau seperti merpati, Mira… Apapun hal pahit yang sudah saya lihat, saya rasakan dan saya lewati dalam pernikahan yang pernah saya jalani… merpati gak pernah berubah…” Monica menyeka kedua matanya dengan sapu tangannya sebelum melanjutkan lagi... "Dan tolong... kalo anak-anak kamu ada yang bertanya nanti... apakah kisah merpati benar-benar ada yang nyata... tolong sampaikan kepada mereka tentang kisah seorang perempuan bernama Monica... Monica pernah ada..." Monica tersenyum lagi. Tapi air matanya tidak juga berhenti untuk terus bergulir keluar dari pelupuk matanya. Mira berandai-andai,,, andaikan setiap bulir air mata itu adalah berlian... Mira ingin sekali menebar berlian itu pada dunia agar dunia tahu tentang kisah merpati hati bernama Monica dan dirinya sendiri... Mira...

Mereka terluka, mereka menangis, mereka pernah hancur dan membenci... tapi tak pernah berhenti mencintai dan menunggu...

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 30.7K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
2.4M 107K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
1.4M 114K 36
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
4.5M 134K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...