LUKA (COMPLETE)

By beliawritingmarathon

637K 49.9K 3.4K

Luka "Rela, demi dapetin hati kamu!" A story by Kusni Esti. Kata orang, saat kita jatuh cinta, kita akan mera... More

1. Ruang BK
2. Pinta Bu Ana
3. Chatting
4. (a) Ekstra Sabar
4. (b) Ekstra Sabar
5. Flashback
6. Pendekatan 1
7. Belajar Lagi
8. Jalan
9. Ngalah itu Penting
10. Pendekatan 2
11. Pernyataan
12. Enggak Peka
13. Copot
14. Puisi
15. Sembilan Puisi Keren
16. Pria Baru?
17. Mulai Berubah
18. Tantangan
Meet The Cast : Dava Abiyoga 👏
20. Butuh Piknik
21. Dilema
22. Lapang Dada
23. Putus Cinta mah Bebas
24. Bertemu Kembali
25. Tajhu
26. Kebahagiaan Baru
27. Sebuah Perhatian Kecil
28. Jual Mahal 1
Meet The Cast : Tasya Amara 👏
29. Jual Mahal 2
30. Risih
31. Rindu
32. Weekend
33. Menjelang Ujian
34. Kembali dan ... Kecewa (The End)
Ucapan Terima Kasih

19. Kali Kedua

11.8K 1K 43
By beliawritingmarathon

Susah memang untuk memenuhi permintaan Bu Ana. Namun apa boleh buat? Dava melaksanakannya dengan senang hati. Dia bahkan berbicara langsung kepada Bunda Tasya agar tidak ada salah paham lagi. Dan Bunda Tasya dengan inisiatif-nya pun ikut membujuk Tasya agar belajar lagi, mengingat sebentar lagi Ujian Akhir Semester akan segera dilaksanakan.

Dan dengan sedikit enggan pun Tasya menuruti permintaan bundanya. Bukan karena apa, tapi dia masih rindu dengan Bian setelah lama tidak bertemu. Rasanya belum cukup waktu beberapa minggu ini untuk melepas rindu. Tasya membutuhkan lebih banyak waktu lagi. Tetapi waktu itu tidak ada. Dia harus mengejar materi untuk ujian kali ini. Tasya tidak ingin mengecewakan bundanya lagi.

Tentu saja Dava sangat senang mendengar jika Tasya mau kembali belajar. Tidak dapat dipungkiri, Dava sunggguh merindukan gadis manis itu. Rasanya ingin menatap wajah Tasya setiap hari tanpa menoleh ke mana-mana lagi.

Dan di sinilah Dava, menatap Tasya yang sedang serius dengan buku di tangannya.

"Udah paham belum?"

Pertanyaan itu yang terlontar pertama kali ketika melihat wajah Tasya yang tampak masih bingung. Dava mendengkus pelan saat sebuah cengiran muncul perlahan di wajah cantik Tasya.

"Jangan pura-pura paham, tapi akhirnya bingung nanti pas ngerjain soal. Nggak usah gengsi segala. Cuma sama aku juga," ungkap Dava yang lagi-lagi mendapat cengiran khas Tasya.

Tasya menegakkan duduknya. "Aku nggak gengsi kok," ujarnya, "buktinya aku ngomong sama kamu." Tasya kembali cengengesan sambil menyesap sedikit kopi yang tadi dia pesan.

Besok adalah hari terakhir Ujian Akhir Semester. Dava pun sejak awal diadakan ujian sudah memaksa Tasya untuk belajar setiap hari sepulang dari ujian. Awalnya Tasya menolak. Dan Dava harus menahan kesal saat Tasya lebih mementingkan Bian daripada nilai ujiannya. Tasya mengeluh kalau pasti otaknya sudah penuh dengan ujian-ujian paginya, mana sempat otaknya mengingat pelajaran sesaat setelah dia membuat otaknya bekerja keras untuk menjawab soal-soal yang dianggapnya seperti ujian hidup; sulit.

Namun, iming-iming akan ditraktir es krim pun mampu membangkitkan semangat Tasya kembali menjadi semangat empat-lima. Tasya mengangguk antusias dengan syarat jalan-jalan dulu sebelum belajar, dan Dava menyetujuinya.

Saat ini mereka sedang berada di kafe dekat sekolah yang tenang jadi mereka tidak terganggu saat belajar. Tanpa Bian tentu saja. Dava sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya dari Tasya yang sedang serius membaca materi, mengulang apa yang sudah dijelaskannya tadi.

"Dav, setelah ini kita pulang ke mana? Jalan-jalan dulu yuk?" ajak Tasya yang sudah menutup bukunya.

Dava mengernyit sesaat lalu menegakkan tubuhnya. "Udah belajarnya?" tanyanya yang ikut membereskan buku-buku di atas meja.

Tasya mengangguk sebagai jawaban. Dia memasukkan semua bukunya ke dalam tas lalu meneguk kopinya yang sudah dingin.

"Yakin yang tadi udah paham?" tanya Dava sekali lagi memastikan.

Tasya memutar bola matanya malas. "Udah ya ampun, Dav! Kamu kok ngeraguin aku sih!" gerutu Tasya. Dia berdiri lalu berjalan begitu saja keluar dari kafe; meninggalkan Dava yang sedang mengusap tengkuknya.

"Karena emang patut diragukan, Sya," gumamnya.

"Dava, ayo!" teriak Tasya yang akan sudah ada di dekat motor Dava.

"Iya, Sya. Ya ampun."
  
    

*** 
    
     

"Kita mau ke mana sih, Dav? Dari tadi muter-muter mulu!" gerutu Tasya sambil memanyunkan bibirnya. Dia bosan sedari tadi hanya duduk diam di boncengan Dava. Pantatnya pegal, bahkan Tasya menduga jika sebentar lagi mungkin akan mati rasa.

"Bawel. Udah diam aja!" seru Dava agak keras agar terdengar oleh Tasya.

Sesaat kemudian, Dava memelankan laju motornya, hingga berhenti di sebuah taman yang tampak asing di penglihatan Tasya. Tentu saja asing, Tasya saja tidak pernah jalan-jalan! Hanya diam di rumah, menjadi gadis manis anak rumahan.

Tasya mengikuti Dava yang sudah berjalan di depannya. "Ini di mana Dav?" tanyanya saat dia sudah menyejajarkan langkahnya dengan langkah Dava.

Dava berhenti sejenak. Menatap Tasya dengan pandangan yang sulit diartikan. Dia menatap seolah-olah Tasya adalah makhluk luar angkasa yang tersesat di bumi, tepatnya di depan Dava sekarang.

"Kamu nggak tahu ini di mana?" tanya Dava memastikan, yang dijawab gelengan pelan dan cebikan bibir Tasya.

Dava terdiam sejenak. "Kamu tinggal di mana sih, Sya?"

Yang ditanya malah ikut bingung. Tasya memiringkan kepalanya lalu berkata, "Ya di rumah 'kan? Selama ini emang kamu ke mana aja kalau belajar sama aku? Ya di rumah aku 'kan? Kenapa masih tanya!" gerutu Tasya, antara heran dan sebal bercampur menjadi satu.

Dava berdecak, "Hais, diam! Males debat sama kamu!"

Dava langsung kembali melangkah tanpa menghiraukan Tasya yang berteriak di belakangnya. Kakinya yang panjang membawa dia sampai di danau buatan yang walaupun tidak bisa dibilang besar, tetapi danau itu sungguh indah saat sore hari, apalagi untuk melihat sunset

"Dav, ya ampun, jangan cepet-cepet jal—"

Perkataan Tasya terhenti saat matanya melirik ke depan; melihat langit yang mulai berubah warna menjadi jingga.

"Bagus banget, ya ampun!" pekik Tasya. Senyuman terpatri jelas di wajah cantiknya.

Dava menoleh. Dia tertegun saat melihat wajah Tasya diterpa sinar matahari sore; cantik. Lebih cantik maksudnya. Dava tersenyum samar. Dia mengeluarkan ponselnya dan memotret Tasya yang masih terpukau dengan sunset di depannya.

"Sya ...,"

Tasya menoleh saat merasa dirinya dipanggil. Dia mengerjap pelan saat melihat Dava yang tampak jauh lebih tampan saat ini. Entah karena apa. Tasya sampai tidak bisa berkata-kata saking terpukaunya.

"Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan ...," bisiknya sangat lirih, hingga hanya terdengar samar-samar di pendengaran Dava.

"Kamu ngomong apa, Sya?" tanya Dava dengan dahi mengernyit.

"O-oh? Enggak. Itu, pemandangannya bagus banget. Iya, itu," jawab Tasya. Dia memalingkan wajahnya yang sudah semerah tomat. Ternyata efek Dava bisa separah ini.

Tasya tersentak saat tangannya ditarik lembut oleh Dava menuju sebatang pohon yang sudah tumbang, yang bisa dijadikan tempat duduk oleh mereka. Dava pun duduk, matanya menatap Tasya yang masih berdiri, lalu beralih menatap tempat di sisinya; menyuruhnya duduk di sana.

"Kenapa sih, Dav?" tanya Tasya setelah dia duduk di samping Dava.

Keadaan hening sejenak. Dava seolah sedang memikirkan sesuatu yang berat. Kepalanya sedang menyusun kata-kata yang pas sebelum bicara dengan Tasya.

"Sya ...," panggil Dava. Dia kembali terdiam saat Tasya sudah fokus kepadanya, membuat gadis itu gemas sendiri.

"Astaga, kenapa sih, Dav?" cerca Tasya tidak sabar.

"Kita 'kan udah lama kenal. Satu semester ini kita selalu belajar bareng, hampir setiap hari malah. Aku rasa ... itu waktu yang cukup lama untuk kita tahu pribadi masing-masing." Dava menghela napas. Dia menunduk sejenak untuk menetralkan rasa gugup yang tiba-tiba menyerangnya. Dasar tidak tahu situasi-kondisi! batin Dava sambil sekali lagi menarik napas lalu mengembuskannya secara perlahan.

Tasya memiringkan kepalanya. Otaknya berputar mencerna kalimat-kalimat Dava. Dia mulai memikirkan akan dibawa ke mana pembicaraan ini.

"Kok aku jadi bingung ya? To the point aja sih, Dav." Tasya berkata sambil menggaruk pelipisnya tanda dia memang tidak paham dengan ucapan Dava.

Dava membenarkan posisi duduknya. Dia menatap Tasya lekat-lekat, mencoba mengumpulkan keberaniannya.

"Sya ...,"

"Hm?"

"Kamu ... mau nggak, jadi pacarku?"

  
 

****
TBC.

Duhh, ditembak lagii 😳

Tasya bakal mau nggak yaa... 😁

Jangan lupa vomment yak guys. 😊

Sampai jumpa di bab selanjutnya....

Continue Reading

You'll Also Like

23.8K 2.8K 43
"Kau bukan merindukannya, kau hanya merindukan kenangan kalian." (-Kenzio) "Ketika hujanmu menghapus badai di langitku." (-Rachel) Rachel Kalyca Darl...
5.5K 584 27
Ada banyak alasan kecil mengapa hal-hal besar terjadi. Tidak semua dapat dijelaskan. Hidup mengajari Kyla untuk tidak mengharapkan apa pun dari siap...
170K 18.1K 35
DILARANG PLAGIARISME. "Apa lagi?" "Jangan pernah deketin cewek di SMK 58, pawangnya ngeri" "Hm? Si Jeno kan"
1.9M 178K 44
[Sudah Terbit] "Gue pasti bisa bikin lo jatuh hati sama gue. Liat aja nanti!" Hidup Ghazi Airlangga berada di ujung tanduk saat rahasia memalukannya...