Verin (vernon & inge)

By dedesWhite

12.1K 927 156

Menceritakan tentang hubungan dini yang terjalin antara inge dan vernon yang harus menyembunyikan status mere... More

❄ Satu
❄ Dua
❄ Tiga
❄ Empat
❄ lima
❄ Enam
❄Tujuh
❄ Delapan
❄ Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam belas
Tujuh belas
Delapan belas
Sembilan belas
Dua puluh
Dua puluh satu
Dua puluh tiga
Dua puluh empat
Dua puluh lima
Dua puluh enam
Dua puluh tujuh
Dua puluh delapan
Dua puluh sembilan
Tiga puluh
Tiga puluh satu
Tiga puluh dua
Tiga puluh tiga
Tiga puluh empat
Tiga puluh lima(End?)

Dua puluh dua

409 23 8
By dedesWhite

"Lepasin tangan gue". Inge Memberontak berusaha melepaskan tangan karel yang menariknya.

"Gue benci sama lo, lepasin!"

Cowok beralis tebal itu tanpa permisi menarik inge dalam pelukannya. Inge terdiam membeku di tempatnya bersamaan dengan detak jantungnya yang berdeguk kencang.

"Maaf". Ucapnya tulus seraya mengeratkan pelukannya.

Tangisan inge pecah saat mendengar permintaan maaf karel. Karel memeluk inge dengan erat bersamaan dengan air matanya yang menetes.

"Maafin aku inge". Ucapnya sekali lagi membiarkan tetesan demi tetesan air matanya menetes begitu saja. Inge semakin terisak dalam dekapan hangat karel dengan hati penuh kelegaan saat mendengar kata maaf terucap dari bibir karel.

"Aku ingat semuanya".

Inge terdiam mencerna ucapan karel lalu melepaskan pelukannya beralih menatap mata cowok beralis tebal itu dengan lekat.

"Ver?".

Karel mengangguk seraya tersenyum  membenarkan dugaan inge. Merasa takdir selalu mempermainkannya untuk bisa mendapatkan kebahagian Inge menundukkan kepalanya yang selanjutnya terdengar suara isakannya yang semakin menjadi melepaskan semua nya.

Inge bangun sayang kamu kenapa?

Dengan pandangan buram masih setengah sadar inge membuka matanya. "Sayang kamu mimpi buruk ya?". Duduk disamping inge yang masih dengan posisi berbaring. Inge kembali memejamkan matanya. Mimpi yang seharusnya terjadi seperti harapan dan keinginannya selalu menghampirinya menjadi bayang-bayang kesakitan dan juga kesedihannya sepanjang waktu. "Inge" Suara oma warsa yang terdengar lirih membuat inge kembali meneteskan air matanya. "Oma.... Hiks hiks". Memeluk punggung oma warsa dengan badan bergetar. Wanita paruh baya itu membiarkan inge mengeluarkan semua beban yang dirasakannya meski menangis tak bisa menyelesaikan segalanya.

"Menangislah cucuku, suatu hari nanti orang-orang yang membuatmu seperti ini akan merasakan hal yang sama sepertimu. Bersabarlah meskipun ini berat". Batin oma warsa mengelus pundak inge lembut.

**********

"Mi, pi, jelasin ke karel sekarang". Duduk menghadap maria dan sanjaya dengan tatapan intimidasi. "Ada apa sayang?". Tanya sanjaya seraya Meminum secangkir teh dengan santai. "El dan el dari panti asuhan mana? Maria membeku ditempatnya, kebingungan harus menjawab apa. Sementara sanjaya juga melakukan hal yang sama. Karel menautkan keningnya heran, mami dan papinya yang dikenalnya banyak bicara justru saat ini tak berkutik sama sekali.

"Kamu ngomong apa sih rel? El dan ellen emang dari panti asuhan. Mana berani mami sama papi ngambil anak orang iya kan pi".

"Hm". Membenarkan namun tak yakin jika karel percaya begitu saja.

"Terus gimana inge bisa kenal el dan ellen?". Uhuk uhuk
Maria menyimpan cangkir tehnya mendengar karel menyebut nama orang yang tak ingin di dengarnya membuat mood nya yang baik menjadi buruk.

"Gak sayang percaya sama mami dan papi. Gadis itu hanya kebetulan mengenal mereka karena pernah tinggal di panti yang sama". Maria kembali bersandiwara.

"Mami dan papi gak bohong kan? Menatap kedua orang tuanya penuh selidik mulai merasa janggal. Jika el dan ellen dari panti asuhan wanita paru baya yang menyuruhnya menjaga el di mall saat itu siapa? Jika mereka dari panti seharusnya anak-anak panti lainnya juga pasti ada di sana bersama mereka dan inge apa sebenarnya hubungan inge dengan anak kembar itu.

Maria dan sanjaya mulai kelingkungam berusaha baik-baik saja. Memiliki seorang anak jenius harus menjadi hambatan bagi keduanya meski itu adalah hal yang harus mereka banggakan. Namun saat ini justru membuat keduanya seperti terperangkap oleh perangkap mereka sendiri.

"Karel, papi harap kamu tidak lagi membahas tentang el, ellen maupun gadis itu. Semua ini adalah urusan mami dan papi, kamu tidak perlu tahu semua itu. Apa kamu meragukan mami dan papi?".

"Bukan gitu pi maksud karel... ".

"Cukup, papi gak mau dengar apa pun lagi saat ini. Papi lelah". Pergi begitu saja. "Sayang percaya sama mami dan papi oke?". Maria mengelus pundak karel dengan wajah penuh kelegaan lalu pergi menyusul sang suami. Akting sanjaya sungguh menyelamatkan keduanya dari kecurigaan karel.

Karel terdiam masih belum memahami semuanya. Ingatannya kembali pada sosok inge yang begitu rapuh dan menyedihkan saat bertemu kedua anak kembar itu. Meskipun berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa tindakannya memang benar namun hatinya seakan mengelak semuanya hingga rasa sesaklah yang dirasakannya. Rasa bersalah terus berputar-putar dikepalanya.

"Ah... Sial gue kenapa aneh gini". Mengacak rambutnya frustasi.

"Gue gak salah, tapi kenapa inge selalu muncul dalam ingatan gue dan rasa bersalah dan rasa sakit yang tak beralasan ini. Apa maksud dari semua ini?".

********

"Oma inge berangkat". Berjalan keluar rumah dengan berseragam rapi setelah menyelesaikan sarapannya. Ekspresi tak terbaca menghiasi wajahnya dengan aura berbeda dari sebelumnya. Entah apa yang dipikirkan gadis berambut panjang itu.

"Bu inge baik-baik aja kan?". Tanya mbak ida khawatir. Oma warsa menatap punggung inge melalui jendela dengan diam. "Ish ida". Bude irna memberikan kode untuk tak usah ikut campur.

"Semoga jalan yang diambilnya adalah yang terbaik".

Sesampainya di sekolah hal pertama yang dilakukan inge mencari tahu keberadaan karel. Bukan untuk mencari atau ingin melihatnya namun untuk menghindari cowok beralis tebal itu. Inge sudah memutuskan untuk tidak lagi terlibat bahkan berpapasan dengan karel, dengan menghindarinya mungkin bisa memberinya kekuatan untuk bisa bertahan sebelum benar-benar memgambil el dan ellen dari orang tua karel.

Mungkin membiarkan kesenangan sesaat kepada maria dan sanjaya adalah permulaan dari rasa sakit yang dideritanya saat ini.

Karena tak melihat kehadiran karel. Inge kembali melanjutkan langkahnya, hingga seseorang yang sengaja menabraknya membuat langkah kakinya terhenti. "Inge kalau jalan matanya dipake dong, kan gue jadi gak bisa lewat".

Inge menghela nafas panjang sebelum meladeni safira. Ya orang yang sengaja menabraknya adalah safira sahabatnya tapi itu beberapa hari yang lalu sekarang telah berbeda. "Yang jalan pake mata dan sengja nabrak gue siapa". Tanya inge dengan nada sedikit mengejek. "Yah lo lah". Inge tersenyum tipis. "Sorry gue bukan alien, gue jalan pake kaki". Meninggalkan safira dan ketiga kacungnya begitu saja. "Ish... ". Salah satu teman safira ingin menghentikan inge namun safira menahannya. "Gak usah, gue udah nyiapin kado spesial buat dia" Tersenyum jahat menatap ketiga temannya.

"Inge lo beneran udah gak apa-apa?". Duduk dihadapan inge dengan perasaan khawatir."Alhamdulilah gue baik-baik aja lo pikir gue setress karena kemarin? Tenang aja gue udah lupain semuanya. Gue harap lo juga gak nanya-nanya tentang vernon maksud aku karel dan orang tuanya bahkan tentang anak-anak itu. Gue gak masalah menjadi buah bibir seisi sekolah karena menurut gue itu hak mereka untuk berkomentar tentang gue karena apa yang gue alami sama sekali tak seperti apa yang mereka lihat. Jujur aku merasa lega saat ini". Tersenyum tanpa beban sedikit pun membuat rena bingung sendiri akan perubahan inge. "Gue harap lo emang baik-baik aja nge" Batin rena merasa lega melihat sahabatnya itu sudah tak murung bahkan bersedih lagi.

"Oh ya gue sampai lupa, fio lagi sakit jadi gak masuk sekolah reh".

"Fio sakit?". Rena mengangguk. "Lo sih gak pernah ngaktifin handphone. Gue telpon gak diangkat gue chat gak di balas boro-boro lo mau balas chat gue di read aja enggak".

"Maaf ren gue sama sekali gak niat kayak gitu sumpah ponsel gue lowbat, yaudah bentar kita jengukin fio".

"Yaudah, ingat gak pake gak jadi. Lo sama gue harus jengukin fio". Inge mengangguk seraya tersenyum melihat tingkah rena yang terlihat lucu dimatanya.

Seperti yang sudah direncanakan inge dan rena, setelah pulang sekolah keduanya langsung buru-buru pulang untuk menghindari safira dan karel. Inge sudah menceritakan semuanya pada rena jika mulai saat ini ia harus menghindari karel bahkan safira. Seperti ketika bel istirahat berbunyi inge sama sekali tak keluar kelas bahkan ke toilet pun jika kelas sedang berlangsung. Ia sama sekali tak ingin bertemu karel. Dan beruntungnya hingga bel pulang berbunyi ia tak pernah bertemu dengan cowok beralis tebal itu.

"Ren lo aja yang nyetir gue mau molor bentar doang". Melempar kunci mobilnya pada rena yang dengan sigap menangkapnya. "Cih dasar, Mirip ibu-ibu begadang jagain anak lo". Mendengar ucapan rena inge tersenyum miris namun tetap diam tanpa sepengetahuan rena.

"Nge bentar deh itu bukannya karel?". Menunjuk ke arah cowok yang sedang mengedarkan pandangannya ke tempat lain seperti mencari seseorang. Namun inge sama sekali tak berkutik tetap memejamkan matanya. "Apa mungkin dia nyariin lo?" Inge membuka matanya mentapa keluar mobil.

"Iya gak sih?". Menoleh ke arah inge yang masih terdiam. "Jalan ren, kita harus ke rumah fio".

"Iya nge, iyah". Rena mulai menjalankan mobil inge keluar dari area parkiran sekolah.

"Rel lo nyari siapa sih dari tadi gue perhatiin mata lo ke sana kemari lagi nyari ayu ting-ting?".

"Gak usah becanda bisa?". Dion yang tak biasanya mendapat tatapan tajam karel seketika salah tingkah. "Sorry". Ucapnya pelan. "Rel lo nyari anak ips itu kan?". Tanya surya. "Anak ips, siapa?". Tanya edo mengerutkan kening. "Inge". Bisik surya agar tidak kedengaran oleh karel. "Anak ips siapa sih?". Dengan polosnya Dion mulai berfikir keras  masih belum paham.

"Gue duluan". Berjalan menuju motornya tanpa menghiraukan pertanyaan sahabat-sahabatnya. "Woi jawab dulu dong, sumpah tuh anak bikin gemes pengen gue mmmm". Dion asik sendiri membuat edo dan surya menggelengkan kepala.

Dalam perjalanan bukannya molor seperti yang diucapkannya. Inge justru tak bisa memejamkan matanya yang lagi-lagi membuat rena semakin bingung. Namun karena tak ingin kepo rena asik bersenandung mengikuti alunan musik yang didengarnya.

"Yah bunda harap pencarian kita berakhir hari ini". Sang suami menggenggam tangan sang istri dengan lembut. "Ini sudah memasuki tahun ke empat sejak inge pergi".

Sepasang suami istri itu adalah brama dan diva orang tua inge. Yang tanpa mereka sadari jarak taksi yang mereka kendarai tepat berada di samping mobil inge. "Yah jika saja inge tidak pergi, saat ini dia pasti sedang mengenakan seragam seperti anak itu". Menunjuk inge yang sama sekali tak disadarinya jika gadis yang ditunjukknya adalah inge putri mereka.

"Bunda benar bahkan melihat gadis itu. Ayah merasa jika dia benar-benar inge". Hingga lampu lalu lintas berganti hijau pandangan keduanya tetap mengarah pada mobil inge.

"Yah?". Masih menatap keluar jendela mobil terlihat menyadari sesuatu. "Ada apa bun". Menoleh ke arah sang istri yang tiba-tiba tersenyum. "Itu sepertinya benar-benar putri kita, itu inge yah".

"Tenang bun". Brama berusaha menenangkan diva. "Gak yah, Inge pernah bilang jika memiliki mobil nanti nomor plat mobilnya akan di akhiri dengan inisial NGE dan di mobil itu tertulis seperti itu". Brama terdiam sejenak ia memang mengingat inge pernah mengatakan hal demikian namun inisal itu bisa saja sama dengan orang lain dan inge tidak mungkin bisa memiliki mobil sebagus itu.

"Pak ikuti mobil berwarna putih itu"Tunjuk brama pada mobil inge yang semakin menjauh. "Baik pak" Ucap supir itu mulai melajukan taksinya. Brama tak ingin menyakiti perasaan sang istri yang terlihat yakin jika di dalam mobil itu benar-benar inge. Brama sendiri tak bisa menyangkalnya jika gadis yang dilihatnya tadi memang mirip sang putri hanya saja ada sedikit keraguan tentang inge yang bisa memiliki mobil sebagus itu.  

"Akhirnya kita sampai juga"

Rena dan inge memutuskan untuk tidak memarkir mobil dalam halaman rumah fio untuk memberikan kejutan  atas kunjungan mereka. Rena mulai mendekati gerbang rumah fio memanggil satpam yang diikuti inge.

"Inge?" Ucap seseorang. Inge menghentikan langkahnya sangat mengenali suara itu. Lalu berbalik denga

Continue Reading

You'll Also Like

263K 24.9K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 63K 28
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.1M 43.8K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 101K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...