DIRTY BABY [Rexford Mackenzie]

By PuspitaRatnawati

21.1M 1.2M 117K

#5 in Romance 05/01/2018 Ketika kau berhadapan dengannya, dia adalah ujian terberat. Aroma tubuh, suara... More

The Mackenzie
Gracias
VERSI DREAME
Stop Plagiarism!
PROLOG
DIRTY BABY-01
DIRTY BABY-02
DIRTY BABY-03
DIRTY BABY-04
DIRTY BABY-05
DIRTY BABY-06
DIRTY BABY-07
DIRTY BABY-08
DIRTY BABY-10
DIRTY BABY-11
DIRTY BABY-12
DIRTY BABY-13
DIRTY BABY-14
DIRTY BABY-15
DIRTY BABY-16
DIRTY BABY-17
DIRTY BABY-18
DIRTY BABY-19
INFORMASI
DIRTY BABY-20
DIRTY BABY-21
DIRTY BABY-22
DIRTY BABY-23
DIRTY BABY-24
DIRTY BABY-25
DIRTY BABY-26
DIRTY BABY-27
DIRTY BABY-28
DIRTY BABY-29
DIRTY BABY-30
DIRTY BABY-31
DIRTY BABY-32
DIRTY BABY-33
DIRTY BABY-34
DIRTY BABY-35
DIRTY BABY-36
DIRTY BABY-37
DIRTY BABY-38
DIRTY BABY-39
DIRTY BABY-40
DIRTY BABY-41
DIRTY BABY-42
DIRTY BABY-43
DIRTY BABY-44
DIRTY BABY-45
DIRTY BABY-46
DIRTY BABY-47
DIRTY BABY-48
DIRTY BABY-49
DIRTY BABY-50
DIRTY BABY-51
DIRTY BABY-52
INFORMASI
DIRTY BABY-53
DIRTY BABY-54
DIRTY BABY-55
DIRTY BABY-56
Blabla
DIRTY BABY-57
DIRTY BABY-58
DIRTY BABY-59
DIRTY BABY-60
DIRTY BABY-61
DIRTY BABY-62
DIRTY BABY-63
DIRTY BABY-64
DIRTY BABY-65
DIRTY BABY-66
DIRTY BABY-67
DIRTY BABY-68
DIRTY BABY-69
DIRTY BABY-70
DIRTY BABY-71
DIRTY BABY-72
DIRTY BABY-73
DIRTY BABY-74
DIRTY BABY-75
EPILOG
SEQUEL DIRTY BABY
EXTRA PART 01
EXTRA PART 02
EXTRA PART 03
READ!
SEQUEL DIRTY BABY
Publish!
New The Mackenzie's!
NEW STORY

DIRTY BABY-09

349K 16.8K 793
By PuspitaRatnawati

Rex yang sudah berada di lantai atas mendengar suara yang familiar ditelinganya. Ia panik mendengar suara teriakan Litzi. Sumber suara itu terarah ke kamar yang terhubung dengan kamar Kharel. Ia pun berlari di sepanjang lorong.

Kharel yang mendengar suara teriakan memekik di dalam kamarnya lantas menatap ke depan dan terkejut melihat Litzi. Tampak Litzi membelalak matanya dengan mulutnya yang ternganga menatap Kharel. Putera ke empat Allard itu menatap bawah, tepat ke tangannya yang memegang towel. Untung saja dia baru membuka ikatan handuknya, bagaimana jika ia telanjang sepenuhnya di depan Litzi, pasti jadi masalah besar.

"Apa yang kau lakukan di dalam kamarku?!" kata Litzi dengan was-was.

Kharel mengernyit. Saat ia berjalan mendekati Litzi, gadis itu menggerakan tangan ke depan dan menggelengkan kepalanya berulang-ulanh kali.

"Hey! Jangan macam-macam! Jangan dekat-dekat! Atau aku akan berteriak!" ancam Litzi dengan waspada.

Kharel semakin mengerutkan dahinya, bingung dengan ucapan Litzi. Kharel melanjutkan langkah kakinya dengan cepat.

"Aaaa!!!" teriak Litzi, "Tolong!!" tambahnya dengan suara memekik.

Kharel lantas menutup mulutnya dengan kuat lalu menariknya menjauh dari pintu. Kemudian membanting gadis remaja itu ke atas kasur. Lalu posisinya merangkak diatas Litzi masih membekap mulut gadis itu. Litzi membelalak matanya dan mencekal salah satu tangan Kharel dan menahan dada Kharel. Bahkan demi mencegah pria itu lebih mendekat, salah satu kaki Litzi bertekuk sampai dengkulnya menyentuh perut Kharel.

"Em..em...," Litzi sulit mengeluarkan suara.

"Diam!" tekan Kharel, "Apa kau sudah gila berteriak seperti itu heh?" tambahnya.

Pintu kamar terbuka secara otomatis dan berdirilah Rex di ambang pintu. Pemandangan intim yang disaksikannya, membuat amarah mendidih di aliran darahnya. Kedua tangan Rex mengepal dan ia mengetatkan rahangnya. Rex melangkah cepat mendekati ranjang tidur itu dan tanpa berpikir panjang, ia langsung menarik pundak Kharel dengan kasar. Setelah Kharel berdiri sepenuhnya, Rex lantas mencekik Kharel dengan satu tangan.

"Apa yang kau lakukan?!" suara hentakan yang Rex keluarkan mengejutkan Litzi dan Kharel.

Dengan kedua tangannya, Kharel berusaha melepaskan cengkeraman tangan Rex. Nafasnya terasa tercekat. Litzi yang saat itu melihatnya, berusaha menghentikan Rex yang di luar kendali itu.

"Mr. Rex! Lepaskan dia! Lepaskan!" kata Litzi berusaha melepaskan cengkeraman tangan Rex.

"Beraninya kau! Lancang! Bahkan gadis remaja juga menjadi sasaran kebejatanmu!" geram Rex.

"Akk..., to..tolong... agh...," ucap Kharel dengan terbata-bata.

"Mr. Rex, lepaskan dia!" teriak Litzi dengan ketakutan.

Kharel dengan kekuatan penug mendorong kakak tertuanya itu hingga sedikit terpental. Kharel terbatuk-batuk dan tampak melemas. Rex menyorotkan tatapan tajam ke arah Kharel dan siap menyerangnya lagi.

"Stop it! Please!" teriak Kharel, "Kau hanya salah paham!" tambahnya.

Rex mencengkeram kuat kedua pundak Kharel dan masih menatapnya tajam. Litzi bergidik ngeri saat melihat kilatan tajam pada mata trillionaire itu.

"Lalu apa yang ku saksikan tadi?" tanya Rex dengan dingin.

"Apa yang kau pikirkan, tidak seperti kenyataannya," jawab Kharel.

"Kalau begitu, luruskan hingga aku tidak salah paham padamu," ucap Rex melepaskan cengkeramannya.

Kharel melirik Litzi sekilas, "Apa yang aku lakukan tadi supaya gadis itu tidak bertambah teriak. Aku tidak mau orang lain menuduhku yang tidak-tidak."

Rex mengernyit, "Maksudmu?"

"Tanyakan saja pada gadis itu kenapa dia bisa ada disini," Kharel melemparkan tatapannya ke Litzi.

Litzi mengangkat kedua alisnya, merasa seolah-olah Kharel melempar kesalahan padanya.

"Kenapa aku?" Litzi mengernyit, "Apa-apaan! Aku berteriak karena terkejut saat kau mau membuka handukmu di depanku! Aku juga berteriak karena kau mendekati aku dalam keadaan yang hanya mengenakan handuk," paparnya menatap Kharel dengan kesal.

"Jadi kau menyalahkanku? Itu salahmu sendiri! Kaulah yang lancang masuk ke dalam kamarku!" balas Kharel dengan jengkel.

Litzi tercengang, "Kamarmu?"

Litzi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan ia tak sadar bila itu bukanlah kamarnya. Litzi membungkam mulutnya dan meremaskan jari jemarinya menahan malu.

Sial! Aku salah masuk kamar, batin Litzi.

Tiba-tiba saja Rex tergelak sampai menepuk-nepuk pundak Kharel. Litzi yang melihat trillionaire itu tertawa lepas, semakin membuatnya heran. Rex kembali seperti biasa, tiba-tiba saja berubah sikap. Tadinya terlihat menyeramkan, kini terlihat seperti orang yang menyenangkan. Namun mendengar juga melihat Rex terkekeh, semakin membuat Litzi merasa malu. Litzi pun berlari pergi seraya menundukan kepala, dia begitu malu.

"Konyol! Konyol! Dasar Litzi bodoh!" rutuk Litzi di sepanjang jalan.

"Jadi, apa kau ingin mencekikku lagi?" tanya Kharel.

Rex tersenyum, "Maafkan aku. Aku tidak senang jika ada pria lain seintim itu padanya."

"Oh, Rex, kau sungguh menyukainya kan?"

Rex tersenyum, "Lebih dari itu."

Kharel tercengang. Tanpa berkata, Rex melenggang pergi. Kharel yang masih terdiam disana menghela nafas seraya tersenyum.

Semoga Tuhan membuat skenario yang indah untukmu. Rex, aku senang ketika melihatmu terlepas dari beban masa lalu. Tapi aku tidak tahu, apakah itu benar atau kau mencoba melenyapkan masa kelammu dengan menyibukan diri bersama gadis itu, batin Kharel.

Sungguh, rasanya Litzi sangat malu. Dimanakah ia meletakkan wajahnya sekarang? Litzi merasa ingin sekali membungkus kepalanya menggunakan kantong roti atau karung sekalipun. Litzi berjalan dengan gerakan cepat dan menunduk. Mengingat bagaimana Rex menertawainya, rasanya ia ingin menampar pipinya berulang kali dan berharap kejadian memalukan itu hanya sebuah mimpi.

"Litzi!"

Litzi tersentak saat tangannya tercekal. Entah, Rex punya kekuatan apa sehingga dapat mengejarnya.

"Aku takkan membiarkanmu kabur lagi, Litzi," kata Rex.

Litzi memilih diam.

"Jadikan kejadian memalukan tadi pelajaran, agar tidak terulang lagi," ucap Rex.

"Aku tidak sadar kalau itu kamar Kharel," kata Litzi.

Rex menghela nafas, "Itu akibatnya karena tidak mendengarkanku. Apa kau mau coba kabur lagi?"

Litzi diam, tiba-tiba saja Rex menariknya sampai tubuh gadis itu menghadap ke arahnya. Kemudian merengkuh pinggang Litzi dan mendorongnya agar terhimpit oleh tubuhnya. Litzi berusaha menahannya dengan kedua tangannya di dada bidang Rex, supaya tidak terlalu intim.

"Bagaimana jika kau salah masuk ke kamarku dan menemukanku dalam keadaan telanjang?" gumam Rex.

Litzi membelalak matanya.

"Itu lebih menyenangkan," desis Rex dan berseringai nakal.

"Apa-apaan sih!" Litzi berusaha mendorong Rex, tetapi usahanya sia-sia.

"Jangan macam-macam, Litzi! Kau tahu kan bagaimana singa menguasai hutan?" Rex menatapnya tajam.

"Lepaskan aku, Mr. Rex! Bagaimana jika ada yang lihat? Tolong, ku mohon lepaskan aku!"

Litzi berusaha menatapnya dengan penuh harap, sememelas mungkin. Tetapi Rex tidak meresponnya, justru terus menatapnya dengan tatapan tajam dan tidak berkedip.

"Ehem!"

Suara berdehem mengagetkan Litzi, tapi tidak untuk Rex. Triliuner tampan itu enggan mengalihkan pandangannya dari Litzi. Tanpa mereka sadari, sejak tadi Allard dan Harsha menyaksikan putera mereka dan gadis asing dalam posisi mesra itu. Allard lah yang barusan berdehem.

"Apa yang ku lihat ini?" kata Harsha.

Litzi menoleh ke sumber suara dan membelalak matanya, entahlah! Sudah berapa kali kedua mata gadis cantik itu terbelalak, semoga saja bola matanya tidak lepas. Rex menoleh dan tersenyum untuk Ayah dan Ibunya. Rex kembali menatap Litzi.

"Inilah yang ku inginkan," ucap Rex.

Litzi mengernyit bingung.

"Calon mertuamu menyaksikan kedekatan kita," Rex tersenyum.

Litzi mengangkat kedua alisnya. Calon mertua? Sadarkah dia ketika mengatakan itu? Litzi membatin.

Allard dan Harsha saling melempar tatapan bingung, lalu kembali melihat Rex dan gadis asing itu. Kedua orang paruhbaya itu menghampiri mereka. Rex akhirnya melepaskan cekalan tangan dan rengkuhannya, Litzi bernafas lega dan beringsut agak menjauh. Melihat Allard dan Harsha, Litzi merasakan sekujur tubuhnya panas dingin dan jantungnya berdetak kencang. Bahkan Litzi tak berani menatap dua orang ternama itu.

"Rex, siapa gadis cantik itu?" tanya Harsha.

"Dia penghuni baru di mansion ini," Rex melirik Litzi yang menunduk.

Allard mengangkat satu alisnya, "Pasti ada insiden yang menyebabkan gadis itu ada disini."

Rex menatap sang Ayah, "Tepat pada sasaran."

"Sudah ku duga," Allard tersenyum miring.

"Namanya Litzi Euniciano," ucap Rex melirik Litzi sekilas.

"Euniciano?" Allard dan Harsha mengernyit, mereka tidak asing dengan nama itu.

"Apa dia puteri mendiang Mr. Euniciano?" tanya Allard untuk memastikannya.

Rex mengangguk lalu menarik tangan Litzi, agar berdiri di sampingnya. Lagi-lagi Rex bersikap posesif, ia merengkuh pinggang Litzi cukup kuat.

"Litzi, mereka orangtuaku," ucap Rex.

Litzi memberanikan diri untuk melihat Allard dan Harsha, ia tersenyum sebaik mungkin untuk pasangan billionaire itu. Rex tersenyum geli, ia tahu Litzi malu dan bisa merasakan tubuh gadis itu yang menegang.

"Hola, Litzi Euniciano! Como estas?" ucap Harsha dengan ramah.

"Estoy bien," jawab Litzi dengan sikap malunya.

*(Como estas : apa kabar.
Estoy bien : kabarku baik).

"Seseorang yang aku maksud itu dia. Gadis ini cantik bukan?" kata Rex.

Harsha mengangguk, "Ella es hermosa."

*(Ella es hermosa : dia cantik).

"Aku sengaja membelikan dia gaun, agar dia terlihat semakin istimewa," gumam Rex.

Allard tersenyum miring, "Heh, semakin istimewa? Baiklah, aku paham dengan apa yang tersirat dalam dua kata itu."

Litzi bungkam, ia menganggap ucapan Rex hanya sebatas kagum atau candaan. Namun pemikiran Litzi tidak seperti yang ada dibenak Rex, rasa kagum jauh berbeda dengan apa yang sebenarnya Rex rasakan.

"Aku mengajaknya untuk menyambut kedatangan kalian, tapi gadis satu ini sedikit nakal! Main kabur saja," kata Rex.

Litzi diam, ia tidak bisa mengelak bahwa dia benar kabur. Harsha tertawa pelan dan Allard tersenyum.

"Akhirnya dia dapat balasannya juga," gumam Rex.

Allard mengernyit, "Balasan?"

Litzi menoleh dan mendongak, apa triliuner itu juga akan membeberkan kejadian memalukan itu? Litzi berharap tidak!

"Kalian tahu? Gadis ini salah masuk kamar," Rex tertawa.

Oh, shit! Untuk apa tadi aku berharap, jika aku tahu mulut pria satu ini bocor. Rex!! geram Litzi dalam hati.

"Apa? Salah masuk kamar?" Harsha bertanya dengan ekspresi terkejut, tapi melebarkan senyumnya.

"Dia--"

Ucapan Rex terpotong lantaran Litzi tiba-tiba saja melarikan diri, kali ini dia ke lorong yang terhubung dengan kamarnya. Rex tersenyum geli karena tingkah lucu Litzi yang tidak bisa menepikan rasa malunya.

"Ada apa dengannya, Rex?" tanya Harsha.

"Sebenarnya dia malu bertemu kalian dan tiba-tiba saja pergi karena aku akan mengatakan hal yang semakin membuatnya malu," jelas Rex.

Harsha mengulas senyum, "Apa itu?"

"Kau tahu, Mom? Bukannya masuk ke kamarnya sendiri, justru ke kamarnya Kharel. Kebetulan tadi Kharel habis mandi dan hampir membuka handuknya," papar Rex.

"Hahaha!" Harsha tertawa, "Dibayangkan saja lucu, bagaimana kalau Mom menyaksikannya langsung?" tambahnya.

Rex tersenyum seraya menggelengkan kepalanya, sedangkan Allard tersenyum geli saja. Kemudian Rex memanggil Alejo dan memintanya untuk mengantar kedua orangtuanya yang baru datang dari Los Angeles ke kamar mereka yang telah disiapkan.

"Litzi," sebut Rex lalu melangkahkan kakinya ke kamar gadis itu.

Di dalam kamar, Litzi duduk di tepi ranjang tidur sembari menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Suara derapan kaki yang terdengar tidak membuat Litzi merubah posisinya. Pria itu duduk disisinya, Litzi mengenali aroma maskulin itu.

"Tingkahmu seperti ketahuan mencuri saja," ujar Rex.

"Siapa yang mencuri?" balas Litzi masih menutup wajahnya, "Aku sudah malu, ditambah lagi kau yang semakin membuatku malu," tambahnya.

"Aku tidak melakukan apapun," ucap Rex dengan santai.

Litzi lantas membuka wajahnya dan menatap pria disampingnya. "Hey, kau punya dosa padaku!" ketusnya tidak terima.

"Apa dosaku?" Rex meliriknya sekilas, "Aku tidak melakukan apapun," tambahnya.

Litzi tersenyum kecut, "Entahlah, kau bicara seperti itu sedang bercanda atau menganggap dirimu tidak berdosa."

Ketika Rex menatapnya, Litzi memalingkan wajahnya.

"Baiklah, katakan apa dosaku?" kata Rex.

Litzi tertawa hambar, "Kau masih tidak sadar juga? Oh, astaga! Kau membeberkan kejadian memalukanku pada orangtuamu. Mulutmu bocor sekali!"

"Baiklah, maafkan aku, Nona manis. Aku hanya ingin menggodamu, itu saja."

"Huft! Karena kau, aku semakin malu dan tidak berani menunjukan wajahku pada orangtuamu," Litzi menunduk.

Rex tertawa, "Sungguh, tingkahmu seperti orang yang ketahuan mencuri."

"Terserah," Litzi menghela nafas.

Rex merangkul Litzi, "Tapi kau benar-benar melakukan pencurian."

Litzi mengernyit, "Apa? Aku tidak mencuri apapun."

Rex menyelipkan rambut panjang Litzi ke belakang telinga, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Litzi. Gadis itu spontan menggerakan kepalanya berniat menjauh dan melempar tatapan takut kepadanya. Tangan kanan Rex yang merangkulnya, bergerak mendorong leher Litzi agar kembali mendekat dan menahannya agar Litzi tidak menjauh lagi. Niat Rex hanya untuk berbisik, tapi pikiran Litzi melayang jauh.

"Kau... telah mencuri akal sehatku," bisik Rex.

Litzi diam, ia tidak mengerti maksud dari perkataan Rex. Rex melepaskan rangkulannya lalu beranjak, ia berdiri menghadap ke arah Litzi.

"Nanti malam, kau harus makan malam bersama keluargaku," ucap Rex.

Litzi terkejut, "Aku tidak mau! Aku malu bertemu Kharel, orangtuamu dan mungkin juga Allcia tahu kejadian memalukanku."

Rex tersenyum, "Sudah, lupakan kejadian itu! Lagipula kau tidak tahu itu kamar Kharel, kau masih baru disini jadi itu hal yang wajar."

"Bagaimana jika Kharel meledekku?"

"Aku akan memarahinya."

"Bisa ku pegang ucapanmu?"

Rex mengangguk lalu mengacak puncak kepala Litzi, ia pun melenggang pergi tanpa memberitahu kemana akan pergi. Saat Rex baru keluar dari kamar Litzi, Alejo datang dan menyampaikan perintah Allard kepadanya. Rex pun memenuhi panggilan sang Ayah, ia bergegas ke kamar orangtuanya.

"Suamiku, apa karena gadis itu Rex jadi bahagia?" tanya Harsha.

Wanita paruhbaya itu berdiri di dekat jendela dan memikirkan jawaban untuk pertanyaannya. Sebelum mereka sampai di Madrid, Harsha menelfon Rex untuk memberitahunya bahwa ia dan Allard akan datang. Ketika itu, Harsha heran dengan nada suara Rex yang berbeda, terkesan sedang bahagia. Sebagai sang Ibu, dengan nalurinya ia merasa ada sebab lain putera tertuanya itu bahagia selain dia dan Allard yang akan datang.

"Aku memikirkan hal yang sama. Terlihat dari cara Rex bersikap pada gadis itu," ujar Allard yang tengah duduk di sofa.

Suara bel terdengar, Allard mengucapkan kata masuk yang bisa diterima oleh sebuah alat semacam mikrofon. Alat tersebut berukuran kecil dan terletak di dinding. Mikrofon yang menerima suara yang menyebutkan kata "masuk", akan ditransfer ke sistem technological pada pintu kamar dan pintu segera terbuka secara otomatis. Masuklah Rex dan ia menghempaskan bokongnya di salah satu sofa yang berseberangan dengan Allard.

"Dad memanggilku?" tanya Rex.

Allard mengangguk dan merengkuh Harsha yang duduk disisinya dengan posesif. Rex memincingkan matanya melihat bagaimana tangan kekar Ayahnya merengkuh Ibunya.

"Kau sudah terbiasa melihat sikap keposesifanku. Tapi bagaimana dengan kami?" Allard melontarkan perkataan yang dimengerti Rex.

Rex tersenyum, "Aku mengerti maksudmu, Dad. Apa kalian menyimpulkan bahwa rengkuhan tanganku pada Litzi itu posesif?"

"Ya. Itu jelas terlihat, sayang. Mom kan sering melihat bagaimana pria posesif itu," Harsha melirik Allard.

Allard tersenyum menatap Harsha, "Aku hanya menunjukan pada mereka bila kau cuma milikku, Harsha."

Harsha mengulas senyum, "I'm yours, Mr. Mackenzie."

Rex berdehem, "Oh, ayolah! Nanti saja mesra-mesranya."

"Bilang saja kau iri," balas Allard.

"Aku bisa melakukan sesuatu lebih dari yang Dad lakukan pada Mom," timpal Rex tidak mau kalah.

"Pada siapa kau akan melakukannya?" sambung Harsha.

"Litzi," singkat Rex.

Jawaban yang dilontarkan Rex, berhasil membuat Harsha tercengang dan Allard tersenyum.

"Aku salut padamu yang langsung to the point," ujar Allard.

Rex menghela nafas sambil tersenyum, "Aku sudah terbiasa jujur pada kalian."

Harsha mengangguk, "Kami tahu, sayang. Kau tak pernah menyembunyikan hal apapun dari kami."

"Termasuk gadis itu," sambung Allard.

"Kau menyukainya, Nak?" tanya Harsha.

"Rasa suka dan cinta itu beda," jawab Rex.

Harsha tersenyum lebar, "Jadi maksudmu kau mencintainya?"

"Cinta itu datang tanpa direncanakan. Tapi tanpa aku sadari, karena rencanaku juga membawanya kesini, aku terlibat dalam rasa itu. Namun kondisi keduanya berbeda. Aku berencana membawanya kemari, tapi aku tidak berencana kan jatuh cinta padanya," papar Rex.

Allard menghela nafas, "Kepada siapa kau kan jatuh cinta, tak ada yang tahu termasuk dirimu sendiri."

"Aku tahu, Dad. Aku sudah pernah mengalaminya, bagaimana rasanya jatuh cinta. Rasa itu datang secara tiba-tiba," Rex tampak menerawang.

Rex beranjak dan bediri di dekat jendela, ia menatap lurus dan kebetulan jendela kamar tersebut bersebarangan dengan jendela kamar Litzi. Dan dalam waktu bersamaan juga, tampak Litzi berdiri di dekat jendela meski melihat ke atas langit.

"Dalam batin, aku berkali-kali mengatakan bahwa aku mencintainya. Namun masih butuh waktu untuk mengucapkannya dengan pita suaraku. Dia masih beradaptasi dengan keberadaanku dalam hidupnya. Dia masih memandangku asing, aku tahu dia sulit mempercayai orang-orang baru, salah satunya aku. Biarkan waktu yang menepiskan ketidakpeduliannya dan membuka matanya, agar dia bisa melihat bahwa.. ada aku yang setia berdiri di depannya, yang mampu membahagiakannya!" ungkap Rex tanpa mengalihkan pandangannya dari Litzi.

Allard dan Harsha terenyuh dengan kata-kata yang dipaparkan Rex. Namun dalam benak mereka, ada hal yang mereka khawatirkan.

"Oh ya, niat Dad memanggilmu kesini untuk menanyakan sesuatu," Allard memecahkan keheningan.

Rex menoleh, "Apa yang ingin Dad tanyakan?"

"Menyangkut Litzi," jawab Allard, "Apa yang menyebabkanmu membawa puteri mendiang Mr. Euniciano itu untuk tinggal disini?" tambahnya.

Rex pun menjelaskan pada mereka mengenai penyebab ia mengambil tindakan itu. Allard dan Harsha bangga dengan putera mereka dalam mengambil tindakan. Satu sisi bersikap profesional, sisi lainnya bersikap bijak dengan memikirkan nasib Litzi jika rumah dan seluruh hartanya disita. Bahkan mengambil keputusan untuk mengurus Litzi.

"Kau mengingatkanku pada kejadian bertahun-tahun yang lalu," gumam Allard.

Harsha menatapnya, "Pasti kejadian diklub malam itu kan?"

Rex tersenyum, "Tetap saja berbeda, Dad. Meski kau dan aku membawa seorang gadis dari suatu tempat, tapi kasus kita berbeda."

"Kau membeliku dari klub sialan itu dan tanpa aku tahu, dibalik otak bejatmu, ada alasan lain mengapa kau lakukan itu padaku. Kau pria terbrengsek dan pria yang penuh kejutan," Harsha menangkup sisi wajah Allard dan tersenyum.

Allard mengecup pipi Harsha, "Siapa sangka pertemuan awalku denganmu, membawaku sampai ke puncak dimana kebahagiaan takkan pernah cukup dijabarkan dengan kata-kata."

"Oh, baiklah! Aku pergi saja kalau begitu. Lanjutkan kemesraan kalian," Rex melangkahkan kakinya berniat untuk keluar.

"Tunggu!"

Suara Harsha menghentikan langkah kaki Rex, namun ia tidak membalikan tubuhnya.

"Rex, Mom harap kau tidak memandang Litzi seperti masa lalumu," akhirnya Harsha mengungkapkan apa yang ia khawatirkan.

Rex tersenyum dan membalikan tubuhnya, "Sosok Litzi memang mengingatkanku padanya. Tapi kalian tidak usah khawatir, putera kalian ini tidak sejahat itu."

◻◾◽❤◽◾◻

Makan malam hari ini berjalan sesuai kemauan Rex yang menyuruh Litzi turut ikut serta, meski apa yang ditakuti Litzi terjadi saat makan malam. Kharel yang dikenal oleh keluarganya sosok yang jahil, ia pun meledek Litzi soal kejadian salah kamar itu. Untung saja tidak berlarut-larut, pasalnya Rex membela Litzi dan menegur Kharel. Sempat kesedihan dirasakan Harsha, Ibu dari lima orang anak itu merasa ada yang kurang. Ketidakhadirannya putera kembarnya, menyebabkan momen itu terasa kurang. Allard mengerti apa yang isteri tercintanya rasakan, dengan kelembutannya, ia memberi pengertian kepada Harsha bahwa suatu saat Laiv dan Elroy ikut dalam momen kebersamaan keluarga. Begitulah rasanya memiliki keluarga yang berpencar-pencar karena suatu karir yang perlu dipertanggung jawabkan. Namun Harsha tetap bersyukur, setidaknya ia bisa merasakan kebersamaan dengan Rex yang sekian lamanya tidak bersamanya lebih dari anak-anaknya yang lain.

Usai makan malam, Rex mengantar Litzi ke dalam kamarnya. Litzi tidak mau ikut bergabung dengan Allard, Harsha dan Allcia yang menonton film di bioskop salah satu fasilitas di mansion Rex. Rex tidak mau meninggalkan Litzi sendirian, ia pun menemaninya. Rex heran kenapa Litzi betah sekali di dalam kamar, padahal banyak lagi fasilitas hiburan di mansion miliknya itu. Litzi duduk di sofa seraya menatap Rex yang berdiri di ambang pintu balkon.

Aku masih tidak menyangka. Aku pernah mimpi apa sampai takdir membawaku ke tempat ini? Bersama trillionaire itu, bersama pria dewasa yang sulit dimengerti. Semuanya masih terasa asing. Aku masih perlu beradaptasi, batin Litzi.

"Ketahuan juga kan?" Suara Rex mengagetkan Litzi.

"Egh...," Litzi salah tingkah.

Rex tersenyum, "Diam-diam menatapku, Nona."

Litzi memalingkan wajahnya, "Lenyapkan percaya dirimu itu."

"Masih tidak mau mengaku, padahal sudah ketahuan. Litzi-Litzi," Rex tertawa kecil.

Rex kembali menatap langit, sekelebat ide terlintas dipikirannya. Rex melirik Litzi dan menghampirinya. Litzi tersentak saat tubuhnya tiba-tiba saja diangkat Rex, lalu menggendongnya dengan posisi tersampir di pundak pria itu. Litzi sudah berkali-kali minta diturunkan, namun pria itu keras kepala dan entah kemana Rex akan membawanya. Rex menurunkan Litzi di pelataran mansion, saat pintu mobilnya sudah terbuka secara otomatis, ia menyuruh Litzi masuk ke dalam. Mobil itupun melaju meninggalkan mansion.

"Kemana kau kan membawaku?" tanya Litzi.

Rex tidak bergeming, ia tersenyum menatap lurus ke depan seraya menyetir. Mobil sport itu melaju dengan kecepatan tinggi, sampai-sampai Litzi berpegangan pada bangkunya karena takut. Jalanan tidak terlalu ramai, hingga Rex dengan mulus menjalankan aksinya seperti pembalap.

Litzi mengernyit, kenapa ia tiba berdiri di perusahaan Rex? Mengapa Rex membawanya kesana? Rex masih tidak memberi jawaban, ia menggandeng Litzi dan membawanya masuk ke dalam. Sebagian karyawan masih bekerja disana, mereka juga bingung dengan kedatangan Rex yang tumben datang ke perusahaan tanpa setelan resmi. Apalagi melihat gadis yang sama, Litzi. Mereka berusaha untuk tidak mencampuri urusan bos tertinggi mereka, akan tetapi melihat Rex bersama seorang gadis telah meninggalkan rasa penasaran yang ingin sekali terpecahkan.

Rex dan Litzi masuk ke dalam lift. Litzi mengerutkan dahi begitu Rex menekan nomor lantai paling atas, bukankah itu letak dimana ruang kerja Rex yang terkesan privat berada? Sesampaikan di lantai paling atas, Rex masih menggandeng Litzi dan mengajaknya ke suatu ruangan. Ruangannya terasa kosong, meski terdapat beberapa barang sebagai penghias ruangan yang luas itu. Suara langkah kaki mereka bahkan terdengar menggema di ruangan itu. Litzi menatap bawah, ada yang aneh di lantai itu, ada garis merah berbentuk persegi yang cukup lebar. Rex menariknya dan mereka tepat berdiri di tengah lantai bergaris merah persegi itu. Litzi baru sadar bila diatasnya lantai bergaris merah itu juga terdapat sebuah alat dengan angka 0 sampai angka 9, juga tombol-tombol yang tidak dimengerti Litzi. Alas alat tersebut pun seperti transparan, padahal terbut dari kaca. Rex menekan beberapa angka sebagai kata sandi yang hanya ia dan Santos yang tahu.

Merasakan gerakan di lantai, Litzi refleks memeluk lengan Rex. Litzi tercengang saat lantai yang ia pijakan bergerak keatas. Ia semakin memeluk lengan Rex karena takut. Litzi mendongak ke atas dan kembali tercengang melihat atap diatasnya terbelah secara otomatis. Ternyata lift tanpa dinding itu membawa mereka ke atap gedung. Litzi kira atap gedung kosong, tapi tidak untuk perusahaan itu. Disana terdapat beberapa pot berukuran besar dengan tanaman hijau, bahkan ada sebuah pohon disana dan rerumputan segar nan hijau terhampar luas disekitar pepohonan yang rindang itu. Ditambah bangku taman dan ayunan yang modern. Lampu-lampu yang berada di pinggiran atap gedung pun cukup terang. Tempat itu seperti taman namun ditempat ketinggian. Litzi melihat ke sekeliling, ternyata gedung perusahaan Rex satu-satunya gedung tertinggi dikota Madrid. Ya, perusahaan milik trillionaire itu disebut-sebut sebagai gedung pencakar langit dan terunik di dunia.

"Bukan taman ini yang ingin ku tunjukan padamu," kata Rex.

"Lalu apa?" tanya Litzi.

"Ayo!" Rex mengajak Litzi lebih ke depan lagi, mereka berdiri ditengah-tengah atap gedung.

Kemudian Rex menunjuk ke atas langit. Litzi mengikuti apa yang di arahkan Rex, ia mendongak dan terperangah. Sungguh! Untuk pertama kalinya Litzi melihat banyaknya taburan bintang yang seolah-olah terlihat begitu dekat. Bahkan bulan penuh dengan sinar yang sangat terang terlihat begitu besar. Litzi tahu penghias langit itu jauh bermil-mil di angkasa, namun tetap saja itu terasa dekat. Litzi ingin sekali menggapai bintang-bintang itu.

"Kejutan!!!!" seru Rex seraya tersenyum.

Litzi menatapnya, "Ke..kejutan?"

"Ya, untukmu," jawab Rex.

"Untuk..ku?"

Rex mengangguk. Litzi pun tersenyum, senyuman gadis itu semakin membuat Rex tidak ingin mengalihkan tatapannya. Litzi kembali menatap langit, rasanya ia tidak ingin menyurutkan senyumnya. Tanpa sadar, keduamata Litzi berkaca-kaca dan semakin memeluk erat lengang Rex. Mungkin kejutan Rex sudah banyak dilakukan banyak orang, tetapi bagaimana cara Rex mungkin berbeda dari mereka.

"Jangan dilepas," gumam Rex.

Litzi menoleh dan mendongak, "Apa?"

"Bilang saja jika kau nyaman bersamaku," kata Rex.

"Aku suka dengan orang yang percaya diri. Tapi kau terlalu percaya diri," balas Litzi.

Rex mengangkat satu alisnya, "Oh ya? Sungguh? Lalu apa ini?"

Litzi mengikuti arah lirikan mata Rex dan ia lantas melepaskan pelukannya pada tangan pria itu. Litzi jadi salah tingkah, gerak tubuh dan ekspresi Litzi membuat Rex mengulas. Rex merangkul Litzi dan mendorongnya ke kiri agar merapat pada tubuhnya.

"Sudah, jangan kau lepas! Angin cukup kencang, kau bisa saja terbawa," kata Rex.

"Em..., tapi--"

"Sudah. Udara sangat dingin, jaket yang kau pakai itu tak cukup menghangatkanmu. Jadi biar aku yang menghangatkanmu," potong Rex.

"Em..tapi, Mr. Rex--"

"Lebih baik aku rangkul, apa aku peluk?" potong Rex lagi.

Litzi tercengang-cengang, salah tingkah dan sulit mengeluarkan suara untuk membalasnya lagi. Memanglah sulit melawan pesona seorang Rexford Mackenzie, pria yang suka meninggalkan jejak tanda tanya.

*****

Rexford Mackenzie

Litzi Euniciano

.
.
.

👉 Please, give me vote and comment 👈

PuspitaRatnawati

12.Oktober.2017

(20:27)

*_ _NEXT TO PART 10_ _*

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 70.1K 81
[ Cerita sudah Selesai!! Tolong jadi pembaca yang baik. Selalu Vote ya^^ Lebih baik follow dulu sebelum add cerita ini ke library. Karna ada part yan...
6.5M 221K 29
SUDAH TERSEDIA DI PLATFORM KUBACA. (Mature Romance) Gilbert Jerr Alessio, pemilik agensi modeling terbesar di daratan Amerika dan Eropa. Bastard, bia...
3.9M 30.2K 5
[COMPLETE] Follow sebelum membaca ❤ #1 in your heart ▪️▪️▪️ " Am i your obsession? " *** Ketika kau pertama kali menatap matanya, kau akan tenggelam...
1.8K 1.7K 47
Sebelum baca utamakan follow terlebih dahulu!! Vote kalian semangat author! ___ "Jadi Lo lebih milih dia dibanding gue, iya" *** "Bitch" Renata meng...