NURANI

Bởi VorellaVe

89K 1.3K 100

Pergumulan nurani yang terbesar... terkadang adalah melawan diri sendiri... melawan keinginan yang salah, mel... Xem Thêm

NURANI
MONICA DAN COYOTE
RYAN TIDAK TIDUR
GELITIK
DATANGNYA UTUSAN BARU
MIRA
MAAF...
SENANDUNG VICTOR
KEJUTAN
MENUNGGU...
MENATAP UNTUK TERAKHIR KALINYA
PERMATA YANG DI TUKAR
ANTONIUS SUDAH BERUBAH...
WELCOME BACK, HEGA...
TATAPAN MIRA
YANG TERISTIMEWA DAN YANG TERABAIKAN...
DETIK-DETIK...
BUAH KESALAHAN
ADAKAH TEMPAT BAGIKU?
MENGEJAR MIRA...
MENDENDAM...
PASCA OPERASI
HARI-HARI MEMBAYAR HARGA
LUAPAN KEBENCIAN MIRA
HARAPAN DAN PENGORBANAN
AWAL YANG BARU
PAHLAWAN HATI
MOTHER'S HEART TERAPHY CENTRE
PERSAHABATAN
HATI BATU
KEMBALI PULANG...
FAJAR DI PAGI HARI
KESEMPATAN BAIK
INDAH PADA WAKTUNYA
TUNTAS...
MERPATI HATI
PESTA
BASA-BASI SEBELUM CIAOOBUUUUT...

ANTARA HEGA DAN MIRA...

1.9K 29 0
Bởi VorellaVe

ANTARA HEGA DAN MIRA…

            Mira mondar-mandir gelisah di depan sebuah lounge, di salah satu gedung mewah di kawasan Thamrin. Ini pertama kalinya ia berani janjian dengan laki-laki lain selain suaminya. Tadinya hanya untuk membuat Antonius merasa cemburu dan takut kehilangan dirinya. Tapi Mira mulai tersadar,,, ia bisa betul-betul kehilangan Antonius jika ia benar-benar menemui laki-laki itu. Sayangnya, ia agak telat untuk menyadari itu hingga kakinya tiba di muka pintu utama lounge. Meski laki-laki asing yang dikenalnya lewat facebook terkesan begitu baik hati. Dan awalnya, Mira tak ingin memberi kesan bahwa ia mempermainkannya. Tapi ia juga tak ingin terlalu jauh “bermain-main” dengan semuanya ini. Dadanya berdegup kencang. Ia mulai berpikir, kalau Antonius mungkin saja sudah di dalam perjalanan pulang dan terjebak macet. Beberapa waitress yang lalu lalang mulai bertanya padanya apakah ia menunggu seseorang. Mereka mempersilahkan Mira untuk masuk, berkali-kali. Tapi Mira menggeleng. Ia sudah melihat laki-laki asing berambut brunette, berkemeja putih dan bercelana bahan berwarna krem, sedang duduk menunggu di meja layan kekuasaan si bartender. Ia tahu, laki-laki itu yang berjanjian dengannya lewat facebook. Tapi Mira tak punya keberanian yang cukup untuk melakukan semua ini. Tangannya terus mengucurkan keringat dingin. Sudah sepuluh tahun lamanya ia mengisolasi diri seperti katak dalam tempurung. Dan di hari Senin malam ini,,, ia tiba-tiba saja terdampar di depan sebuah lounge… dengan standing banner terpampang di muka pintu masuknya, bertuliskan tema “I love Monday”.

Enggak,,, Mira membatin pada dirinya sendiri. Aku memang marah sama Antonius… Tapi aku gak mau sejauh ini… aku gak berniat untuk kehilangan Antonius…

Akhirnya Mira menekan tombol speed dial ke salah satu nomor telepon genggam Antonius. Terdengar nada sambung berbunyi beberapa kali…

            “Halo?” Terdengar suara Antonius.

            “Pa… jemput aku. Sekarang…”, kata Mira cepat.

            “Jemput kamu di mana? Kamu di mana emangnya?”

            “Di… abis liat-liat… ng… galeri kerajinan di Sarinah Thamrin… bisa jemput, pa?”

            “Ngapa’in, sih? Liat-liat galeri? Sama siapa?”

Mira sedikit gemetar untuk menjawabnya. Sebelumnya ia tidak pernah membohongi Antonius… “ng… iseng aja sendiri…”

            “Anak-anak di mama?”, tanya Antonius.

            “Iya…”

            “Naik taksi aja, ma… aku ada meeting… pulangnya bisa malem banget…”

            “Duuuuuhhhh,,, mitang-miting mulu! Uang aku gak cukup buat taksi!”

            “Kenapa konyol? Malem-malem ke situ?!”

            “Aku kan iseng sendirian! Abis kamu sibuk mulu!”

            “Aku gak bisa!!!” NIT. Telepon dimatikan oleh Antonius.

Ih… kebiasaan! Selalu main tutup aja!, Mira membatin kesal.

            Antonius memasukkan telepon genggamnya kembali ke dalam saku celananya. Lalu kembali melangkah ke kedai tenda di pelataran star bugs, kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Ia baru saja selesai makan malam dengan Hega dan memutuskan untuk mampir lagi demi segelas kopi di kawasan yang agak jauh dari pantauan orang-orang sekantornya…

            “Ibu Mira yang telepon?”, tanya Hega langsung.

            “Bukan. Mira lagi nginep di rumah kakaknya di Bandung.” Antonius tersenyum lancar meski lidahnya baru saja berbohong.

            “Saya seneng kamu masih di sini, ga… kamu gak jadi ngundurin diri…” Antonius terus menatap Hega, tak berkedip.

Hega tertunduk dengan wajah tersipu-sipu. Pipinya jelas memerah…

            “O ya… kamu mau ngomong apa, ga?”, tanya Antonius. Sudah tak mengingat Mira lagi sama sekali… Di depan matanya hanya ada Hega…

            “ng… soal kasus Rika, Pak…”, mulai Hega perlahan. Tapi tandas.

Antonius mengerutkan dahinya. “Loh, kenapa? Kan udah beres semua…”

Hega pun menceritakan percakapannya tadi siang bersama Martin. “Apa bener,,, soal Nita?”, tanya Hega kemudian.

Antonius geleng-geleng sambil menemplak dahinya sendiri. “Jahat banget si Hamdani… dari pertama, saya mang dah curiga ma tu orang… matanya penuh rancangan-rancangan yang saya gak ngerti… jadi ini cara mainnya… cuma karna mau… kamu di rolling ke tempatnya, ga? Pantesss, dia ngotot banget minta Stanley ajak kamu waktu itu! Brengsek tu orang! Ular kepala item!!!” Antonius mendengus sejadinya. Antonius tak menjawab sama sekali soal Nita.

            “Itu baru kata Pak Martin. Saya juga gak sepenuhnya percaya sama Pak Martin… makanya saya mau confirm sama Bapak…”

            “ga… panggil Anton aja… toh, kita dulu sebetulnya temen satu kampus kan?” Antonius tersenyum. Tampak terlupa dengan kejengkelan hatinya barusan.

Hega tertunduk lagi. Salah tingkah. Tapi tak sanggup menepis tangan Antonius yang mendarat di atas tangannya. Keinginan Hega berperang dengan nuraninya…

Tepis tangannya! Enggak… Tepis tangannya! Enggak…

Hega diam saja. Tak menepis tangan Antonius. Bahkan tangannya tak bergeming sedikitpun. Jantungnya seperti mau meledak… Ia merasakan tangan itu… Dan ia seperti terlanjur lumer…

            “ga… tangan kamu dingin kayak es…” Antonius senyum-senyum, menatap Hega lekat-lekat. “Aku suka liat tampang kamu kalo salah tingkah…”, goda Antonius, masih senyam-senyum menikmati sikap Hega yang semakin salah tingkah...

Hega sedang menyeruput kopinya sewaktu Antonius mengatakan itu. Dan Hega tersedak. “Uhuk… ukh…”. Hega masih tak berani menggerakkan tangannya yang sudah di rengkuh Antonius. Antonius menggenggam jemari Hega dengan kuat. Hega bisa merasakan ada yang melebur di dirinya dengan sesuatu di dalam Antonius. Jantungnya berderap kencang… dan cepat. Tangannya semakin dingin. Tapi dingin itu berangsur berkurang di dalam genggaman tangan Antonius yang lebar dan terasa keras. Namun hangat…

            “Tenang, ga… soal kasus Rika,,, sekalipun di audit,,, gak ada cacatnya… pengiriman unit, slip pembayaran…semuanya legal… gak ada yang salah… kamu gak usah khawatir… mereka gak bisa bukti’in… kalo pun ketahuan, intinya,,, masalah terselesaikan…”

            “Tapi,-”

            “ga…” Antonius memotong. Sambil menatap Hega lebih dalam. Tangannya semakin kencang menggenggam tangan Hega. “Gak usah dipikirin… oke?” Antonius tersenyum…

Hega akhirnya membalas tatapan dan senyuman itu. Sebagian dirinya merasa bahagia… Tapi sebagian lagi merasa resah… sangat resah…

            Mira sudah berdiri di halte bus. Seingatnya, dulu bus PATAS AC 05 lewat di rute tempatnya berdiri ini. Dan ia tak tahu rute busway sama sekali. Ia bahkan tak tahu caranya naik angkutan umum busway.

Mira kebingungan… ia membuka isi dompetnya dan menghitung-hitung jumlah uangnya… hanya lima puluh ribu yang tersisa. Ia tak memiliki ATM atau pun kartu-kartu lainnya selain kartu asuransi untuk berobat ke rumah sakit. Ia pun mencoba menghubungi Antonius sekali lagi… Nada sambung berbunyi beberapa kali… tapi lama sekali baru di angkat.

            “Apa lagi, ma?!”, tanya Antonius dengan nada galak.

            “Pa… aku bener-bener gak bisa pulang… uang aku gak cukup buat taksi… bus juga gak ada yang lewat…” Mira memelas…

Antonius ngedumel sejadinya. “Kamu bener-bener konyol!!! Ya udah, tunggu di halte mana?!”

            “Halte persis di depan Sarinah, ya… buruan, pa… hape aku baterenya juga dah low, nih… banyak nyamuk lagi, pa… kaki aku dinyamukin dari tadi… bus ke arah Bekasi gak ada yang nongol… yang nongol malah bule-bule, nih pa…” Mira mulai meringis… sembari memancing Antonius agar cemburu…

            “Iya!!! Meetingnya dah mo selesai!!! Poko’nya tunggu aja!!!” Antonius langsung mematikan telepon genggamnya.

Mira senyam-senyum. Ia berpikir Antonius mulai cemburu…

            Antonius tergopoh-gopoh kembali ke meja tempat Hega menunggu. “ga… ada darurat, nih… kita cabut, yuk…”

            “Kenapa? Mira?”

            “Kenapa, sih… kamu sebut Mira terus…” Antonius merasa terusik sendiri mendengar nama istrinya di sebut-sebut. Membuatnya merasa… seakan-akan Mira ada di situ, mengawasi…

            “Jujur aja… aku takut…” Hega menghela nafas beberapa kali. “Aku… mengharapkan saat-saat seperti ini… tapi…”

            “Ssshhhh… udah…” Antonius meletakkan jari telunjuknya di bibir Hega yang lembut. Ia merangkul Hega dengan mantap dan menggiring Hega melangkah ke parkiran. Antonius mengantar Hega ke depan mobilnya. Hega menghadap ke arah Antonius dengan jarak yang cukup dekat. Antonius mendekatkan wajahnya ke wajah Hega… Tapi saking gemetarnya, Hega menjatuhkan kunci mobilnya. Dan Hega cepat merunduk tepat di saat Antonius mendaratkan ciumannya… jadilah Antonius mendaratkan sebuah ciuman ke kaca mobil Hega… Saat tubuh Hega yang tinggi itu menegak kembali, kepalanya menyundul dada Antonius dengan lumayan kencang… Antonius pun terdorong mundur ke belakang…

            “Duh,,, maaf… aku gak sengaja…” Hega menahan tubuh Antonius agar tak terlalu jauh terdorong mundur…

Antonius cepat-cepat menguasai pijakannya kembali… “Ga,,, kamu susah sekali di cium…” Antonius geleng-geleng.

Hega menahan dirinya untuk tak tertawa. “Mungkin mang gak diijinkan, Pak… eh, ton…”

Antonius mendelik menanggapi perkataan Hega… “Baiklah… hati-hati, ya… selamat malam…” Antonius berbisik. Ia masih berusaha mencoba mencium Hega sekali lagi… Tapi lagi-lagi,,, Hega gemetar dan menjatuhkan kunci mobilnya lagi. Antonius kembali mencium kaca mobil Hega untuk kedua kalinya… Antonius mendesah sambil menjaga jaraknya sewaktu Hega bangkit menegakkan badannya kembali. “Oke…” Antonius mundur sedikit agar Hega bisa membuka pintu mobilnya setelah terdengar suara kunci otomatis mobilnya mencuit. Hega masih senyum-senyum menahan gelak tawanya… Setelah pintu mobil di buka, di saat Antonius terpaku menatap sepasang sepatu di kakinya, Hega mendaratkan sebuah kecupan dengan cepat di pipi Antonius. Antonius sedikit terkejut. Tapi kemudian ia tersenyum… Hega pun berbisik sambil masuk ke dalam mobil, “Hati-hati di jalan, ya…”

Antonius mengangguk kecil sambil membalas senyuman Hega. Antonius pun menutup pintu mobil Hega dan melambai… membiarkan mobil Hega melaju keluar dengan perlahan… sampai hilang dari pandangan… Hujan rintik mulai turun… Antonius masih tak bergeming menatap mobil Hega melaju menjauh… rintik hujan mulai berangsur deras… Antonius pun segera berlari ke dalam mobilnya yang di parkir tak jauh dari posisi mobil Hega tadi. Antonius masih senyam-senyum saat menyalakan mesin mobilnya… Tiba-tiba hujan langsung saja berubah deras dengan mendadak…

Mira!, Antonius membatin panik mengingat Mira yang menunggunya… Antonius segera bergegas melarikan mobilnya keluar dari situ…

            “Hujan….” Mira melenguh sambil bersedekap di balik cardigan hitamnya. Ia merasakan angin bertiup kencang. Membawa butiran-butiran air hujan membasahi wajah dan tubuhnya… Mira yang mengenakan terusan katun yang dikombinasikan dengan hasil rajutannya sendiri, berkali-kali menahan bagian bawah bajunya itu agar tak tertiup angin dan agar jangan terangkat ke atas… Mira tak mau angin menyibakkan bagian bawah tubuhnya kemana-mana… Ia juga begitu kerepotan menahan helaian-helaian rambut lurusnya yang tertiup kencang ke sana-sini… dan angin terus saja bertiup semakin kencang… membuat semuanya berterbangan… hingga Mira tak bisa lagi menahan semuanya supaya tak terkibas membuka kemana-mana… paha Mira yang masih mulus terpampang jelas saat bagian bawah terusannya tersibak ke atas, lagi dan lagi... Dan air hujan terus saja mencipratinya hingga rambut dan stelannya itu mulai kebasahan… Sebuah mobil sedan mewah berhenti di depan halte, tepat di hadapan Mira. Pintu di sisi jok penumpang,,, terbuka… seolah mempersilahkan Mira untuk masuk. Mira segera menurunkan bagian bawah bajunya itu dengan gemas. Ia menggeleng-geleng dan mengibas-ngibas pada siapapun di dalam mobil itu agar pergi. Tapi mobil itu tidak pergi juga. Mira segera beringsut pergi dari halte, berlari menjauh dari mobil itu di tengah-tengah hujan deras. Mira menoleh sesekali ke arah mobil itu, berharap mobil itu segera berlalu. Sebuah tangan besar tampak menutup pintu mobil dari arah dalam. Lalu mobil itu pun melaju pergi dengan suara gas menderum. Mira menghentikan laju larinya. Sambil bernafas lega, ia kembali ke halte. Tapi Ia sudah basah kuyup.

Duh, papa… buruan, kek…, Mira membatin dengan tubuh menggigil. Ia menggamit keluar telepon genggamnya. Tapi di dapatinya, telepon itu tidak bisa menyala lagi. Mira mulai meringis sesendirian,,, menyesali kebodohannya di malam ini…

Mira menggigil menahan udara dingin yang terus saja menerpa tubuhnya… sekitar empat puluh lima menit kemudian,,, fortuner hitam Antonius mendekat ke halte. Antonius mendapati sosok perempuan yang selalu membuatnya terpesona di waktu sepuluh tahun yang lalu… ia melihat Mira bersedekap di balik cardigan tipisnya, mengenakan terusan yang manis dan kasual… sedang menggigil kedinginan…

“Mira!” Antonius langsung turun dengan membawa serta jas kerjanya. Cepat-cepat dibungkusnya tubuh Mira yang sudah memucat dan menggigil itu dengan jas abu-abu tuanya… “Kamu, sih… yang enggak-enggak aja…”, ujar Antonius sambil membawa Mira cepat masuk ke dalam mobilnya.

“Duuuh… dingin, pa…” Mira beringsut meringkuk menghadap ke arahnya saat Antonius juga sudah memasuki mobil. Tangan Antonius meraba-raba ke bagian kantong di belakang joknya, mencari-cari handuk kecil yang biasa dipakainya untuk menyeka wajah bila ia mencuci muka serta rambutnya agar terlihat lebih segar, bila ada meeting mendadak di kantornya.

“Kamu tuh, ya…” Kalimat Antonius menggantung saat tangannya menemukan apa yang dicarinya. Antonius langsung menggosokkan handuknya itu ke rambut Mira yang panjang. Mencoba mengurangi basah di sekujur tubuh Mira. Melihat Mira menggigil dan memucat, Antonius mematikan AC mobilnya. Ia melihat handuk kecilnya tak berdaya lagi… sudah ikutan basah kuyup. Antonius pun mencari kemeja cadangan yang selalu dibawanya. “Buka baju kamu! Nanti sakit!”, kata Antonius setengah galak. Mira mendelik dan melotot menatapnya.

“Apaaaaa??? Kamu konyol, siiiih…”, kata Antonius, bertepatan dengan tangannya menemukan apa yang dicarinya. “Ayooooo, bukaaaa… pake ini, nih…” Antonius mendaratkan kemejanya yang tergulung berantakan, ke hadapan Mira.

“Masa buka baju di sini?!!!” Mira mendengus.

“Kamu malu sama suami sendiri?” nada suara Antonius mulai pelan.

“Bukan! Tapi ditangkep kamtib, nanti!”, seloroh Mira setengah kesal.

Antonius tergelak sejadinya. “Mana ada kamtib di siniiiii… ahahaha… ayo, cepet… buka bajunya…”

            “Enggak!”

            “Buka bajunya!”

            “Enggak!”

            “Buka!” Antonius langsung saja menyarangkan tangannya, menarik paksa cardigan Mira hingga terlepas sepenuhnya. “Sekarang bajunya…”

            “Malu, paaaa… nanti diliat orang!”

            “Gak ada orang! Sepi! Ujan gede, kok! Ayo buka!!!” Antonius kembali melayangkan kedua jemari-jemarinya yang kekar, menarik paksa baju terusan Mira ke atas, hingga terlepas dengan mudah karena kerah potongan sabrinanya cukup lebar. Diam-diam Antonius melirik memperhatikan Mira yang terlihat sensual kalau basah seperti itu… Ia teringat waktu awal melihat Mira di lempar ke kolam renang waktu MAKRAB SASTRA di kampusnya dulu. Mira basah kuyup. Kaos tipisnya memperlihatkan tubuhnya yang seksi waktu itu. Semua mata tak berkedip memandanginya… termasuk Antonius… Meski perut Mira tidak rata lagi seperti dulu… Antonius masih menganggapnya seksi…

            “PKI…” Antonius menggumam sendiri.

            “Hah? Apa maksut kamu, tuh,,, bilang aku PKI???” Mata Mira sudah setengah melotot. Antonius senyum-senyum sendirian… “Pake kutang item…”, selorohnya berkelakar…

            “Ooooooh, ituuuuu… joke kuno gak ada kemajuan… dari dulu, humor kamu mang ketinggalan jaman…” Mira terkekeh.

            “Hah? Yang bener?” Antonius menoelkan ujung jari telunjuknya ke pinggang Mira yang mulai ber”pager” sekitar dua atau tiga lipatan kecil…

            “Kurang ajarrrr… toel, bayarrr!!!” Mira mendengus sambil membuka kancing kemeja Antonius yang ingin dipakainya.

            “Iyaaaaa… oom bayaaaarrr…” Antonius masih terus mengarahkan telunjuknya ke bagian mana saja di tubuh Mira yang bisa ditoelnya.

Mira mengikik geli. “Papa! Udah! Aku kedinginan!”

            “ooopsss… iya, sori… ya udah… pake kemejanya… sebetulnya, sih… aku lebih suka kamu gak pake apa-apa’an… hehehe…” Antonius mulai menyalakan mesin mobil.

            “Otak ngeres…” Mira mendengus lagi. Ia memakai kemeja Antonius yang kebesaran itu. “Ih! Bau parfumnya gak enak! Ni baju bekas pake ya!!!”

            “Iya… enak gak baunya… hehehe…”

            “Ih!” Mira menepuk bahu Antonius yang tak terganggu sama sekali dengan tepukan-tepukan tangan kecil Mira itu… Mereka terus saja bercanda dan tertawa riang. Sampai akhirnya Mira yang kelelahan dan masih tampak menggigil, mulai merem-melek matanya… Tapi Mira memaksakan dirinya agar tetap terjaga… sambil terus saja menatap Antonius,,, dengan senyum kecilnya yang terus saja terkembang…

            “Tidur aja, sayang… nanti aku bangunin…”, kata Antonius lembut. Seperti diri Antonius yang biasanya,,, itu yang ada di benak Mira...

            “Gak mau, pa… aku gak mau berhenti liat kamu kayak gini sama aku… aku gak mau berhenti liat lampu-lampu jalan… udah lama,,, aku rindu kita bisa seperti ini lagi… kayak dulu… I miss u, pa…”, ucap Mira pelan dengan mata semakin sayup… yang akhirnya jatuh tertidur juga…

Antonius terenyuh sejenak… Ia menoleh lagi sesekali memandangi Mira yang tertidur… ya, hatinya juga merindu… sekian lama,,, hal-hal kecil seperti inilah yang ia rindukan… bukan masalah tempat… atau suasana… hanya hal-hal kecil seperti bercanda dan tertawa seperti ini… hal kecil seperti kehujanan bersama-sama… hal-hal kecil seperti saling menggoda… PLUK… tiba-tiba tangan Mira melayang ke atas paha Antonius… Antonius memegang tangan kecil Mira yang dingin… yang jemarinya tampak kisut karena kedinginan… Antonius menggenggam jemari Mira… mencoba menghangatkannya… Ia terenyuh… merasa begitu bersalah pada Mira… baru saja ia menggenggam tangan Hega… mencoba menghangatkan tangan Hega di saat tangan Mira yang kedinginan begitu membutuhkannya… Antonius merasa begitu tidak adil terhadap Mira… Ia membiarkan Mira menunggu di halte itu… di saat Antonius justru menemani dan membuat Hega berbunga-bunga… Mira terlupakan begitu saja…

Antonius terus berkecamuk dengan batinnya di sepanjang jalan… Ia mendengar sesekali Mira menceracau… “Pa, jangan pergi… temenin aku… I miss u…”

            “Aku gak kemana-mana, sayang… aku di sini…” Antonius menyahut pelan. Sambil menggenggam jemari Mira yang terasa kisut, basah dan dingin… sedingin sikap Antonius akhir-akhir ini...

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

17M 754K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
890K 81.2K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...