NURANI

By VorellaVe

89K 1.3K 100

Pergumulan nurani yang terbesar... terkadang adalah melawan diri sendiri... melawan keinginan yang salah, mel... More

NURANI
MONICA DAN COYOTE
RYAN TIDAK TIDUR
DATANGNYA UTUSAN BARU
MIRA
MAAF...
SENANDUNG VICTOR
KEJUTAN
MENUNGGU...
MENATAP UNTUK TERAKHIR KALINYA
PERMATA YANG DI TUKAR
ANTONIUS SUDAH BERUBAH...
WELCOME BACK, HEGA...
ANTARA HEGA DAN MIRA...
TATAPAN MIRA
YANG TERISTIMEWA DAN YANG TERABAIKAN...
DETIK-DETIK...
BUAH KESALAHAN
ADAKAH TEMPAT BAGIKU?
MENGEJAR MIRA...
MENDENDAM...
PASCA OPERASI
HARI-HARI MEMBAYAR HARGA
LUAPAN KEBENCIAN MIRA
HARAPAN DAN PENGORBANAN
AWAL YANG BARU
PAHLAWAN HATI
MOTHER'S HEART TERAPHY CENTRE
PERSAHABATAN
HATI BATU
KEMBALI PULANG...
FAJAR DI PAGI HARI
KESEMPATAN BAIK
INDAH PADA WAKTUNYA
TUNTAS...
MERPATI HATI
PESTA
BASA-BASI SEBELUM CIAOOBUUUUT...

GELITIK

2.6K 46 4
By VorellaVe

GELITIK

6 bulan sudah berlalu… semua kembali pulih seperti biasa. Hanya Rika yang menghilang. Ia mengundurkan diri setelah Monica Sevina; istri sah Almarhum Ryan Suwandi melabraknya, mempermalukannya di depan semua orang di kantor karena perselingkuhannya dengan Ryan yang pernah berjalan hampir selama dua setengah tahun. Pertikaian seru mereka sempat menjadi tontonan laris satu kantor sebelum akhirnya dilerai oleh Antonius. Monica berteriak histeris menuding Rikalah penyebab keretakan rumah tangganya hingga membuatnya memilih pergi dari rumah hingga dua bulan lamanya. Dan Rika jugalah awal mula pengaruh buruk yang membawa Ryan pertama kali mengenal dunia malam serta drugs. Monica dan Rika sempat berkelahi hingga bergulingan di kantor. Saling histeris, saling menangis dan berteriak serta mencaci maki seperti orang gila… Semua masih mengingat jelas bagaimana kedua perempuan itu sama-sama menangis karena mencintai laki-laki yang sama. Hanya saja, cinta Rika menjerumuskan Ryan hingga ke maut.

Dan Antonius dengan seratus persen yakin, untuk segera memberhentikan Rika. Karena Rika juga terbukti melakukan banyak penggelapan uang perusahaan bersama Almarhum Ryan. Dan lagi-lagi, Antonius harus menutupinya dari manajemen. Karena itu berarti performance yang buruk di dalam penilaian manajemen atas kepemimpinannya. Sementara belum genap setahun ia memimpin cabangnya saat kasus itu terjadi. Dan Rika masih berada di bawah pengawasannya. Dan selama ini, Antonius tak pernah menduganya. Karena system TOS yang sudah dibuat perusahaan, sudah begitu ketat. Setiap celah sudah begitu dipersempit. Tapi Rika cukup lama bekerja di Dealer Cameron untuk menjadi pakar yang bisa memanfaatkan celah sekecil apapun untuk melakukan banyak penipuan. Dealer Cameron adalah salah satu dealer besar di Indonesia yang juga tergabung di dalam group perusahaan otomotif raksasa. Bila berita ini sampai tercium oleh manajemen, rusaklah nama besar yang dipupuk Antonius selama lima belas tahun bergelut di dunia otomotif. Antonius harus mengocek isi rekeningnya sendiri untuk mengganti sejumlah uang yang sangat besar, yang digelapkan oleh Rika dan Ryan. Sementara Rika sudah bisa di bilang “hilang akal sehat” semenjak kematian Ryan. Ia bersedia “pasang” badan saat Antonius menuntutnya untuk mempertanggungjawabkan sejumlah besar uang customer yang dilarikannya untuk berfoya-foya selama ini. Dan di penghujung kemelut, masalah akhirnya bisa di redam setelah semua uang customer di ganti. Dan Antonius sangat berhutang budi pada Hega. Hegalah yang menutupi sekitar enam puluh persen dari jumlah yang harus ditanggungnya. Belum sempat Antonius sejenak saja menikmati nafas leganya, Beno Darmawan; Kepala Bengkel Tebet, muncul di pintu ruangan Antonius dengan wajah tak senang. “Siang, Pak Anton…”, Beno memulai dengan sapaan kaku sambil terus berjalan menghampiri kursi tamu di depan meja Antonius.

            “Eh, wah, Pak… tumben, nih… duduk, Pak…” Antonius mempersilahkan… meskipun Beno sudah berinisiatif sendiri untuk menarik kursi dan duduk dengan cepat.

            “Begini, Pak Anton ya,” Beno buka suara, “Saya turut senang sekali dengan program gebrakan Pak Anton yang banyak meningkatkan penjualan… tapi saya keberatan dengan itu, tuh… apa itu… sponsor-sponsor spanduk ituh… di bengkel-bengkel di luar bengkel resmi kita…”

Baru mendengar sampai situ, Antonius sudah menarik nafas. Beno melanjutkan, “Jujur aja, ya Pak… itu sama aja ngasih feed ke bengkel luar, Pak… bikin sepi bengkel sendiri… karena customer jadi punya pikiran, kalau itu berkoordinir dengan bengkel resmi, tapi harga lebih murah…”

Antonius berdehem sebentar. “Oke, Pak… Sebelumnya,,, kalo boleh saya luruskan dulu… yang kita sponsori itu cuma spanduk, Pak Beno… hanya saja, kita mencantumkan nomor hotline kita dan foto mobil yang sesuai sama segmen mayoritas di kawasan itu aja. Berhubung itu dekat dengan kawasan anak muda, jadi yang kita perbesar adalah foto mobil anak mudanya, Pak… gak ada penawaran apapun yang bisa membuat persepsi orang bahwa tenaga ahli di situ juga disponsori oleh kita… itu cuma spanduk beriklan, Pak… macam simbiosis mutualisme lah… saling menguntungkan… Tapi untung di kita tuh, lebih besar… Jadi sebaiknya, Pak Beno kasih kita waktu dan kesempatan untuk survey lagi… apa benar, penyebab bengkel resmi di Tebet jadi sepi cuma karena spanduk itu…”

Beno tampak masih merengut. “Jujur aja, nih ya… klo terbukti bener, saya mo complain sama O.M. aja, nih Pak…”

Antonius mencoba tersenyum. “Saya berharap, sih… masalah ini gak berlarut sampai ke O.M. kita, Pak… beliau juga sibuk dengan banyak hal yang jauh lebih besar… itulah fungsi kita, Pak… kalo saja,,, kita bisa saling kompak dan kerja sama nih, Pak… Mohonlah, ya… Pak Beno kasih kita waktu… Beberapa program kita kan memang masih program percobaan… masih usulan yang perlu di uji… Jadi, mohon dimengerti, Pak…”

Pak Beno akhirnya mengangguk-angguk. “Okelah! Tapi asal ada pembuktian yang jujur aja, nih ya…”

Antonius balas mengangguk-angguk. “Pasti, Pak Beno… pasti itu…”

            “Saya sekalian mampir aja untuk sampe’in itu… jadi saya langsung balik ke Tebet dulu, nih…” Beno bangkit berdiri. Tubuhnya yang pendek dan padat berjalan tegap serta mantap menuju ke pintu. Gaya berjalannya persis anggota militer. Ia dikenal suka berterus terang dan orang yang cukup baik.

Melihat Beno menghilang di balik pintu, Antonius langsung melengos panjang di kursi putarnya… “haaaaaaaaaaaaahhhhhhhh…”

Saat itulah Hega masuk. Tepat di saat mulut Antonius menganga dengan selebar-lebarnya.

            “Eh,,,” Antonius langsung membenarkan posisi duduknya. “Ada apa, ga?”

            “Laporan kelanjutan daftar prospek anak-anak, Pak…” Hega langsung saja melangkah mendekat ke meja Antonius. Ia meletakkan sekitar selusin lembar laporan milik kedua belas anggota sales dari team yang dipimpinnya.

            “Wah…”, Antonius mendecak iseng, tanpa makna. “Apakah ini artinya SPK semua? Atauwww… D.O.?”

            “Sudah masuk laporan dari Hans… dua SPK… satu D.O siap kirim sore ini. Lima SPK dari Raymond. Kalau customernya mau transfer hari ini, berarti Raymond D.O satu. Raymond dah lapor, paling lambat, keputusannya jam tiga sore ini. Dina SPK satu… Rudi SPK empat… D.O nya yang outstanding dari bulan kemarin, siap di kirim malam ini, jam tujuh. Yanto SPK satu… Anti SPK tiga… Gerald SPK satu dan langsung D.O hari ini,-“

            “Cash?” Antonius memotong.

Hega mengangguk. “Pengacara soalnya, pak…’

Antonius mengangguk-angguk. “Yah… ya, lanjut…”

Hega pun melanjutkan sambil membalik setiap lembar yang sudah dibacakannya. “Greta… Dia masih baru, Pak… Baru sebulan… Cuma SPK satu… itu pun bermasalah… data customernya gak bagus… leasing kita kan ketat, Pak…”

            “Kenapa kasusnya?”

            “Wiraswasta, Pak. Penghasilannya gak tetap.”

            “Coba ajukan aja ke leasing luar, ga…”, saran Antonius. Hega mengangguk. Ia baru hendak melanjutkan saat Antonius tiba-tiba meletakkan tangannya di atas tumpukan laporan di depannya, agar merebah semuanya. Tidak di bolak-balik lagi oleh Hega. Tepat di atas tangan Hega. “Ups, maaf,,, maaf, ga… maksut saya… udah dulu laporannya… saya mau makan siang dulu… mumet otak saya…” Antonius cepat meluruskan. “Ikut saya, ga… sekalian ngomongin complainan Pak Beno, nih…”

Hega mengangguk. Tapi perkataannya berikutnya malah mengajukan kompromi. “Tapi laporannya sedikit lagi, pak..”

Antonius mengibas. “Udah! Udah! Saya percaya sama kamu, ga!”

            “Tapi, Pak… sebaiknya,;”

            “Udahlah, ga, ah… saya bener-bener laper… kacab juga manusia… kamu juga manusia… bukan mesin kerja dua puluh empat jam…” Antonius mengekeh.

            “Pak… Cuma mengingatkan, nih… inget kasus Rika? Karena Pak Antonius seperti ini, nih…”

            “Wuaduuuh… kena langsung ke lambung, ga…” Antonius berkelakar lagi. Berusaha mengusir jenuh dan beban di otaknya. “Oke, oke… terusin…”

Sekitar lima belas menit kemudian, semua laporan selesai dikonfirmasikan. Semuanya tampak beres. Antonius pun menandatangani laporan itu. “Okeh!, “Antonius menggebrak mejanya. Tanda lega kalau prosedur sudah selesai. “Saya gak sabar dengan sistem on line kita biar cepet jadi. Jadi saya bisa buka laporan secara mobile aja… lewat BBM… kita kayak idup di jaman batu aja… serba prosedurrrr…”

            “Pak… tetep perlu secara manual, pak… nanti terjadi penggelapan uang lagi, gimana?” Hega bersilang tangan di depan dadanya yang padat, membulat dan membusung.

            “Yaaaa… kita bikin sistem pembayaran on line juga. Administrasi on line juga. Tiap SPK yang masuk, tandanya ya dari transfer… langsung on line ke data kita. Tinggal tambah marketing support buat nelponin customer satu-satu, untuk memastikan kembali data-data yang masuk…” Antonius berandai-andai...

            “Lalu terjadi pengurangan pekerja sales dan administrasi donk, Pak… sekalian aja orang order juga mobile. Liat barang, tinggal click. Check status barang, tinggal click. Mau test drive, tinggal isi daftar antri secara mobile… nanti layanan dateng ke rumah…”

            “Enggak juga, ga… kalo ada kasus,,, orang mo batal karna warna yang dipesen gak ada,,, skill sales yang dibutuhkan untuk membuat si customer beralih warna… ya, nggak? Minimal, sales gak abis waktunya buat ngerjain laporan administrasi, anter-jemput data… moga-moga kalo nanti semua masyarakat datanya juga on line, kita tinggal nge-link aja ma basis data administratifnya pemerintah… Bener gak, tu orang kerja… bener gak rekening tiga bulan terakhir sekian, sekiaaan…” Antonius masih asik berceloteh saat Hega menatapnya sambil senyam-senyum… “Kita jadi makan, Pak?”, tanya Hega.

Antonius tertegun sejenak sebelum akhirnya dia tertawa geli sendiri. Mereka pun bergegas keluar untuk makan siang.

Seperti biasanya, meski makan di tempat yang sama, Antonius dan Hega selalu membawa mobilnya masing-masing. Mereka tak pernah sengaja-sengaja untuk berbarengan di satu mobil.

Saat makan bersama pun, Antonius sampai hapal, makanan apa yang biasa di pesan Hega. Mereka sama-sama menggemari sushi. Maka berangkatlah mereka ke Kelapa Gading Mall.

Setibanya di Ichiban sushi, Antonius lah yang mulai memesan makanan di awal. Karena Hega selalu mempersilahkan Antonius untuk selalu maju lebih dulu dalam soal pesan-memesan makanan. Maklum, Antonius tidak pernah bisa menahan lapar.

“… Minumnya…,” Antonius melihat daftar menu lalu langsung menoleh ke Hega, “Yang biasa kan?”, tanyanya, terkesan begitu akrab. Hega mengangguk.

            “Oke…”, Antonius melihat kembali ke waitress. “Tiga Chicken blackpepper donburi, satu yaki meshi katsu dan dua lemon tea, ya…”

Tak lama kemudian, mereka sudah duduk nyaman menyantap makan siang mereka dengan lahap.

Sambil makan, dengan mulut setengah penuh, Antonius memulai celotehnya kembali. “Tau gak, ga… waktu kamu nunggu’in si Ryan di panti rehab waktu itu, tuh… Si Rika telpon saya. Nangis-nangis. Minta Saya temu’in dia. Penting, katanya. Saya kira ada apa… apa kecelakaan gtuh… Saya sampe batal janjian sama istri. Istri saya sampe ngamuk-ngamuk. Cabut ke rumah mamanya.” Antonius berhenti sejenak untuk memasukkan kembali potongan donburinya ke mulut. Sementara Hega mendengarkan dengan seksama,,, hal yang memang pernah dipertanyakannya dalam hati sekian lama itu. Antonius melanjutkan, “Dia tuh cerita semuanya ma saya, masalah si Ryan… tau gak, dia ngakunya Ryan yang menggelapkan uang… Ternyata,,, dia biang keroknya. Kasian si Ryan. Kejebak ma tu perempuan satu. Gak nyangka, ya…. Muka innocent, kelakuannya bikin banyak orang jadi susah…” Antonius menyelesaikan kalimatnya dengan nada geram. Tak menyadari dirinya sudah bicara seperti ibu-ibu komplek. Hega tak berkomentar apapun selain, “oh… gtu, Pak…”

Selesai makan, Hega melihat sedikit remah menempel di sudut bibir kanan Antonius. “ng…” Hega ingin memberitahunya. Tapi ia merasa sedikit segan.

            “Kenapa, ga? Mau nambah?”

Hega menggeleng. Ia melihat Antonius begitu rileks dan nyaman di kursinya, menyeruput sisa minumannya. “Itu, Pak…” Hega menunjuk-nunjuk ke arah remah yang menempel. Tapi Antonius malah menoleh ke belakang. “Siapa? Ada siapa?” Ia menoleh kembali ke Hega yang berusaha menahan tawa gelinya.

            “Kenapa, sih?” Antonius kembali menoleh ke arah belakang. Lalu melihat ke Hega lagi. Hega makin merasa geli. “Itu…” Hega kembali menunjuk. Kali ini ia melakukannya karena iseng. Senang hati melihat Antonius memutar leher ke depan dan ke belakang. Terakhir kalinya, Antonius kembali menoleh ke belakang. Dengan raut gusar. Akhirnya Hega melepaskan tawa tergelaknya. “ahahaahahahahaaaa…”

            “Kenapa, sih? Ada apa?” Antonius berkerenyit. Membuat sepasang alisnya hampir bertaut. “Eh,,, bisa ketawa ngakak juga, kamu…”

            “Ada makanan nempeeelll, Paaaakkk… ahahaha…"

Antonius mengamati sekujur permukaan kemeja biru donkernya. “Nasi? Di mana?”

            “Di mukaaa, Paaak… di mukaaa, tuuuh… di sudut bibirrr…” Hega masih tergelak.

Tangan Antonius meraba-raba mukanya sendiri. Mencari-cari yang di tunjuk Hega. Tapi tak kena-kena.

            “Mana, sih???”

Dengan spontan, Hega setengah bangkit dari kursinya dan mencomot remahan itu dari sudut bibir kanan Antonius, dengan jemarinya. Antonius bisa merasakan sekilas sapuan jemari Hega yang halus dan hangat. Ia tertegun sesaat,,, risih. Hega pun terhenyak kaget dengan apa yang baru saja dilakukannya… “Sori, pak… biar lebih cepet,” katanya cepat.

            “mm… iya, iya…” Antonius memandang berkeliling seolah takut ada yang memergoki kejadian itu. “Ya, udah… balik ngantor yuk…”

            “Katanya mau ngomongin masalah Pak Beno?”

Antonius mendadak enggan menatap Hega. “mmm… iya, ya… di kantor aja… sekalian sama Pak Martin dan Pak Siswoyo…”

Maka bangkitlah keduanya, berjalan bersisian dengan saling terdiam. Antonius merasakan getaran aneh dan dingin di tengkuknya. Ia menggoyang-goyang kepalanya sedikit. Entah mengapa, ia menjadi malu bila harus menatap Hega…

Continue Reading

You'll Also Like

3M 44.1K 30
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
13.4M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
3.2M 32.9K 30
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
723K 67.5K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...