You Are My Happy Ending

By rossicatan

8.4K 423 82

COMPLETED STORY [SEDANG DI PROSES UNTUK REVISI] Sebuah cerita cinta mengenai seseorang perempuan yang mempuny... More

Prolog
1
1 (REVISI)
2
2 (REVISI)
3
3 (REVISI)
4. Old Story
4. Old Story (REVISI)
5
5 (REVISI)
6
6 (REVISI)
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18. Ferdinand Moore POV
19
20
21
22
23. Willy Peraldy POV
24
25
27
28
29
30. Ririn & Selena
31
32
Epilog
Note❤
Ganti Cover❤
♥️

26

79 6 0
By rossicatan

Cathrine Peraldy
Aku berjalan di koridor rumah sakit untuk menjenguk Roy. Akhirnya setelah beberapa hari, aku berniat untuk menjenguknya. Aku mendengar dari kak John, bahwa 2 hari lagi Roy akan keluar dari rumah sakit.

Aku berdiri di depan pintu rumah sakit. Aku tau setelah aku memasuki ruangan ini, aku tidak akan bisa kembali lagi.

Dengan ragu aku mengetuk pintu dengan tangan kiriku--karena tangan kananku sedang memegang keranjang buah.

"Masuk.." sepertinya itu suara Roy.

Aku membuka pintu dengan perlahan. Kulangkahkan kakiku ke dalam ruangan, lalu aku menutup pintu.

Kubalikkan tubuhku untuk melihat Roy. Tetapi ternyata aku tidak hanya berdua dengan Roy di ruangan ini. Ada Ani yang duduk disebelah tempat tidur Roy.

"Oh.. Hai Ani.. Maaf, apakah aku mengganggu kalian?" tanyaku, aku masih berdiri di dekat pintu.

Ani tersenyum manis, "Tidak, aku baru saja datang. Kemarilah.."

Dengan ragu kulangkahkan kakiku ke arah mereka.

Ani tersenyum melihatku dan mengulurkan tangannya, "Perkenalkan nama saya Ani Dewitta. Kau bisa memanggilku Ani. Dan... Siapa namamu?"

Aku tersenyum menyambut uluran tangannya, "Aku Cathrine. Panggil saja Ririn."

"Kau pacar Roy? Aku ingat kau yang waktu itu salah paham pada Roy. Maaf ya, waktu itu aku telah membuat kalian bertengkar."

Pipiku memerah, "A-Apa? Aku bukan pacar Roy. Aku hanya temannya."

Aku melihat Roy menggenggam tangan Ani, lalu Roy berkata "Bukankah kau tunanganku? Kenapa kau mengatakan ia adalah pacarku? Jangan berpikir yang tidak2, aku akan menikah denganmu bukan?"

Mendengar perkataan Roy membuatku sadar bahwa aku bukanlah siapa2 baginya.

Sontak aku membelalakan mataku saat baru tersadar bahwa Ani lah yang telah mencelakakan kami. Dan aku baru tersadar bahwa aku kesini untuk membicarakan soalnya.

Ani tersenyum hangat kepada Roy lalu tertawa kecil, "Rupanya kau telah jatuh cinta padaku ya?"

Roy tertawa, "Aku sangat ingin mencintaimu sekarang, namun aku kehilangan beberapa memoriku saat aku kecelakaan. Aku merasa ada sesuatu di dalam diriku yang membuatku tidak bisa mencintaimu. Mungkin tidak sekarang. Tapi aku yakin setelah aku menikahimu, aku akan belajar untuk mencintaimu."

Kalimat panjang dari Roy seakan menyadarkanku, bahwa aku tidak layak lagi untuk berada disana. Mendengar semua perkataannya membuatku kembali merasakan kesedihan.

Aku melihat Ani tersipu malu, "Aku juga akan belajar untuk mencintaimu, Roy."

Aku tersenyum sinis, "Apakah kau tau siapa yang mencelakakan kami, Ani?"

Ani terlihat berpikir lalu tersenyum menenangkan, "Aku akan mencarinya. Kalian tenang saja."

Aku memberikan buah yang kubawa, "Oh ya. Ini buatmu Roy."

Roy tersenyum, "Terima kasih, Rin. Oh ya... Kenapa kamu tidak menjengukku? Aku merindukan cerita2mu."

Aku terkejut dengan perkataannya, benarkah ia mencariku selama aku tidak menjenguknya?

"Oh, maaf. Aku harus mengikuti Ujian Akhir Sekolah jadi tidak punya waktu untuk kesini."

Roy cemberut, "Benarkah? Hmm.. Aku juga sudah ketinggalan untuk mengikuti UAS di sekolahku. Tapi mamaku bilang, bahwa kepala sekolah telah mengijinkan aku untuk mengikuti ujian susulan."

Aku tersenyum pada Roy, "Oh baguslah. Kapan kau keluar dari rumah sakit?", walaupun aku sudah tau tapi ada baiknya aku memastikan.

"Dua hari lagi," Ani yang menjawab.

Aku tersenyum pada mereka, "Oh... Baiklah, aku pergi dulu ya."

Roy cemberut lagi, "Kenapa cepat sekali?"

Aku berpikir sejenak, "Aku kesini sekalian untuk mengecek kondisiku. Aku sudah lama tidak mengeceknya dengan dokter pribadiku."

Ani terkejut, "Wah, kau sakit apa?"

Aku terdiam sejenak, "Hmm.. Sejak kecelakaan, kepalaku sering sakit" aku berbohong.

"Oh ya? Hmm.. Baiklah, kau harus menemuinya kan?"

Aku tersenyum pada Ani, "Ya, aku permisi dulu. Semoga cepat sembuh Roy."

Roy menarik ujung bajuku, "Apakah kau akan kesini lagi besok?"

Aku berpikir sejenak, "Bukankah ada Ani yang menjagamu?"

"Hmm.. Aku ingin kau yang menjagaku besok. Gimana? Kau mau?", tanya Roy sedikit memaksa.

Aku menghela nafas, "Baiklah, aku akan kesini besok pagi."

Mata Roy terlihat berbinar bahagia, "Baiklah, terima kasih. Hati2 dijalan, ya!"

Ani mendengus kesal, "Kau tidak ingin aku yang menjagamu?"

Roy menoleh kearah Ani, "Bukan begitu, aku hanya ingin waktu bersama Ririn. Tidak apa kan? Kau kan akan menjagaku hari ini."

Ani menghela nafas, "Baiklah. Ririn pasti bisa menjaga sikapnya karena tau kita akan menikah. Bukankah begitu Rin?"

Kulihat Ani tersenyum sinis kepadaku. Ada apa dengannya? Apakah dia cemburu?

"Tentu saja. Aku tidak mungkin menggodanya setelah tau bahwa kalian akan menikah. Aku hanya menganggap Roy teman. By the way, kapan kalian akan menikah? "

Ani tersenyum miring, "Setelah kami lulus SMA, kami akan sama2 kuliah di Amerika. Lalu setelah kuliah, kami akan menikah disana."

Aku terkejut mendengar informasi itu, "Pindah ke Amerika? Kenapa?"

"Ibuku ingin kembali ke Amerika," kali ini Roy yang menjawab.

Ani menatapku, "Aku akan mengundangmu ke acara pernikahan kami nanti. Jangan dipikirkan, masih lama."

"Baiklah, aku harap kalian bahagia."

Setelah mengucapkan itu dan bilang bahwa aku ingin bertemu dokter, aku keluar dari ruangan Roy.

Aku melangkahkan kakiku keluar rumah sakit untuk mencari kak John.

"Kak John. Ayo! Sorry kakak jadi menunggu lama."

Kak John memegang kedua bahuku, "Tidak apa2. Bagaimana? Kau telah memberi tau Roy?"

Aku menghela nafas, "Belum, Ani ada disana tadi."

Kak John mengeraskan rahangnya, "Dia ada disana? Uhhh aku sangat ingin membunuhnya sekarang."

Aku tersenyum pada kak John, "Tenanglah kak. Ayo kita ke ruangan dokter Selyna."

Kak John menghela nafas, "Baiklah, ayo!"

Kami berjalan beriringan ke ruangan dokter Selyna. Kami menaiki lift karena ruangannya ada di lantai 3.

Setelah berada di depan pintu ruangan dokter Selyna, kak John mengetuk pintu tersebut.

Tok.. Tok.. Tok..

Dokter Selyna membukakan pintu untuk kami.

"Oh kalian sudah datang. Silahkan masuk!"

Kami memasuki ruangan dokter Selyna. Ruangannya bercat putih kekuningan. Di sebelah kanan ruangan ada sofa, tempat aku biasanya mengeluh soal penyakitku.

Dokter Selyna membimbing kami untuk duduk di sofa. Aku duduk bersebelahan dengan kak John, dan dokter Selyna duduk berhadapan dengan kami.

"Ada keluhan apa, Ririn?", tanya dokter Selyna.

Aku tersenyum pada bu dokter yang telah berumur 40 tahunan ini, "Aku hanya ingin berkonsultasi."

Dokter Selyna tersenyum, "Baiklah, ada yang ingin kau tanyakan?"

Aku berpikir sebentar, "Hmm.. Sebulan lagi aku masuk sekolah, dan akan ada upacara. Apakah aku boleh mengikuti upacara itu?"

"Tentu saja boleh. Tetapi itu keputusanmu. Kalau kau merasa baik2 saja hari itu, kau boleh ikut. Tapi kalau kau merasa kondisimu sedang kurang bagus, lebih baik kamu tidak mengikuti upacara. Saya hanya takut kalau nanti kamu pingsan. Yang mengetahui kondisi badan kamu hanya diri kamu sendiri."

"Baiklah. Oh ya, obatku sudah habis. Apakah aku harus mengeceknya lagi?"

Dokter Selyna berpikir, "Hmm.. Besok kamu bisa kesini? Saya akan mengecek kondisimu besok. Karena kalau hari ini saya tidak bisa, jadwal saya penuh."

Aku tersenyum kepada bu dokter, "Baiklah dok. Besok jam berapa?"

"Jadwal saya masih kosong dari pagi sampai jam 3 sore. Kamu bisanya jam berapa?"

"Bagaimana kalau jam 9 pagi? Aku harus melakukan CT scan kan?"

Dokter Selyna mengerutkan keningnya, "Ya, untuk melihat bagaimana kondisinya. Kamu jangan berkecil hati ya, tetap semangat," ucapnya lalu tersenyum menenangkanku.

Aku juga tersenyum kepada bu dokter, "Aku baik2 saja dokter."

"Hmm.. Bisakah kau tinggalkan aku bersama dokter Selyna sebentar Rin? Ada yang ingin aku bicarakan sama dokter," selama beberapa menit akhirnya kak John membuka suaranya.

"Baiklah, kutunggu diluar ya kak."

Setelah itu aku berdiri dari tempat dudukku, lalu berjalan ke pintu. Kubuka pintu tersebut, melangkahkan kaki keluar ruangan, dan menutup kembali pintunya.

John Peraldy
Setelah mendengar bunyi pintu tertutup, aku langsung bertanya pada dokter.

"Dok. Berapa lama lagi adik saya bisa bertahan?"

Dokter Selyna menundukkan kepalanya, "Saya belum tau. Besok setelah saya mengecek adik kamu, baru saya akan mengetahuinya. Hmm... Ririn seorang wanita yang kuat. Saya yakin, ia masih bisa bertahan sampai 2 tahun kedepan."

Aku menyandarkan punggungku ke sofa, "Dokter yakin Ririn bisa bertahan selama itu? Saya sangat takut kehilangannya. Saya belum sanggup melepaskannya."

Dokter Selyna memegang bahu kananku, "Kamu tenang saja, saya yakin Ririn masih bisa bertahan. Jangan buat ia banyak pikiran."

Aku tersenyum pada dokter Selyna, "Baiklah, terima kasih dok. Saya permisi dulu."

Dokter Selyna tersenyum hangat, "Baiklah, sampaikan salamku pada orang tua mu."

Aku berdiri, "Baiklah dok. Saya permisi dulu."

Setelah itu aku keluar dari ruangan dokter Selyna. Di luar, aku melihat Ririn sedang duduk di salah satu kursi disana. Ririn sedang melihat orang yang berlalu lalang. Ririn tidak melihatku dan aku langsung menghampirinya.

"Rin.. Ayo pulang!", ucapku lalu menggandeng tangannya.

"Eh kak.. Ayo!"

Setelah itu kami turun menggunakan lift dan keluar dari rumah sakit menuju parkiran. Aku membukakan pintu pada Ririn lalu melangkah ke arah kemudi mobil.

Di dalam perjalanan pulang, tidak ada yang berinisiatif membuka pembicaraan diantara kami. Lalu saat sampai di depan rumah, kami belum mau keluar dari mobil.

"Kak John tadi pasti tanya berapa lama aku bisa bertahan kan? Sudah berapa kali aku bilang ke kakak kalau kakak tidak perlu bertanya seperti itu pada dokter. Ia bukan Tuhan yang bisa mengetahui segalanya."

Aku mengalihkan pandanganku ke Ririn, "Memang ia bukan Tuhan yang bisa mengatur, tetapi kakak khawatir Rin. Kakak gak mau kehilangan kamu."

Ririn tersenyum padaku, lalu ia menepuk nepuk pundakku, "Kakak tenang saja."

Ririn memang selalu mengatakan itu padaku. Ririn juga sering memberitauku untuk tidak menanyakan berapa lama lagi ia akan bertahan hidup. Tapi aku seorang kakak. Aku mengkhawatirkan adikku.

Ia segalanya untukku. Aku senang sekali ketika ia tertawa bersamaku. Dan walaupun Ririn sudah besar, aku tetap menganggapnya adik kecilku. Adikku yang masih kecil. Adikku yang manja.

Sejak aku kecil, papaku sudah sering bepergian. Hanya Ririn satu2 nya orang yang peduli padaku. Mama hanya memperhatikan adikku Teresa. Walaupun aku yakin mama juga memperhatikanku, tapi tidak ada yang sepeduli Ririn.

Ketika aku belum makan siang, Ririn akan memarahiku. Ia mengatakan kalau aku akan sakit jika tidak makan. Ketika aku sakit, Ririn yang menjagaku. Ririn temanku. Ririn adik kecilku.

Aku tidak sanggup membayangkan hari2 ku tanpanya.

*****

Baca ceritaku yuk. Cerita fantasi (on going - update setiap hari). Langsung cek di work aku, JUDULNYA The Destiny of Photographer. Butuh saran dan kritiknya ya, jangan lupa vote :)

Thanks❤

Continue Reading

You'll Also Like

15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
1.7M 119K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...