Better Than Almost Anything

By nyonyatua

43K 4.6K 257

Bagaimana kalau mimpi buruk yang selama ini kamu alami bukan hanya sekadar mimpi? Elliot, pemilik hotel terbe... More

Fortune Cookies
Macaron (1)
Macaron (2)
Dip Stick Chocolate
Pumpkin Muffins
Banana Chocolate (1)
Banana Chocolate (2)
Iced Chocolate (1)
Iced Chocolate (2)
Shortbread Cookies (1)
Shortbread Cookies (2)
GingerBread
Chocolate House
Ptichie Moloko
Death By Chocolate
Snickerdoodles
S'More Bark
Orange Dream (1)
Orange Dream (2)
Streusel
Marble Cheseecake (1)
Marble Cheesecake (2)
Pita Tree
Gummy Bears
Berry Cute
KARACHI
Rainbow Cake (1)
Rainbow Cake (2)
Black Forest (1)
Black Forest (2)
Black Forest (3)
Chocolate Blitzen
Angel Food
Chocolate Brownie
Chipotle Cheese Steak
Tiramisu Truffles
Twist Potato (1)
Twist Potato (2)
Splatter Paint
Meatloaf Cake
Devil Cake (1)
Devil Cake (2)
Bittersweet Hot Chocolate (1)
BitterSweet Hot Chocolate (2)
Better Than Almost Anything (1)
Better Than Almost Anything (2)
Sparkling Strawberry (1)
Sparkling Strawberry (2)
Red Velvet
Better Than Anything
Better Than Almost Anything English Version
Better Than Almost Anything di Amazon

Trail Mix

655 85 0
By nyonyatua


Suasana panti asuhan mulai sepi ketika anak-anak itu mulai tertidur. Hanya Hose yang bersikeras untuk tidur bersama Elliot. Anak lelaki kini terlelap dengan bibir sedikit terbuka. Akhirnya Hose tidur juga setelah melancarkan pelukan maut. Bibir Elliot mengulum senyuman sambil menyentuh noda cokelat di pipi anak lelaki itu. Dia lalu melirik ke arah Angel yang duduk di sampingnya.

Angel yang menyadari lirikan Elliot hanya bisa menunduk. Dia tidak bisa menghindari tatapan pria itu karena sekarang sedang memangku satu anak perempuan yang kini sudah sampai di alam mimpi. Gadis kecil di pangkuannya itu kini mendengkur pelan.

"Kamu sering datang kemari?" Elliot menatap Angel yang masih menepuk kepala salah satu anak panti asuhan dengan sayang.

"Kamu sendiri tidak sibuk?" Angel balik bertanya.

Elliot terkekeh pelan. "Aku sudah pulang kerja."

"Oh." Mata Angel kini mengarah pada Hose yang sedang tertidur di pangkuan Elliot.

"Kalau kamu lelah, aku akan memindahkannya."

Elliot menggeleng. "Biarkan saja."

Angel melirik diam-diam. Pria itu kini tersenyum riang sambil mengusap kepala Hose. Dia bukanlah pria yang buruk seperti yang dia katakan. Dia jauh dari kesan jahat. Angel meraih tasnya, merogoh bagian dalam dan mengulurkan satu batang cemilan pada pria itu.

"Apa ini?"

"Trail mix, aku membuatnya bersama Martha sore tadi. Kurasa cukup lumayan untuk menahan kantuk."

"Makasih, Angel."

Elliot meraihnya dan langsung memasukkannya ke dalam mulut lalu mulai mengunyah. Angel juga menggigit satu batang cemilan berbahan dasar kacang-kacangan itu. Satu gigitan saja bisa membuat makanan itu pecah di mulut dan menimbulkan suara nyaring dalam keremangan ruangan. Sekarang yang terdengar hanya suara kunyahan yang bergantian antara dirinya dan Elliot.

"Kalau begitu, apa alasanmu datang ke tempat ini?" Angel tiba-tiba saja membuka percakapan di sela kunyahan.

Elliot mengarahkan manik biru gelapnya untuk menatapmya lekat-lekat. "Kamu ingin jawaban jujur?"

"Terserah mau menjawab jujur atau tidak. Toh, aku tidak bisa menilai kamu memberikan kejujuran atau dusta," sahut Angel. Jawabannya mungkin terkesan menyebalkan, tetapi dia sama sekali tidak peduli.

"Aku akan mengikutimu kemauanmu, Angel," sahut Elliot pendek.

"Apa?" Angel menoleh kaget, menelan ludah saat tidak tahu bagaimana harus bereaksi.

Elliot tersenyum. "Kamu akan menuduhku pendusta kalau aku mengatakan kebetulan saja aku ada di sini." Pria itu tersenyum lagi. "Jadi aku jujur, aku mengikutimu. Rasanya kamu enggak perlu bertanya kenapa karena aku yakin kamu sudah tahu jawabannya."

"Aku hanya tidak tahu harus bilang apa," tukasnya jujur.

"Kamu enggak harus mengatakan apa pun, Angel. Kamu hanya cukup menerima rayuanku, bagaimana?"

Angel mendengkus. Elliot sudah sering mengatakan hal semacam itu jadi dia sama sekali tidak terpengaruh. Jemarinya meraih sebatang Trail mix lalu mengunyahnya dengan keras saat Elliot tertawa pelan.

"Mengejek?" tanya Angel di sela kunyahan.

"Enggak kok. Lagi berpikir."

"Sambil tertawa?"

"Iya, kan aku bisa berpikir sambil menangis juga."

Oke, menyebalkan. Namun, jawaban yang diberikan oleh Elliot itu tidak salah dan tidak bisa dipersalahkan juga. Angel hanya sebal karena lagi-lagi dirinya kalah dari pria itu.

"Soal apa?" tanya Angel akhirnya.

"Apanya?" Elliot malah balik bertanya. Matanya mengerjap beberapa kali, tampaknya benar-benar bingung dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Angel.

"Hal yang kamu pikirkan sambil menangis."

"Kalau itu, sepertinya aku belum siap bilang padamu," tolak Elliot.

Penolakan yang membuat Angel kaget. Tidak biasanya Elliot terlihat menyembunyikan sesuatu. Pria itu kan terkesan membuka dirinya lebar-lebar agar dikenal orang lain.

"Kalau begitu apa yang kamu pikirkan sekarang?"

"Ah, soal itu. Aku hanya berpikir kalau menghilangkan kesepian itu ternyata semudah ini. Andai aku tahu dari dulu."

"Huh?"

"Hari ini aku tahu, anak-anak ini lebih kesepian dariku, Angel."

"Tentu saja. Anak-anak ini memerlukan cinta dan kasih sayang."

Elliot mendesah dan matanya kini menatap langit-langit. "Padahal mungkin menurut orang lain hidupku sempurna, tapi ternyata aku tidak bisa lepas dari rasa sepi."

Angel tersenyum tipis ketika mendengar pria itu nyaris mengeluh. Dia kemudian menyenggol bahu Elliot dan menyodorkan potongan Trail mix padanya. Namun, Elliot tidak menerima pemberiannya dan hanya memandangi makanan itu.

"Kamu enggak mau?"

"Mau kok," kata Elliot sembari menyambar kue kering yang disodorkan oleh Angel.

"Kamu lihat Trail mix ini tampak tidak beraturan. Sereal dan kacang tampak berkompetisi untuk menjadi yang paling menonjol."

Elliot tercenung memandangi Trail mix di tangannya. "Memang."

"Tapi, komponen kue ini tidak kesepian dalam keterbatasan."

"Iyakah?" Elliot mengangkat alis.

"Jelas. Mereka saling berhimpitan dan merekat. Meski ya, mungkin mereka tidak ingin. Tapi, setidaknya mereka memiliki satu tempat untuk bersandar. Aku hanya kasihan pada cokelat, dosa apa hingga dia terseret dalam balok makanan ini."

"Kamu bahkan kasihan pada makanan."

"Aku hanya mencoba menghiburmu, Sir."

"Aku tahu, maaf." Elliot kini terkekeh pelan. "Terima kasih, Angel."

Angel hanya mengangguk dan mengulum senyuman. Tidak ada jawaban yang terlontar dari mulutnya karena dia memang tidak tahu harus mengatakan apa.

"Ngomong-ngomong cokelat-cokelat ini memang terhimpit hingga tidak terlihat. Meski begitu, mereka ini berperan sebagai pilar penting agar sereal dan kacang saling melekat dan akhirnya bersatu." Elliot menunjuk bagian bawah Trail mix yang melekat satu sama lain.

Angel menatap Elliot. Pria itu kini tengah menggigit kepingan Trail mix itu. "Semacam tidak terlihat, tetapi ternyata berguna."

"Benar. Padahal saat dikunyah dan sampai di mulut manusia tidak akan bisa membedakan rasanya, pada akhirnya semua benda jadi sama saja. Sama seperti manusia, baik aku, kamu, Hose atau anak-anak di sini semuanya sama. Kesepian tetapi berusaha untuk tetap bersama." Elliot berbicara di sela kunyahan.

"Iya juga sih."

"Ngomong-ngomong, apa aku boleh berbagi cerita?" tanya Elliot tiba-tiba.

"Soal?"

"Seorang pria tidak tahu diri," tukas Elliot cepat.

Angel melirik ke arah pria itu lalu mengangguk. "Silakan!"

"Dulu sekali ada hikayat tentang pemilik penginapan dan tukang cukur yang tinggal berdekatan. Pemilik salon cukur mungil itu bernama Charles, seorang pria baik hati dengan semangat tinggi. Pemilik penginapan sering sekali bercukur di sana. Charles dengan senang hati akan mencukur memakai pisau cukur yang telah berusia seratus lima puluh tahun."

"Menarik."

"Benar, menarik Katanya alat cukur itu akan membuatnya beruntung. Charles juga selalu bilang, jika keberuntungan lahir dari pisau itu maka dia akan senang hati memberikannya pada pria pemilik penginapan. Alasannya semata-mata karena mereka bersahabat."

Angel menelan ludah dan diam-diam menatap wajah pria itu. Elliot mungkin sedang menceritakan dirinya sekarang. Namun, dia memilih untuk berpura-pura tidak tahu dan terus mendengarkan. Tindakan ini mungkin adalah hal terbaik untuk dilakukan saat ini.

"Lalu?"

Elliot menarik napas berat. "Pemilik penginapan itu menghancurkan persahabatan mereka begitu saja."

"Kenapa bisa begitu?"

"Saat itu ada wacana perluasan penginapan untuk membuat wahana permainan anak-anak. Pemilik penginapan meminta Charles pindah ke ruko yang lebih baik dan memberikannya kompensasi."

"Tapi, Charles menolak?" potong Angel.

"Iya, benar. Pria itu menolak dan mengatakan kalau salon mungil itu warisan keluarganya. Pemilik penginapan yang tidak pernah mengerti arti warisan menganggap alasan Charles ini konyol. Dia tetap bersikeras untuk mengusir Charles dengan paksa." Elliot berhenti bercerita dan mengembuskan napas berat. "Sekarang aku tanya sama kamu, menurutmu siapa yang salah di sini, pria pemilik penginapan yang mengklaim miliknya atau Charles yang keras kepala untuk tetap tinggal dan mengakui yang bukan haknya sebagai warisan, Angel?"

"Bagaimana kalau ada alasan lain?"

"Mungkinkah ada alasan lain?" Elliot tampak melebarkan mata.

"Bisa saja Charles tidak ingin pindah karena alasan warisan itu memang benar."

"Bukankah lahan itu bukan miliknya?"

"Bukan warisan harta benda yang kita bicarakan di sini, tapi mungkin kenangan."

"Kenangan dengan pelanggan?"

"Mungkin, tapi kurasa Charles menganggap pemilik penginapan itu sahabat, bukankah mungkin saja kalau Charles hanya ingin dekat dengan sahabatnya, memberikan keberuntungan yang dia pernah janjikan?"

"Menurutmu begitu?"

"Aku tidak tahu jawaban pastinya, tetapi menurutku begitu."

"Hmmm." Elliot mengangguk beberapa kali. "Kalau begitu apa yang harus pemilik penginapan lakukan untuk Charles?" Kali ini Elliot menatap dengan mimik yang tidak terbaca.

"Minta maaf."

"Selain minta maaf apa yang bisa dilakukannya?"

Angel mengangkat bahu. "Kurasa tidak ada hal lain selain meminta maaf."

"Mungkin memang dia harus meminta maaf," sahut Elliot terdengar lesu.

"Iya, memohon pengampunan dan meminta maaf tanpa mencoba membela diri."

"Aku paham. Tapi, bagaimana kalau tidak sempat lagi?"

"Maka diusahakan hal lain sebagai pengganti permintaan maaf. Setidaknya dnegan begitu, pemilik penginapan sudah menunjukkan niat baik."

"Kudengar hal yang paling disesali pemilik penginapan itu adalah selama hidupnya dia telah membuang-buang banyak waktu," katanya dilanjutkan dengan helaan napas kasar.

"Kupikir pemilik penginapan itu mungkin masih muda makanya bisa mengambil keputusan yang tergesa-gesa tanpa berpikir panjang. Masih banyak waktu untuk memperbaiki semuanya termasuk meminta maaf." Angel menatap pria yang kini masih sibuk memandangi Hose.

"Aku juga berharap dia memiliki banyak waktu seperti yang kau katakan, waktu untuk memperbaiki semuanya."

Angel terdiam. Menelan ludah, terlalu bingung untuk merespon. Apa yang sebenarnya terjadi antara Elliot dan pria bernama Charles itu? Dia sebenarnya sangat penasaran, hanya saja, dia tidak enak untuk bertanya lebih lanjut.

Angel menyusupkan jemari menyusuri kepala gadis kecil di pangkuannya. Dia telah banyak bicara untuk menimpali Elliot. Dia juga menghabiskan amunisi kata-kata menenangkan dalam kalimat sebelumnya. Menenangkan orang lain bukan kebiasaan yang sering dilakukan olehnya.

"Aku malah berharap waktuku tidak akan banyak," kata Angel sembari mengembuskan napas berat.

"Kenapa?"

"Aku lelah menjalani hidup."

Elliot tertawa pelan lalu tawanya berubah semakin keras. Angel menoleh dan memelotot ke arah pria yang kini maha tertawa mendengarkan pengakuannya. Sungguh tak berperasaan. Ke mana perginya Elliot yang beberapa detik lalu tampak sedih bahkan nyaris menangis.

Pria itu tertawa terbahak hingga matanya tertutup. Mungkin Elliot berpikir kalau Angel sedang menghiburnya sekarang. Padahal Angel sangat serius dengan kata-katanya barusan.

"Maaf, aku terbawa perasaan." Meski begitu, suara Elliot masih bercampur tawa. Menyebalkan.

"Tidak masalah." Angel berusaha menjawab sedingin mungkin sementara matanya masih menunduk memandangi jemarinya.

"Aku hanya kaget karena kata-kata kuno itu akan keluar dari gadis muda sepertimu."

"Harapan untuk hidup tidak ditentukan oleh usia, bukan?"

"Memangnya apa yang membuatku kehilangan harapan untuk hidup?" tanya Elliot sambil menatap Angel lekat-lekat.

Angel menarik napas berat. "Bagaimana kalau harapan itu sebenarnya tidak pernah ada?"

"Tidak pernah ada, kamu pikir begitu?"

"Iya. Harapan itu hanya kata-kata rekaan manusia. Kita sendiri yang mengartikan harapan itu hal baik yang akan di masa depan. Pada waktu yang tepat dan paling indah. Tapi, benarkah harapan memang berarti seperti itu? Bagaimana kalau ada arti lain di baliknya?"

"Harapan bisa saja buruk, begitu maksudmu?"

Angel menoleh ke arah Elliot menatap lelaki itu. Dia mengangguk untuk membenarkan kata-kata pria itu. "Ya."

"Apakah kamu berharap sesuatu yang buruk terjadi padamu?"

"Mungkin."

"Kenapa?"

"Entahlah?"

"Kamu pernah berpikir untuk mengakhiri hidup?" Suara Elliot terdengar tajam.

"Setiap saat."

"Kamu kejam!"

"Ini hidupku, aku bisa mengakhirinya semauku," tukas Angel tidak mau kalah.

Elliot memandangi Angel tanpa berkedip. Sudut bibirnya terlihat berkedut pelan. "Tuhan tidak memberikanmu hidup hanya untuk kamu akhiri seenaknya. Hidupmu itu bukan sepenuhnya milikmu!"

Ada ketegasan dan sakit hati serta kecewa dari suara pria itu. Namun, Angel tidak ingin berhenti begitu saja.

"Kalau bukan milikku lalu milik siapa? Kenapa aku tidak boleh melakukan hal yang kuinginkan?"

"Mengakhiri hidup itu termasuk hal yang kamu inginkan?" tanya Elliot dengan suara serius.

"Yep. Salah satunya."

Elliot mengembuskan napas dan memandangi Angel lekat-lekat. "Kamu pernah dengar kalau semua hal di dunia ini hanya titipan, Termasuk nyawa itu juga sama. Artinya kamu juga cuma meminjam dan tidak bisa seenaknya."

"Salahkah aku kalau aku ingin mengembalikan apa yang kupinjam?

"Well, enggak sih. Itu terserah padamu, Angel." Elliot mendesah. "Hanya saja mengakhiri hidup bisa saja memupus harapan atau kesempatan bagi orang lain. Seperti tindakan yang dilakukan Charles pada pemilik penginapan itu. Mengakhiri hidup sekaligus memupus kesempatan bagi pemilik penginapan untuk mendapatkan ampunan.."

Angel melirik ke arah Elliot. Dia masih terdiam, menelan ludah besar-besar yang memasuki tenggorokan. Jadi Charles sudah meninggal, itulah sebabnya Elliot tidak bisa meminta maaf. Benarkah kematian hanya akan membuat orang lain tidak bisa meminta maaf? Memangnya ada orang yang akan menyesali kematiannya seperti Elliot yang merindukan Charles? Rasanya tidak ada. Setidaknya Charles masih membawa hutang pengampunan untuk Pemilik penginapan, sedangkan dia sendiri tidak pernah diharapkan untuk hadir ke dunia.

Angel menarik napas lalu memilin jemari. Tidak ada satu pun kalimat yang keluar dari bibirnya. Kalimat Elliot barusan menohoknya begitu dalam. Ya, semua terserah padanya. Jika dia ingin mengakhiri hidupnya maka semua itu ada di tangannya. Namun, apa iya semua ini boleh dilakukan?

Dia melirik pria yang kini menatapnya tajam. Mata biru kelam, bisakah dia bergantung pada mata dingin yang menyorot begitu dalam hingga menembus hatinya? Bisakah? Bisakah mereka saling bergantung layaknya Trail mix? Angel menelan ludah, dia ingin mengucapkan kata-kata itu. Tapi, apakah Elliot akan mengerti keraguannya? Mengerti masalahnya dan mau untuk mencoba memahaminya?

Continue Reading

You'll Also Like

5.5M 43.8K 200
Season 1. "Aku menyukaimu, Vero, maukah tidur denganku?" Tanya Julia, wanita pekerja sukses yang hanya menjadikan laki-laki sebagai mainan seksnya...
3.2M 236K 83
"Aku pacarmu, tapi aku bukan prioritas mu." -Anastasya "Cinta dan sahabat adalah dua hal yang tidak bisa aku pilih." -Farel Arega #Rank 1 tersakiti (...
5.5M 564K 82
Bagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya...
6.5M 93.9K 9
[ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ] ❝ I am here. I am here for you. I am here to protect you. I'm here to love you. ❞ ° ° Rangga Elkavander Carlleond. Co...