Dumb-Dumb ✓

By Lignenoiree

327K 38.3K 8K

Bermula dari kebencian berubah saling menyayangi.. Awal dua geng yang sering kelahi dengan satu pihak yang me... More

Prolog + Intro
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11 / Wenga Part
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28 / Wenga & Jungri Part
Chapter 29 / Vrene Part
Chapter 30
Chapter 31 / JinRose Part
Chapter 32 / Seulmin Part
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50 (Last Chapter)
Epilog

Chapter 3

10K 1.1K 80
By Lignenoiree

°°

06.35 AM

Irene, ketua geng dari blackvelvet, terlihat sedang duduk santai di balkon kamarnya dengan sebuah majalah fashion kesukaannya. Fyi, ini adalah kebiasaan Irene ketika weekend atau mempunyai waktu yang senggang. Tidak lupa dengan kopi panasnya yang berada di meja kecil samping kursi yang ia duduki.

Ketenangan gadis itu tidak berlangsung lama karena…

Sebuah batu kecil terlempar begitu saja mengenai majalahnya.

Irene menghela napas kasar, ia tidak perlu mencari tau siapa membuat ulah, karena tetangganya itu memang selalu menganggu dirinya bahkan hidupnya.

“IRENE!”

Irene mengabaikan panggilan yang ditujukan padanya, tentu saja siapa lagi disini yang bernama Irene.

“RENE! GUE SUKA LO!” Teriak seseorang diseberang sana.

Seolah tuli, Irene tetap mengabaikan seseorang itu.

“LO MAU GAK JADI PACAR GUE?”

Irene tidak tahan lagi untuk tidak mengaruk kupingnya. Ini gila dan sangat menganggu. Gadis itu bangkit, menatap tajam cowok yang ada di seberang balkonnya. Menutup keras majalah ditangannya lalu berbalik untuk masuk ke kamarnya, yang tentu saja menjauh dari cowok aneh yang juga berada di balkon. Sedikit informasi, kamar Irene dan kamar cowok itu berseberangan.

“OY IRENE! JANGAN PERGI! JAWAB DULU CINTA!”

Lelaki yang berteriak hingga urat lehernya terlihat itu mendesah hebat. “Yah… seorang Kim Taehyung ditolak lagi…”

“Padahal batu yang Jin kasih minyak pelet, udah kena. Majalah sih…” Taehyung masuk dengan perasaan kecewanya.

Lelaki yang berkaki kecil layaknya girlband terkenal cherrybell dari Malaysia itu kini menatap rumah keluarga Son dengan perasaan gugup. Sebenarnya apa yang ia gugupkan, tidak ada. Hanya saja ia dag dig dug ser karena akan bertemu dengan mertuanya, masih calon. Yoongi mengetuk rumah mewah keluarga Son, sebenarnya ada bel hanya saja ia tidak sampai karena tingginya tidak semampai.

Ah ngomong-ngomong, mengapa ia berada di rumah keluarga Son sepagi ini?

Itu karena permintaan langsung dari ibu mertua. Salah, calon ibu mertua untuk selalu berkunjung kerumah keluarga Son setiap weekend.

Untuk apa? Tentu saja untuk bertemu dengan tunangannya. Wendy Min aka Wendy Son

Tidak butuh menunggu lama, pintu terbuka dengan senyuman calon ibu mertua yang amat sangat mirip dengan Wendy.

“Astaga… Yoongi. Pagi sekali…”

Yoongi tersenyum kikuk, alasan dirinya sangat cepat datang karena ingin cepat bertemu Wendy namun itu bukan alasan pertama. Alasan pertamanya adalah malas terjebak macet.

“Kau pasti sudah sangat rindu untuk bertemu dengannya, kan?”

Lagi-lagi Yoongi tersenyum kikuk, sebenarnya ia setiap hari bertemu Wendy disekolah, dari mana sisi rindu yang Ny. Son itu ucapkan.

“Wendy-nya mana?”

“Ada, masih tidur. Masuk saja…” Ny. Son mempersilahkan Yoongi untuk masuk.

Yoongi masuk dengan pelan mengikuti setiap kotak keramik.

“Sekalian… ajak anak itu turun untuk sarapan. Oke tampan.” Ny. Son berlalu meninggalkan Yoongi yang masih terperangah setelah di goda oleh calon ibu mertuanya sendiri.

Tidak mau berlarut lama-lama. Lelaki itu melangkah menuju kamar Wendy, yang sama sekali tidak sulit ia cari. Itu karena ia telah terbiasa kemari.

Ketika ia telah sampai di depan pintu kamar tunangannya, langsung saja ia memutar kenop pintu kamar tersebut.

Dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah kamar Wendy yang bagai kapal pecah.

“Undur  diri dari pertunangan bisa gak sih?”

“Jim, lagi nonton apa?” tanya Jungkook pada Jimin yang tidak berkedip di depan televisi. Padahal jarak televisi dari wajah Jimin sangat dekat seperti jarak hidung dan mulut.

Awalnya Jimin terlihat acuh pada pertanyaan Jungkook namun seketika ia mengingat sesuatu. “Lo masih disini?” tanya Jimin heran.

Jungkook sontak mengerutkan dahinya. “Lo ngusir?”

“IYA, LO UDAH SEMINGGU DISINI. MAKE LISTRIK, MAKE AIR, MAKE KOMPOR. LO KIRA RUMAH GUE KOS-KOSAN MELATI!” mata sipit Jimin seketika melebar ketika unek-unek dihatinya keluar.

“Kan impas, lu pinjam motor gue tiap hari,” balas Jungkook.

“Iya, tapi sama lo dibelakang. Sama aja gue kek ojek lo.”

Jungkook langsung menggaruk kepalanya ketika kalah debat. “Gue malas pulang, gue gak suka sendirian di apartement. Mending gue disini kan, nemeni lo yang juga selalu sendiri.”

Jimin menatap sinis Jungkook lalu beralih kembali pada televise kaca cembung miliknya.

“Setidaknya… jangan make baju gue kalo ujung-ujungnya gue juga yang cuci.”

Jika jungkook bisa membayangkan, kepala Jimin sekarang seperti berapi-api dan mengeluarkan banyak asap seperti pembakaran lahan.

“Oke..oke.. yang ini terakhir,” ucapan Jungkook bermaksud pada baju yang ia pakai, “ntar gue pulang ambil baju habis ketemu Yeri.” Jungkook berpasrah ria.

“Serah lu ler.”

Jungkook terdiam sejenak di sofa, menatap Jimin dan televisi secara bergantian. Ia kemudian tersenyum geli ketika menyadari, apa yang sebenarnya membuat temannya itu terlalu fokus pada televisi.

“Seulgi lagi, seulgi lagi, pantes mata gak kedip-kedip dari tadi,” celetuk jungkook, yang semakin tersenyum geli melihat temannya yang terlalu mengagumi model Seulgi yang sekarang menjadi bintang tamu di sebuah acara.

“Berisik bangsat, ingat janji lo yang gak ngomong sama yang lain,” ancam Jimin.

“Rencana nya gue mau ngasih tau Yeri ntar.”

“SIALAN KAU UDIN! BERANI NGOMONG, TITID GEDE LO GUE SUMBANGIN KE WARUNG RAMEN!” Jimin melemparkan bantal sofanya pada Jungkook yang telah berlari keluar rumah seraya tertawa nyaring mengalahkan  alarm emak di pagi hari.

“KAK JI!” panggilan special Joy untuk Hoseok.

“YA…”

“AYO SARAPAN!”

Hoseok datang dengan wajah yang masih berantakan. Ia menarik kursi dengan pelan seraya menatap sarapan yang terhidang di depannya.

“Kamu masak?” tanya Hoseok tidak percaya, “tumben, kirain mesen lagi.”

Joy yang sudah duduk seberang Hoseok terlihat menghela napas kasar. “Ini bentuk terimakasih aku karena kak Ji udah baik banget sama aku. Tanpa kak Ji, aku gak tau hidupku bakal gimana. Aku janji kalo udah bisa cari uang, aku bakal pindah biar gak ngebebanin kakak lagi.”

Hoseok terdiam sejenak sebelum ia menyuap makanannya kembali. “Aku gak minta balasan apa-apa dari kamu apalagi kalo kamu bisa baik ke geng aku, aku pasti bisa jamin hidupmu 100%”

Kini malah Joy yang terdiam, ia menarik napas dalam sebelum menjawab lelaki yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri.

“Kalau kak Ji mau liat aku mati muda, ayo. Kan kak Ji tau geng kita musuhan.”

“Bukan musuhan sih sebenarnya, geng kamu aja yang terlalu benci sama kami. Ah, terus…  gimana sama kita? Mau sampai sembunyi-sembunyi gini?”

Mata Joy seketika berkaca-kaca dan meraih tangan Hoseok dengan pelan. “Pliss kak, tolong bantu aku. Mungkin kalau ketahuan geng kak Ji gak akan ada masalah sama sekali tapi kalau ketahuan geng aku, aku gak jamin hidup aku tenang. Disisi lain aku sayang banget sama mereka, cuma mereka yang bisa bikin aku semangat. Mungkin mereka engga tapi aku udah anggap mereka kaya saudara. Jadi aku mohon kak bantu aku sembunyiin hubungan kita.”

Hoseok menatap Joy dengan iba. Bayangkan saja, Joy tidak tau dimana keluarganya, tidak tau asal usulnya hingga ia tidak tau siapa keluarganya. Ia hanya gadis sebatang kara yang ia rawat dengan baik.

Walaupun usia mereka tidak jauh berbeda, namun ia merasa lebih dewasa jika harus berhadapan dengan Joy. Apalagi orang tuanya juga telah tiada, siapa lagi yang harus merawat Joy jika bukan dirinya.

“Yang terbaik buat kamu aku bakal ngelakuinnya.”

PRANGG!

“BISAKAH KAU TIDAK MENGUNGKIT HAL ITU LAGI?” teriak Ny. Park dipagi hari.

“BAGAIMANA AKU TIDAK MENGUNGKITNYA, KAU SELALU MENGULANGI KESALAHAN YANG SAMA!” teriakan Tn. Park juga tidak kalah nyaringnya.

PRANGG!

Suara pecahan piring kembali terdengar membuat Rose yang tidur merasa terganggu. Ia menutupi kepalanya dengan bantal bermaksud agar tidak mendengar pertengkaran gila yang sedang terjadi namun hal yang ia lakukan itu tidak membuahkan hasil.

PRANGG!

Entah sudah piring yang ke berapa, yang jelas Rose benar-benar muak dengan orang tuanya. Ia bangun, mencuci wajahnya dengan asal lalu meraih jaket yang tergantung dibelakang pintu.

Ia melewati orang tuanya yang sedang bertengkar dengan santai namun dengan mimik wajah yang kesal. “Kalo kelahi ingat waktu, dikira tetangga gak terganggu,” ucap Rose seraya memakai jaketnya dan berniat untuk pergi dari rumah.

Setelah keluar dari rumah, gadis itu berjalan kaki tanpa tujuan yang jelas, yang terpenting kupingnya terbebas dari pertengkaran orang tuanya yang tidak jelas tersebut. Keluarganya hancur? Ya, memang. Apalagi ia yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang.

Setelah 30 menit ia berjalan, akhirnya gadis itu tanpa sadar berjalan disebuah taman yang cukup ramai dengan orang-orang yang berolahraga. Ia mendudukkan dirinya ketika melihat kursi ditaman tersebut.

Rose mengandahkan kepalanya menatap langit cerah lalu memejamkan matanya.

“Kakak!” panggil seorang gadis kecil pada Rose, gadis kecil itu juga menarik-narik jaket Rose agar menjawab panggilannya.

Rose yang merasa terganggu segera membuka matanya dan menata gadis kecil yang telah duduk disampingnya.

“Apa?” cuek Rose.

“Kak, bisa bantu aku. Temanku yang disana luka karena jatuh.” Gadis kecil itu menunjuk temannya yang sedang menangis kencang karena terluka.

“Gak, gue bukan orang ba—“ seketika Rose menghentikan ucapannya. Dirinya menghela napas saat gadis kecil yang meminta tolong itu ingin menangis. Ia bangun dan berdiri dengan malas. “Ayo cepat!”

“Ada sedikit masalah di restoran kita Tuan.”

“Benarkah? Apa harus aku yang turun tangan?” tanya Jin yang asyik memandangi jalanan yang duduk dengan nyaman di mobil mahalnya. Beginilah hidupnya, saat weekend yang lain bisa santai sedangkan ia harus mengurus bisnisnya.

“Tidak tuan, saya bisa menanganinya.”

Jin menompang dagunya bosan. “Ya..ya.. aku percaya padamu.”

Sejenak keadaan dalam mobil tersebut hening hanya ada suara mesin mobil yang terus melaju pada tujuannya. Jin terus menatap jalanan yang mulai terlihat ramai dengan bosan namun sesuatu yang ia lihat membuatnya merasa tertarik. Ia melihat seorang gadis berjaket hitam sedang menolong seorang gadis kecil. Pandangannya terus merasa tertarik pada gadis itu hingga ia begitu terkejut ketika dapat melihat sekilas wajah gadis yang menarik perhatiannya.

“Rose…” tanpa sadar nama itu terucap di bibirnya.

“Ada apa tuan?”

Jin langsung gugup dan memalingkan wajahnya. “Tidak, bunga mawar tumbuh sangat subur ditaman itu.”

Jin menghela napas pelan, tidak percaya pada apa yang ia lihat.

“Masa sih Rose?  Nunggu dunia kembali ke jaman batu juga gue gak percaya Rose bantu orang. Cewek sadis macam dia tuh gak mungkin punya hati nurani kaya type ideal gue.” Hati Jin sekarang sedang berbisik-bisik menyangkal apa yang ia lihat. Pasti bukan dia.”

“Joon, kasih gue nomornya lah.”

“Gak tau, sumpah,” tolak Namjoon.

“Lo bohongkan? Gue pernah liat nomornya di hp lo.”

“Itu bukan Lisa Manoba tapi Lisa Sasumba.” Mulut dower Namjoon berucap.

“Heh, kalo ngeles pinter dikit napa. Udah, mana sini nomornya.” Desak Bambam yang tidak lain adalah sepupu Namjoon.

Namjoon sekarang sedikit kesal, “kalo lo suka, kenapa gak minta sendiri!”

“Kita kan jarang ketemu, apalagi beda sekolah..”

“Terus?” ketus Namjoon.

“Kenapa lo ketus gitu. Lo juga suka sama dia?”

Namjoon dibuat terdiam oleh pertanyaan sepupunya tersebut.

“Oh jadi—“

“Bukan urusan lo bangsat.”

Yeri keluar kamarnya dengan pakaian rapi, ketika ia berbalik setelah menutup pintu, ia dikejutkan dengan berdirinya Suho, kakak kandungnya.

“Mau kemana?” tanya Suho.

“Cuma jogging ke taman,” jawab Yeri sedikit takut.

“Sama siapa?”

“MOM, KAK SUHO KENAPA SIH!” teriak Yeri seraya menjauhi Suho yang masih menatapnya tanpa ekspresi. Yeri berbalik menatap kakaknya yang sungguh seperti hantu tersebut.

Yeri bergumam tidak jelas dengan langkahnya yang pelan menuruni tangga. Ketika suara bel terdengar, langkahnya menjadi cepat dengan perasaan yang bahagia.

“MOM, AKU PERGI!”

____________________________________

Yeri tersenyum, tampak tidak percaya pada lelaki yang sekarang menggengam tangannya. Walaupun mereka setiap hari bertemu, mereka tidak bisa sebebas ini untuk bersama.

“Kook… udah berapa lama ya… kita gak jalan kek gini?” tanya Yeri pada Jungkook yang sama sekali bukan kekasihnya.

Jungkook terlihat berpikir, mengingat terakhir kali mereka jalan bersama. “Mungkin udah tiga bulan.”

“Kita emang ribet ya…” Yeri menghela napas, raut wajahnya pun berubah menjadi sedih ketika mengingat hubungan tanpa status mereka, “mau gimana lagi, gue takut ketahuan geng gue. Lo tau sendiri kan, gimana bencinya mereka sama geng lo.”

Jungkook tersenyum seraya mengelus-elus rambut Yeri dengan sayang. “Gak papa, kek gini aja gue udah sayang sama lo. Gimana nanti kalo lo beneran jadi pacar gue.”

Yeri tidak bisa menyembunyikan rona di pipinya, gadis itu tersenyum lebar menatap wajah Jungkook yang juga menatap dirinya. Dirinya tidak tau kapan saat itu akan tiba.

“YERI!”

Yeri sontak terkejut ketika seseorang meneriaki dirinya. Genggaman tangan mereka juga terlepas saat mengetahui, seseorang yang mempergoki mereka.

“Rose…”

Continue Reading

You'll Also Like

468K 4.9K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
143K 7.5K 30
Kisah cinta dua girlgrup korea yang sedang naik daun yaitu Blackpink dan Redvelvet dibalik layar. 18+
9.5K 1K 17
Bagaimana jika para gadis ini adalah pembalap jalanan?
7.6K 259 34
menceritakan tentang ,kehidupan sehari hari keluarga Kim🥰