Magic Potion [END]

alana_l0v3

33.1K 3.8K 1K

Bagaimana jika salah satu atau beberapa dari ketujuh kembaran ini berubah? Saksikan saja sendiri!! ••• "Eh... Еще

ᏢᎡϴᏞϴᏀ
ᏟᎻᎪΝᏀᎬᎠ
ᏟᎪΝ'Ͳ ᏴᎬᏞᏆᎬᏙᎬ ᏆͲ
ᏴᎬᏟϴᎷᎬ Ꭺ ᏀᏆᎡᏞ
ՏᎷᎪᏞᏞ ᎬᎡᎡϴᎡ
ᎻᎪᏞᏆᏞᏆΝͲᎪᎡ
ᎷᎪՏᎪᏞᎪᎻ ᏦᎬᏟᏆᏞ
ᏆͲ'Տ ՏͲᏆᏞᏞ ͲᎻᎬ ᏴᎬᏀᏆΝΝᏆΝᏀ
ՏᏆ ᏢᎡᏆᎪ ͲႮᎪ
Ꭺ ՏᎬᏟᎡᎬͲ
ᏞᎬͲ'Տ ՏͲᎪᎡͲ
Ꭺ ᏢᎪᎡͲ
ᎷᏆՏᏆ ᏦᎬᏟᏆᏞ
ᎷᏆՏᏆ ᏦᎬᏟᏆᏞ(2)
ՏᏆᏟᏦ?
ᏀᎬᎷᏢᎪ
ᏟᎬᏞᎪᏦᎪ
ᏞϴՏͲ
ᏆᏟᎬ
ᎡႮᎷᎪᎻ ᎡᎪᎽᎻᎪΝ
ᎡႮᎷᎪᎻ ᎡᎪᎽᎻᎪΝ(2)
Ꭺ ҒႮΝ ᎠᎪᎽ
ՏϴᏞᎪᎡ
ҒႮΝ ᏀᎪᎷᎬՏ
ͲᎻᎬ ᏔϴᏞҒ ᎻᎪՏ ᏟϴᎷᎬ
ͲᎪႮҒᎪΝ
ᏔᎪΝͲ Ͳϴ Ꮐϴ?
Ꭺ ᏢᎪᎡͲ
ᏢᎬᎡႮᏴᎪᎻᎪΝ
ᏴᏞᎪᏃᎬ
ᏴᎪᏆᏦᎪΝ
ϴᏞᎠ ҒᎬᎪᎡՏ
ᎷᎬᎷϴᎡᏆᎬՏ ϴҒ ͲᎻᎬ ᏢᎪՏͲ
ᎷᎬᎷϴᎡᏆᎬՏ ϴҒ ͲᎻᎬ ᏢᎪՏͲ(2)
ᎷᎬᎷϴᎡᏆᎬՏ ϴҒ ͲᎻᎬ ᏢᎪՏͲ(3)
ᎷᎬᎷϴᎡᏆᎬՏ ϴҒ ͲᎻᎬ ᏢᎪՏͲ(4)
ᎷᎬᎷϴᎡᏆᎬՏ ϴҒ ͲᎻᎬ ᏢᎪՏͲ(5)
ᎡᎬϴᏟᏟႮᎡ
ΝᎬᏔ ᏢᎡϴᏴᏞᎬᎷ
ᏦᎬͲᎪᎻႮᎪΝ
ͲᎻϴᎡΝ
ᏀϴΝᎬ
Ꭺ ՏᎬᏟᎡᎬͲ
ՏᎬᏞᎬՏᎪᏆ
ᎬᏢᏆᏞϴᏀ
ᏴϴΝႮՏ ᏟᎻᎪᏢͲᎬᎡ

ᏟϴᎷҒϴᎡͲᎪᏴᏞᎬ ᎻϴᎷᎬ

594 83 10
alana_l0v3

Just enjoy it! Happy Reading⚪

•••

















































































































































Magic Potion : Comfortable Home

===

Perlahan mata Blaze terbuka. Pandangan nya rabun beberapa saat membuatnya harus berkedip beberapa kali. Kepalanya seketika langsung berdengung beberapa menit, membuatnya meremas pelan kepalanya. Mencoba menghilangkan dengungan itu. Saat dikira nyawanya sedikit terkumpul, Blaze melihat sekitar. Ruangan sederhana yang nyaman. Mau apapun itu, yang pasti dia sedang tidak berada di rumah.

Blaze dengan spontan bangun dari baringnya. Kepalanya langsung pusing saat duduk.

"Kamu udah bangun, nak?"

Blaze menoleh kearah kanan, dimana ada seorang pria tua yang menghampirinya dengan nampan yang dia bawa. Blaze bergerak mundur perlahan. "S–Siapa?!" dia masih tidak bisa melupakan apa yang terjadi sebelumnya.

Seingatnya, dia ada di sebuah gedung tua. Menangis dan saat itu juga hujan. Kepalanya pusing dan sakit, lalu pandangannya hitam seketika. Hanya itu.

"Oh iya, kakek belum kenalin diri ya. Kenalkan, kamu bisa memanggil saya kakek Lyon" dia tersenyum hangat, membuat hati Blaze meluruh.

Dia sedikit tenang, walau dalam lubuk hatinya dia masih tidak bisa percaya begitu saja.

"Aku menemukanmu pingsan di tepi jalan bersama seorang wanita. Jadinya aku membawamu ke rumahku, anak cantik"

Blaze menggerutkan keningnya kala mendengar panggilan itu. Sejenak dia lupa kalau tubuhnya kini sedang berubah.

Dan, pria tua itu tidak keliatan asing baginya.

Pandangan tidak percaya nan curiga itu menatap kearah Lyon yang menaruh nampan itu diatas nakas. Dia terkikik geli melihat wajahnya yang menurutnya lucu.

"Kamu baik baik saja? Tenang aja, kakek gak bakal ngapa ngapain kamu, nak" ucapnya dengan penuh kehangatan. "Kebetulan aku saat itu sedang berjalan jalan dengan anjingku, tapi gak kusangka malah bertemu dengan anak cantik seperti mu yang lingsan" dia mengusap kepala Blaze.

Dengan reflek Blaze memundurkan kepalanya karna kaget. Lyon yang paham hanya tersenyum. Dia mengambil mangkuk berisi sup hangat untuk Blaze. "Dimakan ya? Kamu belum sarapan, kan?"

Mas Blaze mengerjap kaget, dia menoleh untuk mencari jendela. Dimana keadaan diluar sudah terang yang artinya pagi hari telah tiba. Itu artinya semalaman dia tidak pulang dan ada disini. Blaze menjadi sedikit khawatir dengan saudara saudranya yang pasti saat ini tengah panik mencari cari dirinya.

"Kalo boleh tau, namamu siapa, nak?" tanya Lyon.

Blaze kembali menoleh kearah nya, menatap kearah mangkuk itu sebentar. Dan mengambilnya dengan ragu, dia lapar dan tidak mau menolak juga karna tidak enak hati.

Lyon tersenyum saat pemberiannya diterima.

"... Blaze.."

Mata Lyon terbuka sedikit lebih lebar dengan mulut yang membentuk huruf O. "Nama yang bagus.. Blaze yah?"

Blaze mengangguk pelan dan mulai memakan sup itu secara perlahan. Rasanya tidak yang seperti dia bayangkan, hambar. Biar begitu dia tetap menghabiskan nya.

"Hmm, sepertinya aku tidak asing dengan namamu. Apa Blaze kenal dengan Thorn? Atau Solar?"

Pertanyaan itu membuat Blaze tersentak kaget dan menoleh kearah Lyon dengan wajah takut.

"Haha, tidak perlu takut. Mereka berdua sering mampir ke perpustakaanku, jadi aku kenal dengan mereka" Lyon menarik kursi didekat sana dan duduk disebelah Blaze. "Mereka menceritakan cukup banyak tentang kakak kakaknya. Bahkan seringkali curhat dengan ku, hah... dasar anak anak" Lyon tertawa pelan.

Blaze diam menyimak, dia tidak tau harus menjawab apa. Mulutnya terasa tidak ingin bicara sekarang. Tidak seperti biasanya.

Ahh, pantas saja Blaze seperti pernah melihatnya. Ternyata dia adalah orang yang pernah mengantarkan Solar dan Thorn kerumah malam itu.

"Apa Blaze salah satu dari kakak mereka?" tanya Lyon lagi.

Blaze diam termenung sejenak, lalu mengangguk. "Ya.."

"Ah, begitu! Mereka cerita cukup banyak tentangmu, nak. Kamu juga agak mirip dengan kakak dan adikmu ya. Bahkan manis seperti Thorn" ucap Lyon dengan senyum yang tak pernah luntur.

"I–Iya?"

Blaze terlihat sedikit tidak nyaman dengan keadaan. Merasa canggung dan kaku.

Lyon mengangguk. "Rileks, nak. Kakek gak bakal nyakitin kamu, Blaze bisa percaya denganku, oke?" Lyon mencoba membuat Blaze bisa santai agar tidak terlalu tegang bersamanya.

"Omong omong, ini HP mu, kan?" Lyon mengeluarkan sebuah ponsel dari saku celananya dan memberikannya pada Blaze. Blaze menerimanya dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain masih memegang mangkuk dengan sup yang belum dia habis kan.

Dia membuka HP nya, namun ternyata kehabisan baterai. Blaze mendengus, sekarang dia sedang memikirkan bagaimana caranya bisa menghubungi saudaranya. Dia ingin pulang, berlama lama disini membuat perasaannya tidak tenang dan ingin menangis saking tidak tenangnya.

"HP mu kehabisan baterai?? Mau kakek cas kan?" tawar Lyon.

Blaze menatap ragu dan mengangguk kaku. "Boleh.."

Lyon tersenyum lalu mengambil HP Blaze dan mengambil pengecas di dekat makasih dan mencolokkannya di saklar yang ada didekat sana. Dan mengecas HP Blaze. Lalu kembali duduk dikursinya. Melihat mangkuk Blaze yang sudah kosong, Lyon pun mengambil. Mangkok itu dari tangan Blaze dan memberikan segelas air beserta satu pil untuknya.

Kening Blaze mengerinyit saat melihat pil itu ditujukan oleh nya.

"Kamu demam, nak. Gak kerasa ya?"

Ucapan itu membuat Blaze terdiam sesaat. Pantas saja dirinya terasa lemah dan mulutnya hambar.

Bukannya meminum obatnya, Blaze mengelengkan kepala. Menolak obat itu untuk di konsumsi. Lyon menghela nafas, "Nanti kondisimu bertambah buruk kalo gak minum obat, nak"

Blaze tetap tidak mau meminumnya dan menegakkan habis air di gelas itu dengan cepat.

Lyon hanya bisa pasrah dan tidak bisa memaksanya.

"Mau pulang.." gumam Blaze dengan nada sendu.

"Mau kakek antarkan?"

Blaze menoleh kearahnya dengan cepat dan mengangguk kuat.

Lyon tertawa kecil dan hendak mengelus kepala Blaze, tetapi dia ingat jika Blaze akan menghindarinya. Jadi dia urungkan niat itu. Namun tanpa disangka, Blaze justru mendekatkan kepalanya ke tangan Lyon yang sudah terulur itu. Membiarkan pria tua itu mengelus lembut kepalanya.

"Sekarang?" tanya Blaze dengan nada yang masih lemah.

"Mau sekarang? Tapi kondisimu belum terlalu pulih"

Blaze menggelengkan kepalanya, pertanda jika dia baik baik saja. Lyon lagi lagi menghela nafas dan mengangguk. "Baiklah.. kita pulang ke rumahmu sekarang"

Beberapa menit berselang, Lyon mengeluarkan mobilnya dari garasi di rumahnya. Lalu masuk kembali untuk membantu Blaze keluar.

Blaze sendiri mencoba bangun perlahan dari kasur itu. Aroma green woody menyeruak di kamar itu. Rumah berbahan dasar kayu yang nyaman di tinggali. Berbagai panjangan hiasan dinding tertampang dengan elegan dan terlihat mewah walau tidak banyak disana. Blaze melangkahkan kakinya keluar dari kamar perlahan, sebelumnya dia mengambil HP nya yang baru saja terisi seperempat dari sempurna.

Saat keluar, Blaze langsung diarahkan ke ruang tengah. Sofa kayu jati dengan ukuran indah tertaruh dengan rapi dan TV layar lebar yang terpasang di depannya. Meja kayu jati berada di tengah tengah dengan sebuah vas berisi bunga mawar merah ada disana dengan segar. Keadaannya disana juga sunyi dan sepi. Membuat Blaze terpikir jika hanya Lyon yang tinggal disini sendirian.

"Blaze, mau pergi sekarang?" tanya Lyon menghampirinya.

Blaze mengangguk saja, sejujurnya dia ingin menjelajahi rumah kecil yang nyaman untuk di tinggali ini. Tetapi dia tidak bisa karna nanti akan di anggap tidak sopan.

Saat ingin berjalan keluar, mengikuti Lyon, mata Blaze tak sengaja menangkap sesuatu yang terpajang di dinding. Hal itu membuatnya berhenti dengan perasaan sedikit kaget.

Ada sebuah senapan terpasang di bawah bingkai foto. Foto itu berisi Lyon yang terlihat masih muda dengan seekor anjing berjenis golden retriever disebelahnya. Memasang senyuman lebar dengan senapa yang dia pegang. Dengan anjing yang menggigit seekor rusak disana.

Pemburu?, Blaze berbatin.

"Itu kakek pas masih muda" seru Lyon tersenyum dan mendekat kearah foto tersebut. Blaze hanya diam di tempat, menyimak ceritanya. "Ini anjing kakek, namanya Hery" dia menyentuh lembut foto dirinya bersama anjing kesayangannya. "Dulu aku seorang pemburu, kami sering pergi ke hutan untuk sekedar menangkap hewan disana. Tetapi.. semenjak kejadian itu, kakek tidak pernah lagi memegang senapan"

Blaze menaikkan sebelah alisnya. Kejadian apa yang dimaksud olehnya?

"Blaze percaya dengan yang namanya manusia serigala?"

Blaze tertegun sejenak dan menggeleng kaku. Entah mengapa perasaanya kurang nyaman dengan pembicaraan ini.

Baginya, makhluk mitos seperti itu tidak pernah ada. Hanya manusia aneh yang berpikir dan percaya jika mereka ada.

"Benar kah? Tapi kedua adik bungsumu percaya lho" Lyon tertawa kecil lalu berjalan kearahnya.

Blaze masih tidak tak menjawab.

"Intinya, percaya gak percaya... kalo ketemu sama mereka, lari ya?"

Ucapan itu tak membuat Blaze berkutik. Dia sedang memikirkan maksud dari perkataan pria tua itu. Mana mungkin ada makhluk seperti itu, bukan? Lagipula itu juga adalah cerita dari benua Eropa. Yang artinya tidak ada di Asia. Bagaimana mungkin mereka terbang kemari? Blaze dibuat bingung olehnya.

"Ayo, nak. Kakek akan membawamu pulang ke rumahmu" Lyon berjalan keluar dari rumahnya. Dan Blaze mengikutinya dengan ragu ragu.

Sesampainya didepan rumahnya, Blaze dibuat takjub dengan keadaan disana. Halaman kecil yang ditumbuhi beberapa tanaman dan pohon. Aroma tanah dan rerumputan basah tercium kuat. Genangan air muncul di beberapa tempat. Suhu yang lumayan dingin bagi Blaze membuatnya memeluk dirinya sendiri. Serangga serangga kecil terbang di daerah tanaman berupa bunga bunga disana. Binatang kecil seperti kucing dan tupai liat juga muncul di sekitar pohon di depan halaman rumah. Burung burung liar juga kelak berkicau, menambah suasana disana.

Sangat nyaman dan tenang.

Blaze baru sadar jika rumah pria tua itu terletak jauh dari keramaian. Lihat saja di depan rumahnya yang kosong, hanya ada hutan belantara disana. Dia menarik nafas panjang, menghirup udara segar pagi dan membuangnya perlahan. Lalu menoleh kesana kemari, dan benar saja. Gedung yang dia datangi kemarin tidak jauh dari rumahnya. Yang artinya pria itu tidaklah berbohong.

"Blaze, ayo" panggilan Lyon menyadarkan Blaze.

Dia buru buru mengenakan sepatunya dan berjalan perlahan untuk menghampirinya. Rasanya berat jika harus meninggalkan sumpah senyaman ini. Andai saja jika rumahnya ada disini, Blaze mungkin tidak akan mau keluar. Atau mungkin tidak tahan? Secara Blaze itu tidak terlalu suka dengan ketenangan yang baginya membosankan. Blaze lebih senang dengan keramaian yang harus membuatnya tertawa bahagia.

"GUK GUK!"

Mendengar gonggongan keras itu membuat Blaze terlompat kaget. Jantungnya serasa ingin lepas saat itu juga. Dia menoleh kebelakang dan melihat ada seekor anjing berukuran dewasa ada disana dengan tali mengikat yang ada di lehernya. Tali itu berhubungan langsung dengan sebuah paku yang sudah diikat kencang.

"GUK GUK" gonggongan itu membuat Blaze menjadi sedikit ngeri. Bisa saja tali itu lepas dan malah mengejar dirinya. Oleh karna itu, Blaze berjalan lebih cepat menghampiri Lyon yang menunggu di depan mobil berwarna biru tua itu.

"Hahaha, jangan takut. Hery tidak akan menggigitmu, Blaze" tawa Lyon.

Blaze kembali menoleh kearah anjing itu yang kini duduk anteng di teras rumah, menggoyang goyangkan ekornya disana dengan tatapan mengarah kearahnya. Lucu bagi Blaze, tapi dia juga takut jika akan digigit.

"Itu Hery?" tanya Blaze dengan nada pelan, dirinya masih tidak enak berbicara. Tenggorokan nya terasa sakit.

Lyon mengangguk. "Dia sudah tua.. Haha, sama seperti pemiliknya ini"

Walaupun senyuman masih tertampang di wajah Lyon yang sudah menua itu, Blaze tau jika ada tersirat perasaan sedih pada anjingnya. Blaze menatap kearahnya sejenak lalu kembali melihat kearah anjingnya. Bisa Blaze lihat jika anjing itu mungkin akan kesepian tanpa pemiliknya. Begitupun dengan majikannya itu. Dan satu hal yang Blaze tau lagi. Bahwa Lyon hanya tinggal disini bersama anjing kesayangannya. Dan itu membuat Blaze sedikit sedih karna dia harus menghabiskan masa tuanya disini bersama anjingnya. Bukan dengan keluarganya.

"Ayo, Blaze. Aku tidak mau dimarahi oleh Thorn dan Solar karna dikira menculikmu" Lyon tersenyum dan membukakan pintu bangku belakang mobilnya.

Blaze termangu sejenak dan mengangguk. Dia pun masuk kedalam dan Lyon menutup pintunya. Dia masuk ke kursi depan dan mulai menyalakan mesin mobil.

Sesaat Blaze merasa tidak mau meninggalkan daerah yang penuh kenyamanan batin ini. Dia menoleh kearah jendela. Suara mesin mobil beradu dengan suara gonggongan Hery. Menatap kearah rumah kecil itu, membuat Blaze merasa tidak rela jika harus pergi. Padahal dia baru disini beberapa jam saja. Blaze ingin menjelajahi rumah itu dan mungkin bermain dengan Hery sejenak. Tapi dia tidak mau membuat saudaranya khawatir.

Baru semalam dia mendapat hal yang menyakitkan, Blaze ingin berdiam diri di tempat tenang seperti ini sejenak. Tapi setidaknya dia sudah mendapatkan itu walau hanya sebentar. Pikirannya mulai jernih kembali.

Dia memegang lehernya, memeriksa apakah ada bekas dari kecupan gila itu kemarin. Blaze menyalakan kamera HP nya dan berkaca. Untungnya tidak ada apapun disana. Jika ada mungkin Blaze akan semakin takut untuk pulang.

Mobil itu pun melaju dari perkarangan rumah. Meninggalkan hutan belantara dengan cepat menuju ke perkotaan Rintis. Blaze terdiam, memikirkan bagaimana caranya dia bisa kesana. Jarak dari sekolah menuju tempat itu ternyata sangat jauh, Blaze baru menyadarinya. Dia tidak tau kemana arah tujuan nya berada saat itu. Yang dia pikirkan hanya ingin berteriak melepas semua rasa takut nya kemarin.

Berkat keberhasilan nya kemarin dengan terapi di rumah Lyon, Blaze mulai sedikit tenang walau sepertinya masih takut jika bersentuhan dengannya.

"Kamu boleh datang berkunjung ke rumahku, Blaze. Ajak saudara mu juga" Blaze melihat kearah Lyon uang mengemudi.

"... Boleh..?" tanya Blaze.

Lyon tersenyum dan mengangguk. "Kenapa tidak?"

Blaze bersyukur jika diizinkan berkunjung kembali. Mungkin dia akan kesana lain kali bersama yang lain. Tentu dengan izin mereka.

Sepanjang perjalanan, Blaze asyik melihat keluar jendela. Menatap orang orang yang lalu lalang di tepi jalan. Bekerja di kedai kedai, memasak, membuat, atau menjualkan barang dagangan mereka. Pengunjung juga kelak datang karna tertarik. Pejalan kaki yang ramah saling menyapa satu sama lain dengan senyuman walau dia tidak kenal dengan mereka. Suara suara binatang peliharaan berupa anjing dan kucing juga kelak terdengar. Kucing kucing liar berjalan di tepi trotoar sana, berhenti sejenak untuk menjilati bulu bulunya.

Mobil dan motor juga ikut lewat didepan mata Blaze. Genangan air di beberapa tempat membuat pengendara motor menjadi harus basah sedikit di daerah kaki. Karna jendela yang tertutup, dia tidak bisa menghidup udara yang bercampur dengan asap kendaraan disana. Berbagai papan rambu lalu lintas juga terletak sebagai penanda bagi para mengendara.

Lampu lalu lintas berubah menjadi warna hijau, bersamaan dengan mobil ini melaju. Blaze menatap teduh semua yang dia lihat. Kota asal dia dilahirkan munkin tidak akan bisa senyaman disini. Mengingat disana pasti hanya di penuhi debu, asap, dan berbagai polisi udara lainnya. Sementara di Pulau Rintis ini, terlihat sekali jika ini adalah kota sederhana namun terasa mewah. Gedung gedung tinggi juga kelak ada disana. Sama seperti kota kota lainnya.

Yang membedakan mungkin hanya di bagian banyaknya pepohonan di sekitar sana. Membuat suasana mungkin terasa lebih sejuk.

Kota indahnya ini terasa seperti kota di luar negri. Indah dan tidak tertandingi. Taman taman asri yang hijau juga didatangi oleh para pengunjung. Bagi yang sudah berkeluarga, maupun tidak.

Tanpa disadari, Blaze sudah melamun daritadi. Dan kini dia telah sampai di rumahnya. Lyon menghentikan mobilnya di depan rumah ketujuh kembar bersaudara itu. Lalu membuka pintu Blaze dan membantunya keluar. Blaze diam sejenak dengan depan halaman rumahnya. Menatap bagaimana sunyinya rumah ini jika mereka tidak tinggal disana. Dengan sedikit tegang, dia melangkah perlahan untuk membuka pintu rumah nya.

Namun saat hendak akan membuka pintu, pintu rumahnya sudah lebih dulu terbuka dengan percakapan yang keras hingga bisa Blaze dengar dengan jelas.

"Jangan lama lama, kak!!"

"Iya sabar, ege!"

"Hati hatilah kalian! Jangan terluka pas balik"

"Iyaaaaa!"

Pintu terbuka lebar, menampilkan ke-enam saudaranya berdiri disana terdiam kaget saat melihat ke depan pintu. Adapun dari mereka yang tengah memakai sepatu berhenti. Wajah kaget tersebar dimana mana membuat Blaze sedikit takut ingin masuk kedalam sana.

Beberapa detik berlalu, suara isakan terdengar dan dengan cepat menubruk tubuh Blaze yang belum pulih sepenuhnya. Untung saja Blaze tidak terjatuh.

"HUWAAAA, KAK BLAZE!!" tangis kencang itu sedikit membuat Blaze ingin menampilkan kepalanya.

"Blaze? Itu kau?" suara lembut itu menarik perhatian Blaze. Dia melihat dengan pandangan kaku dan tak nyaman, lalu mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Kakak kemana ajaa?!!! Kami nyariin kak Blaze semalaman!!!" dia, adik bungsu pertama Blaze menatap dengan mata berair.

Blaze terdiam tak menjawab. Entah kenapa lidah nya terasa kaku, suaranya tidak mau keluar.

"Blaze.. kau kemana aja?"

Kakak sulungnya menghampirinya dengan wajah khawatir. Jarang jarang Blaze melihat wajah itu.

Thorn melepaskan pelukannya dan mengangguk kuat, menyetujui pertanyaan kakak sulungnya.

Blaze tidak ingin menatap mata mereka.

"Tatap mataku jika aku bicara padamu, Blaze!"

Suara tegas itu membuat Blaze takut dan melirik kearahnya. Mata berkaca kaca dengan bibir gemetar yang dia gigit.

"Kau gak tau seberapa khawatirnya kami? Jangan lari gitu aja, bodoh" Hali menundukkan kepalanya dan memutuskan untuk membelakangi nya, dia tidak ingin menunjukan tangisnya lagi.

"Blaze!!" kakak keduanya menghampiri nya. Namun saat hendak menyentuh, Blaze tiba tiba mundur beberapa langkah. Tindakan itu seakan akan hendak menghindarinya.

Taufan menunjukan wajah bingungnya. "Kau kenapa?! Ini aku, Taufan!" Taufan sudah di ujung tanduk, dia marah saat saudaranya menghilang dan kini dia sedih saat Blaze hendak menghindarinya.

Blaze menggeleng kuat dan menguatkan hatinya untuk masuk kedalam rumah. Tidak ada satupun ucapan yang keluar dri mulutnya. Membuat saudaranya yang ada di depan rumahnya terdiam.

"Blaze..?" Gempa memanggilnya, namun tidak dihiraukan oleh Blaze yang kini sedang membuka sepatunya.

"Kak! Kau gak papa?" si bungsu bertanya dengan khawatir.

Blaze hanya mengangguk pelan tanpa menjawab pertanyaannya.

"Blaze..." Gempa menyentuh bahu kanannya, dengan cepat Blaze menepis kasar tangan Gempa. Membuatnya terkejut dengan tindakan adiknya, begitupun Blaze.

"Blaze!!" Ice menghampirinya dengan panggilan penuh rasa cemas. "Kau baik baik aja?! Maaf.." Ice menunduk penuh penyesalan.

Blaze tidak menghiraukan nya dan berjalan melewatinya begitu saja, pergi menuju kamarnya yang ada di lantai atas dan mengunci pintunya. Semua saudaranya diam membeku disana.

"Thorn?" Lyon yang sedaritadi menyaksikan kini memutuskan untuk menyapa.

"Kakek?" Thorn menoleh kaget.

"Jagain Blaze ya. Kemarin dia pingsan di tepi jalan. Kayaknya kondisinya lagi gak baik baik aja. Dan Blaze sedang demam saat ini" Lyon tersenyum hangat padanya.

Pantas saja Thorn merasa aneh dengan kondisi kakaknya. Dia juga merasakan suhu tubuh Blaze yang hangat saat dia memeluknya tadi.

"Yaudah, kalo gitu kakek pulang dulu ya. Sampai jumpa, Thorn" pamit Lyon dan di angguki oleh Thorn, "Makasih udah antar kak Blaze, kek!!" ucap Thorn membuat Lyon hanya tersenyum.

Lyon hendak pergi dari sana dan masuk kedalam mobilnya. Namun sepatah kata menghentikannya sejenak.

"A–Anu!!"

Lyon menoleh kesalah satu dari mereka yang berucap.

"Terima kasih karna sudah mengantarkan suadara saya dengan selamat" itu Gempa yang keluar dari depan pintu dan membungkuk 90° disana.

Suasana hening menyambar sejenak. Lyon tersenyum dan menjawab, "Sama sama, nak"




































































































































































===

Bersambung...

Hampir 3000 word😭😭!!!

Gak lagi deh😭.

Продолжить чтение

Вам также понравится

51.4K 3.7K 52
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...
After Graduation M

Фанфик

81.6K 7.8K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
1M 86.3K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
AMETHYST BOY AANS

Фанфик

488K 49K 38
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...