Only One [Completed]

By annbella-ya

72.3K 2.1K 52

Adrian; Cowo ganteng, populer, pinter, tapi sifatnya kelewat dingin. Anehnya dibalik sifatnya itu, dia jago m... More

Part 1 - New Student
Part 2 - His Popularity isn't a Joke
Part 3 - Coincidence?
Part 4 - You... What!?
Part 5 - What's Going On?
Part 6 - Closer
Part 7 - Similarity
Part 8 - The Accident
Part 9 - Somethin Kinda Crazy
Part 10 - Birthday Boy
Part 12 - And I need you most
Part 13 - Falling In Love With A Friend
Part 14 - Suddenly...
Part 15 - Biggest Fear
Part 16 - Misunderstanding
Part 17 - Problem Solved?
Part 18 - Act Like You Love Me
Part 19 - Stronger
Part 20 End - Only One
Epilogue: The Happiest Ending
Bonus Part : Bittersweet

Part 11 - Loser

2.8K 94 6
By annbella-ya

"Gue Reuben."

Cloudy tersenyum. "Nice to meet you, Reuben."

"Nice to meet you, too. By the way panggil gue Ben aja." Tukas laki-laki itu.

"Oh okay, Ben. Hehe..."

Kemudian mereka berdua jalan beriringan mengelilingi pantai.

Ben memiliki tubuh six pack namun tak berlebihan. Ia berjalan dengan sangat percaya diri tanpa menggunakan atasan alias topless. Jika dilihat dari samping hidungnya terlihat sangat lancip, hal itu juga ditunjang oleh wajah tampannya dan juga tinggi badan yang ideal. Ben sangat cocok berdiri disamping Cloudy yang juga bertubuh langsing. Mungkin oranglain mengira kalau mereka adalah pasangan yang serasi.

"Lo lagi liburan ya disini?" tanya Ben tiba-tiba.

"Hmm sebenernya gue kesini karena ada undangan ulang tahun temen."

Seketika Cloudy kembali teringat dengan Adrian beserta kejadian yang baru saja terjadi. Hatinya pun memanas lagi.

Ben terkekeh. "Undangan ulang tahun Adrian?"

Loh kok dia tau Adrian?

Cloudy menghentikan langkahnya. "Iya, kok lo...bisa tau?" tanyanya penasaran.

"Gue temennya Adrian dari kecil." Ben tertawa geli.

Ohhh pantesan.

Cloudy hanya ikut terkekeh. "Tadinya gue kira lo nggak bisa bahasa Indonesia, abis muka lo indo banget sih."

"Maklum bokap gue dari Inggris, tapi nyokap asli Indonesia kok." Ben tersenyum. Ia terlihat semakin tampan saat tersenyum, tak heran banyak wanita yang memperhatikannya sejak tadi.

"Ben!" terlihat dua orang laki-laki melambaikan tangan ke arah mereka berdua.

"Kita kesana yuk." Ajak Ben. Awalnya Cloudy ragu karena ia baru saja mengenal Ben, namun ia sedikit tak enak hati jika menolaknya, terlebih lagi Ben teman Adrian juga. Akhirnya, Cloudy mengikuti ajakan Ben. Lagipula Ben terlihat seperti anak baik-baik.

Mereka menghampiri kedua laki-laki itu. Ben terlihat sangat akrab dengan mereka. Sementara Cloudy hanya diam memperhatikan mereka.

"Oh ya kenalin ini Cloudy." Ucap Ben.

Cloudy sedikit gelagapan, kemudian Ia tersenyum dengan ramah.

Lalu salah satu teman Ben mengulurkan tangan. "Gue Kevin."

Laki-laki itu sepertinya juga berdarah campuran, sebab ia memiliki ketampanan yang sama seperti Ben. Namun Kevin memiliki mata bulat berbinar dan ia memiliki eye smile saat tersenyum yang mampu meluluhkan hati wanita dalam sekejap. Selain itu, Kevin juga sangat fashionable.

Cloudy menjabat uluran tangan Kevin. "Gue Cloudy." Ia balas tersenyum ramah.

Kemudian teman Ben yang satu lagi seakan tak mau kalah. Laki-laki yang juga tampan itu mengulurkan tangan "Gue Nicho."

Nicho memiliki kulit putih bersih yang membuat hati para gadis iri, lesung pipinya terlihat jelas dikedua pipinya saat tersenyum bahkan saat ia bicara.

Cloudy melakukan hal yang sama pada Nicho.

"Oh ya, Cloudy temennya Adrian juga." Tukas Ben.

Kevin dan Nicho terkejut mendengarnya.

"Adrian the ice prince?" tanya Nicho seperti tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

Ben hanya terkekeh, sedangkan Cloudy merasa bingung.

"Wow! Nggak nyangka Adrian bisa punya temen selain kita." Ucap Kevin, kemudian ketiganya tertawa bersama.

Cloudy semakin bingung mendengarnya.

"Mending kita lanjutin ngobrol disitu." Ajak Kevin sambil menunjuk sebuah tempat untuk mereka kembali melanjutkan pembicaraan.

Setelah sampai ke tempat yang dimaksud, mereka kembali melanjutkan obrolan.

"Jadi... gimana caranya lo bisa temenan sama Adrian?" tanya Nicho.

Kemudian Kevin melanjutkan. "Dari dulu Adrian tuh dingin banget sama oranglain, apalagi sama orang baru. Dan dalam sejarahnya, nggak ada orang yang nganggep Adrian 'temen', rata-rata mereka anggep Adrian sebatas 'orang yang mereka kenal', kalau pun ada paling cuma karena bisnis orangtua mereka."

Cloudy mengernyitkan dahinya, ia tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Adrian.

"Bisa gue tebak. Pasti temen deket Adrian di sekolah cuma lo?" timpal Kevin.

Cloudy berpikir sejenak. "Hmm.. bukan cuma gue kok. Ada lagi selain gue. Adrian itu super duper populer di sekolah, dia punya banyak fans, sampe ibu kantin juga nge-fans banget sama dia. Jadi, walaupun temen deketnya nggak banyak tapi dia masih membaur sama yang lain kok."

Kevin, Nicho dan Ben melongo tak percaya, sementara Cloudy hanya menggedikan bahunya.

"Dan kalo kalian tanya kenapa gue bisa deket sama Adrian, hmm.." mata Cloudy menerawang jauh, ia teringat saat pertama kali mengenal Adrian.

Cloudy terkekeh "Waktu itu pas gue pulang ke apartemen, gue ketemu Adrian. Gue kira Adrian stalker atau semacamnya, eh ternyata dia ke apartemen sebelah gue. Terus terdengar omongan ambigu gitu, dan karena tingkat penasaran gue tinggi, gue nguping gitu deh. Eh.. pas dia buka pintu, kepala gue kebentur. Abis itu dia ngobatin gue, dan sejak saat itu gue jadi sering ngobrol sama dia."

Mereka bertiga tertawa membayangkannya.

"Gitu awalnya gue bisa deket sama Adrian." Cloudy menutup ceritanya.

"Mungkin Adrian udah berubah." Gumam Ben.

"Tapi hubungan gue sama Adrian lagi nggak baik akhir-akhir ini." tukas Cloudy.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Ben.

Cloudy hanya menghela nafas.

"ODYYY~" terdengar suara Aubrey dari kejauhan.

Aduh, ngapain kesini lagi tuh anak alay.

Cloudy menutupi wajahnya, ia sedikit malu dengan tatapan orang-orang disekitarnya.

Aubrey sedikit berlari, kemudian menarik Cloudy menjauhi ketiga laki-laki itu.

"Coy coy coy coy! Lo dapet darimana cowo-cowo bening begitu? Bagi-bagi coy!" ucap Aubrey dengan heboh seperti biasa.

"Itu temen-temennya Adrian." Bisik Cloudy.

Aubrey semakin heboh. "Buset Adrian punya temen ganteng-ganteng begitu gak pernah bilang dah!"

Kini semua tatapan kembali beralih ke mereka berdua termasuk ketiga teman Adrian. Cloudy hanya bisa memberikan tatapan bersalahnya kepada pengunjung sekitar.

Kemudian Aubrey berjalan ke arah ketiga teman Adrian itu.

Aduh, bukan temen gue, asliiii.

"Ehm.. Hai! Gue Aubrey, temennya Adrian juga." Ucap Aubrey dengan sangat ramah.

Kemudian ketiga laki-laki itu memperkenalkan nama mereka masing-masing.

"Eh ngomong-ngomong lo temen Adrian dari mana? Kok gue gak pernah ketemu kalian sih?" sifat 'Sok Kenal Sok Dekat' Aubrey muncul kembali.

Cloudy kembali ke tempat duduknya tadi.

Nicho angkat bicara "Kita temenan dari kecil, awalnya kita sering ketemu karena bisnis orangtua kita, tapi lama kelamaan kita berempat jadi sahabatan. Sekarang kita jarang ketemu karena kesibukan masing-masing, apalagi sekarang Ben kuliah di luar negeri."

"Ohh.. kirain kalian berempat mau bikin boyband. Hehehe." Ujar Aubrey dengan leluconnya yang tidak lucu itu.

Cloudy lagi-lagi menghela nafas.

Ya Tuhan. Kenapa punya temen jayus amat.

"Ben udah kuliah? Kirain masih seumuran." Timpal Cloudy.

"Muka boleh baby face, tapi umur udah tua. Hahaha." Ucap Kevin yang diikuti tawa oleh yang lain.

Aubrey berkata dalam hati. Ih kok nggak ada yang ketawa sama lawakan gue tadi sih?

Hari sudah semakin sore, mereka memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan. Karena malam nanti mereka akan bertemu kembali di acara perayaan ulang tahun Adrian.

-----

"Aku punya sesuatu buat Kakak, tapi Kakak bisa nunduk sedikit, nggak?"

Degup jantung Adrian semakin tak karuan, begitu juga dengan pikirannya. Tanpa bertanya macam-macam ia menuruti permintaan Devina itu.

Matanya seakan melekat pada tatapan Devina. Sementara gadis itu hanya tersenyum kepadanya.

Jangan bilang dia mau nyium gue disini...

Devina mencondongkan tubuhnya.

Oh damn!

Tubuh Devina mendekat ke arah Adrian. Semakin dekat hingga hanya berjarak beberapa senti, dan lebih dekat lagi.

Devina memiringkan kepalanya. Lalu ia sedikit meraba leher jenjang Adrian yang seketika langsung membuat Adrian berkeringat dingin.

Selang beberapa detik, Devina menjauhkan tubuhnya. "Tadaaa~"

Adrian melihat sesuatu menjuntai di lehernya.

Sebuah kalung.

Fiuuuhhh

Adrian sudah bernafas lega sekarang. Apa yang dipikirkannya ternyata salah.

Di kalung itu terdapat liontin bulat kecil.

"Buka deh ka." Pinta Devina agar Adrian membuka liontin itu.

Setelah liontin itu terbuka, mata Adrian langsung berkaca-kaca. Liontin itu berisi foto Adrian dan Ibunya.

"Kok lo.. bisa.." seketika Adrian menjadi speechless.

Devina menyengir lebar. "Hehehe. Waktu aku ke kamar Kak Adri terus liat foto kak Adri sama ibu Kak Adri, diem-diem aku foto pake handphone-ku. Maaf ya Kak Adri."

Adrian terkekeh. "Iya, nggak apa-apa kok. Makasih ya." Kemudian ia mengelus kepala Devina.

"Sama-sama, Kak. Gimana? Suka nggak, Kak?" tanya Devina.

Adrian tersenyum dengan sangat tulus. "Suka banget."

-----

Malam ini adalah malam yang bersejarah bagi Adrian, karena untuk pertama kalinya ia merayakan ulang tahunnya secara besar-besaran. Ulang tahunnya dirayakan di sebuah ballroom termegah di Bali. Sejak tadi ia sibuk berbincang-bincang dengan semua rekan kerja Ayahnya yang datang di acara ulang tahunnya, bahkan ia belum sempat menyapa teman-temannya yang juga hadir.

Setelah selesai menyapa semua rekan kerja Ayahnya, kini Adrian bisa bersantai sejenak. Ia mengambil minuman disebuah meja besar yang terletak di tengah-tengah ballroom.

Saat ia sedang menikmati minumannya, seorang wanita dewasa menghampirinya.

"Kamu Adrian, bukan? Anak kedua dari Bapak Satryan Althaf?" tanya wanita itu.

Adrian menjawabnya dengan ramah. "Iya, benar. Saya Adrian."

Wanita itu tersenyum. "Sudah saya duga, kamu persis sekali dengan Ayahmu. Ah ya, perkenalkan Saya Angel, salah satu rekan bisnis Ayahmu." Wanita itu mengulurkan tangannya, Adrian pun menjabat uluran tangan itu.

Seketika Adrian merasa pernah bertemu wanita ini sebelumnya, namun ia tidak ingat dimana tepatnya mereka bertemu.

"Apa sebelumnya saya pernah bertemu dengan anda?" tanya Adrian.

Wanita itu tersenyum ramah. "Ya, pernah. Kita pernah bertemu di rumah sakit."

Aahhh

Kini Adrian mengingatnya.

Ini ibu-ibu yang waktu itu yang nabrak Cloudy.

"Ohh ya ya, sekarang saya sudah ingat." Tukas Adrian.

"Waktu itu saya belum sempat memperkenalkan diri." Ucap wanita itu. "Hm.. bagaimana keadaan temanmu itu? Kakinya sudah membaik?"

Adrian tersenyum. "Sudah. Terima kasih atas bantuannya."

Dari kejauhan terlihat Devina berlari kecil ke arah Adrian.

"Tante~ aku cariin daritadi, nggak taunya ada disini." Devina memeluk wanita yang bernama Angel itu.

"Ah ya!" dengan segera Devina melepas pelukannya saat menyadari Adrian menatapnya dengan heran.

"Kak Adri, ini tanteku yang selama ini merawat aku."

Adrian hendak bertanya, namun Devina seakan sudah tahu apa yang ingin ditanyakan oleh Adrian. "Aku juga baru tau kalo tante itu rekan bisinis Ayahnya Kak Adri."

Tiba-tiba seorang lelaki menghampiri Adrian, ia memberi tahu Adrian untuk segera memberikan sambutannya di atas panggung.

"Saya harus memberikan sambutan saya kepada para tamu undangan." Ucap Adrian.

"Baiklah, sampai jumpa nanti, Adrian." tukas Angel dengan ramah.

"Semangat Kak Adri!" Devina memberikan dukungannya pada Adrian.

Adrian terkekeh melihatnya, lalu bergegas pergi meninggalkan kedua wanita itu.

Setelah Adrian pergi, Angel bertanya pada Devina. "Kamu menyukai laki-laki itu, kan?"

Pertanyaan tantenya barusan membuat Devina mematung di tempat, ia bingung darimana tantenya bisa mengetahui perasaannya itu.

Angel kembali melanjutkan ucapannya. "Tetaplah berjuang sampai kamu mendapatkan apa yang kamu mau."

-----

Adrian menaiki panggung dengan sangat berwibawa. Tubuhnya tegap dan pandangannya lurus ke depan menatap para tamu undangan yang seolah terpaku pada dirinya.

"Selamat malam hadirin yang terhormat." Adrian memulai sambutannya. "Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para tamu undangan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menghadiri acara ini."

Adrian tersenyum. "Acara ini terselenggara bukan hanya untuk merayakan ulang tahun saya yang ke-18, namun juga sebagai bentuk perkenalan diri saya kepada semua rekan yang selama ini telah bekerjasama dengan perusahaan keluarga saya. Saya Adrian Keenan Althaf sebagai tuan rumah dari acara ini, mengucapkan selamat datang kepada para tamu undangan."

Tepuk tangan terdengar meriah dari segala penjuru ruangan. Ayah Adrian tersenyum bangga melihat anaknya. Begitu juga dengan Senna, ia sangat terharu melihat adiknya yang kini sudah semakin dewasa. Sedangkan para gadis lain sudah mulai menjerit-jerit melihat Adrian yang semakin terlihat luar biasa tampan dengan balutan tuxedo-nya.

Adrian kembali melanjutkan sambutannya. "Menjadi salah satu pemegang saham terbesar tidak membuat saya menjadi sosok yang angkuh, sebaliknya, saya masih harus belajar agar saya bisa mempertanggungjawabkan jabatan saya ini."

Adrian tersenyum. "Saya harap kerjasama ini bisa terus berlanjut demi masa depan perusahaan yang lebih baik lagi. Sekian sambutan dari saya, kurang lebihnya saya mohon maaf. Terima kasih."

Usai memberikan sambutannya, Adrian segera menuruni panggung.

Ia menghela nafas berat.

Sejak awal, bukan ini yang Adrian mau.

-----

Tatapan Cloudy hanya tertuju pada satu lelaki sejak tadi. Rasanya ia tak ingin sedetik pun berpaling dari laki-laki itu. Ia baru menyadari betapa berpengaruhnya lelaki itu dalam kehidupannya, Cloudy sangat rindu melihat wajah tampan laki-laki itu dari dekat. Tak perduli sudah berapa kali Cloudy merasakan sakit hati, namun yang pasti ia hanya menginginkan laki-laki itu.

"Dy.. Dy.." Aubrey menyikut lengan Cloudy. Ia telah memanggil nama Cloudy berkali-kali, tetapi sahabatnya itu masih saja bergeming.

"Dy..."

Aubrey berdecak, ia merasa jengkel.

"Astaga, Dy~ gue tau Adrian itu ganteng banget tapi liat tuh minuman lo sampe tumpah ke dress lo!"

Cloudy gelagapan setelah menyadari bahwa minuman yang dipegangnya secara tidak sengaja tumpah di pakaian yang dikenakannya.

"Ih lo bukannya bilang dari tadi sih, Brey." Cloudy berusaha untuk membersihkan pakaiannya.

Aubrey memutar bola matanya. "Bodo amat, Dy."

Dengan cepat Cloudy bergegas ke toilet terdekat. Berkali-kali ia merutuki dirinya sendiri karena kecerobohannya itu. Ia mencoba membersihkan noda minuman tersebut namun tetap tidak bisa hilang, alhasil ia terpaksa mengenakan dress kotor dan basah itu sampai akhir acara nanti.

Cloudy kembali ke ballroom dengan langkah lunglai.

"Cloudy?"

Cloudy menoleh ke arah sumber suara. Reuben rupanya. "Hai, Ben."

"Dress lo kenapa?"

Cloudy menghela nafas. "Tadi nggak sengaja ketumpahan minuman."

"Lo nggak kepikiran untuk tetap pake dress itu, kan?"

"Abis mau gimana lagi, Ben?" tanya Cloudy dengan raut sedih.

Ben mendekat ke arah Cloudy. "Dress lo itu basah banget, Dy. Lo bisa masuk angin."

Cloudy tertunduk lesu.

"Udah yuk ikut gue aja." Ben menarik Cloudy keluar dari ballroom.

"Kita mau kemana, Ben?"

Ben hanya tersenyum pada Cloudy.

-----

Waktu menunjukan pukul 19.08.

Para tamu undangan sedang menikmati makan malam mereka. Rekan-rekan bisnis dari perusahaan keluarga Adrian dengan santai masih membicarakan obrolan bisnis mereka, tak heran kalau saat ini acara menjadi sedikit membosankan. Terlebih lagi, anak-anak muda tak bisa berkutik karena banyaknya orangtua yang hadir.

Acara puncak baru akan diselenggarakan pada jam setengah sebelas malam nanti, setelah rekan-rekan bisnis meninggalkan ballroom. Acara yang diperuntukkan bagi anak-anak muda itu akan ditemani oleh seorang DJ. Di acara puncak tersebut mereka bebas melakukan apa saja.

"Duh lama banget sih." Gumam Senna saat melihat jam tangannya. Sejak tadi ia tak tahu harus melakukan apa, ia sangat bosan dengan acara semi formal seperti ini. Senna tak sabar menanti acara puncak, karena di acara itu ia bisa kembali menjadi dirinya. Tak seperti saat ini, ia harus bersikap manis layaknya seorang putri.

"Kak, ada apa?" tanya Adrian yang duduk di samping kakaknya. Saat ini ia sedang menikmati makan malamnya.

Senna mengerucutkan bibirnya. "Boseeen." Kemudian ia menyenderkan tubuhnya ke Adrian. "Dri, acara puncaknya dipercepat dong."

Adrian tertawa geli. "Bilang sama kepala sukunya, Kak." Ucap Adrian sambil menunjuk Ayahnya yang sedang asik mengobrol dengan seorang lelaki paruh baya.

"Ck! Gak asik ah."

-----

"Eh lo liat Cloudy nggak?"

"Tadi Cloudy lewat sini gak sih?"

"Cloudy belum balik dari setengah jam yang lalu."

Aubrey sibuk bertanya pada orang-orang di sekelilingnya. Cloudy yang pergi ke toilet tak kunjung kembali, Aubrey pun mulai cemas. Ia juga sudah memeriksa seluruh toilet yang ada di ballroom itu namun tak ada tanda-tanda kalau Cloudy ada disana, ditambah lagi Cloudy menitipkan ponselnya pada Aubrey, membuat dirinya semakin sulit untuk menghubungi Cloudy.

"Cloudy kemana sih.." Aubrey bergumam.

Saat sedang mencari Cloudy, ada seseorang yang menepuk bahu Aubrey dari belakang.

Ini dia orangnya!

"Dy, daritadi gue cari..."

Saat Aubrey menoleh bukan Cloudy yang ada dihadapannya, melainkan Kevin –temannya dan juga sahabat kecil Adrian yang baru ia kenal sore tadi–

"Hai, Vin." Aubrey tertegun sebentar melihat ketampanan Kevin yang seolah menghipnotis dirinya.

"Lo nyari siapa? Cloudy?"

Ah iya!!

Sejenak Aubrey lupa kalau ia harus mencari keberadaan Cloudy.

"Iya nih. Tadi dia pergi ke toilet, tapi sampe sekarang belum balik." Aubrey tertunduk lesu.

"Udah coba buat hubungin nomor hp-nya?"

Aubrey menunjukkan ponsel Cloudy yang ada digenggamannya. "Ini HP-nya Cloudy."

"Kalo gitu kita cari Cloudy sama-sama." Kevin tersenyum.

Asdfghjkl buset buset ini orang apa gulali? Manis banget!! Aku gak kuat mas. Kamera mana kamera?!

Dari kejauhan terlihat Nicho yang sedang mencari-cari sesuatu, tepatnya seseorang. Ia menempelkan ponsel ke telinganya, menunggu seseorang yang dihubunginya mengangkat telepon.

"Cho!" panggil Kevin sambil melambaikan tangannya.

Mendengar namanya dipanggil, Nicho segera menghampirinya.

"Cari siapa lo?" tanya Kevin.

Nicho mematikan teleponnya. "Cari Reuben. Tadi sih bilangnya mau ambil minum tapi sampai sekarang belum juga balik. Gue telepon juga nggak diangkat lagi."

Kevin mengerutkan dahinya. "Jangan-jangan..."

Aubrey memikirkan apa yang dipikirkan oleh Kevin.

"Reuben pergi sama Cloudy!"

"Cloudy pergi sama Reuben!"

Ucap Aubrey dan Kevin bersamaan, membuat Nicho sedikit tersentak.

-----

Hotel?

"Ben, kenapa kita ke hotel? Acaranya kan bukan disini?" tanya Cloudy saat dirinya dan Ben sampai di lobby hotel.

"Kita kesini buat ganti dress lo yang kotor itu."

Cloudy menyilangkan tangannya didepan bagian atas tubuhnya. Sesaat jantungnya berdebar kencang dan pikirannya sudah melayang kemana-mana.

"Lo mau gantiin...baju gue?" tanya Cloudy tak percaya.

Ben tertawa kencang.

"Hahahahaha." Ia tertawa sampai perutnya terasa sakit. Sedangkan Cloudy semakin bingung.

"Ben.."

Ben mencoba mengatur nafasnya. "Huuuhh." Ia memutar tubuhnya menghadap Cloudy. "Ya nggaklah, Dy. Yang bener aja, masa gue yang gantiin." Ben terkekeh. "Lo ganti sama baju yang lain."

Cloudy tertunduk lesu. "Gue nggak bawa dress lagi, Ben."

Ben tersenyum lembut. "Lo ganti baju dulu aja, okay? Gue tunggu disini." Ben mendorong tubuh Cloudy menuju lift.

Cloudy pun hanya menuruti perintahnya.

Selang sepuluh menit kemudian, Cloudy sudah kembali dengan mengenakan t-shirt berwarna putih dan boyfriend jeans serta sneakers berwarna hijau toska kesukaannya. Sangat casual namun tetap cantik.

"Maaf, gue kelamaan ya?" tanyanya pada Ben yang terduduk di sebuah sofa.

Ben menggeleng. "Lo terlalu cepet." Kemudian Ben berdiri. "Ya udah, yuk!"

Tanpa banyak bertanya lagi, Cloudy mengikuti Ben keluar dari hotel. Di depan lobby ternyata sudah ada mobil yang siap mengantar mereka berdua. Mereka berdua segera pergi meninggalkan hotel.

"Sebenernya kita mau kemana sih, Ben?" Cloudy melirik jam tangannya. "2 jam lagi acara inti mulai."

"Oh astaga!!" Cloudy menepuk dahinya. "Gue belum ngabarin Aubrey. Pasti dia lagi cari gue sekarang. Handphone gue di Aubrey lagi. Duh gimana dong?" Cloudy sangat panik mengingat ia menghilang begitu saja sejak ke toilet tadi.

Ben hanya tertawa kecil melihat Cloudy yang tidak berhenti berbicara sejak tadi.

"Kok ketawa sih, Ben. Nggak tau apa gue lagi panik begini." Cloudy mengerucutkan bibirnya.

"Gue udah kasih kabar ke mereka kok, termasuk Aubrey."

"Mereka?"

"Iya, mereka. Kevin, Nicho, dan Aubrey. Gue bilang kalau lo lagi sama gue."

Cloudy menghembuskan nafas lega. "Such a relief."

Beberapa saat kemudian, Cloudy dan Ben sampai di sebuah butik ternama di Bali. Melihat merek yang tertera diatas butiknya saja sudah membuat Cloudy meringis.

Gila, baju-baju disini kan mahal banget. Harga satu baju bisa buat bayar spp sampe 3 bulan!

"Ben, kita mau ngapain kesini?"

Ben menatap Cloudy tak percaya. "Menurut lo kita ngapain kesini?"

Jangan bilang...

"Udah yuk masuk, acara inti mulai 2 jam lagi."

Ben menarik lengan Cloudy memasuki butik itu.

Awalnya Cloudy sedikit ragu saat disuruh memilih dress yang ia mau. Ia tak mengira kalau Ben –yang baru dikenalnya– hendak membelikannya dress semahal ini. Berkali-kali Cloudy merasa keberatan dan tak enak hati, namun Ben tetap memaksanya.

Setelah mencoba beberapa dress, akhirnya pilihan Cloudy jatuh pada lace dress berwarna hitam yang memperlihatkan kaki jenjangnya yang indah. Dress ini sangat cocok untuk dipakai ke acara semi formal, selain itu modelnya juga sangat cocok dipakai anak muda seperti Cloudy. Cloudy terlihat cantik, anggun, dan sexy diwaktu bersamaan.

Ben sempat tertegun saat melihat Cloudy yang baru saja keluar dari fitting room. "Gorgeous." Gumamnya.

"Gimana, Ben? Nggak cocok ya?" tanya Cloudy.

Ben menggeleng. "Bagus. Bagus banget." Ia seolah tak bisa berhenti memperhatikan Cloudy.

Cloudy pun tersenyum mendengarnya.

"Oh ya, sepatu! Kayanya lo harus beli sepatu juga biar match sama dress lo."

"Hmm.. nggak usah, Ben. Gue bisa pakai sepatu gue yang tadi."

"Tapi..."

"Udah yuk buruan. Acaranya sebentar lagi mulai."

Usai membayar dress itu, Ben dan Cloudy langsung bergegas menuju hotel. Sebelum kembali ke ballroom, Cloudy mengganti sepatunya dengan high heels yang tadi ia pakai.

"Ben." Panggil Cloudy saat dirinya dan Ben berjalan ke ballroom. Untungnya mereka belum terlambat untuk menghadiri acara inti.

Ben menoleh. "Ya?"

"Makasih buat dress-nya. Tapi ini serius buat gue? Jangan-jangan nanti gue suruh bayar lagi."

Ben tertawa. "Iya, Dy. Itu punya lo."

"Tapi Ben.." Cloudy mendekatkan dirinya. "Lo nggak minta imbalan kan?"

Ben tersenyum miring. "Emang lo mau kasih imbalan apa?"

Cloudy refleks menjauh, seketika tubuhnya merinding.

"Hahahaha." Ben tertawa lagi. "Tampang gue emang bad boy, tapi gue bukan cowo brengsek, Dy."

Cloudy tersenyum salah tingkah.

"Eh tunggu dulu, Ben. Jangan-jangan lo emang suka beliin baju buat cewe-cewe?"

Ben terkekeh geli. "Udah ah. Mending kita buruan masuk ke ballroom."

-----

"Adrian, the ice prince!"

Adrian menoleh dan mendapati dua sahabatnya sedang berjalan menghampirinya.

"Whats's up, Bro?!" Adrian memeluk Kevin dan Nicho secara bergantian.

"Duh biasa aja dong meluknya, jangan terlalu mesra gini." Ucap Nicho saat dirinya berpelukan dengan Adrian.

"Adrian belum sembuh ternyata, Cho. Hahaha." Tukas Kevin yang dibalas Adrian oleh pukulan di lengannya.

"Eh Ben mana?" tanya Adrian saat menyadari bahwa Ben tidak ada di sekitar mereka.

"Biasa, Dri. Lo kaya gak tau Ben aja, dia kan gak bisa diem." Jawab Kevin enteng.

Adrian hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Hai, Dri!" sapa Aubrey dari balik punggung Nicho. Sejak tadi tak ada yang menyadari kehadirannya, miris sekali.

"Hai, Brey. Lo sendirian?"

"Iya nih. Cloudy lagi keluar sebentar."

Obrolan itu pun berlanjut ketika mereka duduk di tempat yang ditempati Adrian saat makan malam tadi. Mereka membicarakan banyak hal, Adrian menceritakan banyak hal dari mulai ia pindah ke sekolah baru sampai saat ini.

Tanpa terasa acara inti akan dimulai beberapa menit lagi. Para undangan yang mayoritas anak muda seusia Adrian mulai memenuhi bagian tengah ballroom. Mereka bercengkrama satu sama lain.

"Kok Ben belum muncul sih?" tanya Adrian.

"Paling bentar lagi, Dri." Tukas Kevin.

"Nah itu dia!" ucap Nicho sambil menunjuk Ben yang sedang berjalan memasuki ballroom.

"Reuben, my bro~" Adrian tersenyum dengan sangat antusias, begitu juga dengan Ben. Namun, senyum Adrian seketika pudar saat melihat seseorang yang berjalan di samping Ben.

Cloudy?

Ben dan Cloudy terlihat sangat akrab. Bahkan Cloudy tertawa saat Ben membisikan sesuatu kepadanya, Ben mampu mengembalikan tawa Cloudy seperti dulu.

Aneh. Kenapa mereka berdua terlihat serasi?

Ben dengan setelan jasnya yang berwarna hitam sangat serasi saat berdampingan dengan Cloudy yang mengenakan pakaian berwarna hitam. Mereka terlihat seperti pasangan yang glamour.

"Adrian, my bro~" Ben langsung memeluk Adrian saat dirinya menghampiri Adrian beserta yang lain. Adrian membalas pelukan itu dengan sedikit canggung, ia sempat melirik Cloudy sebentar.

"Lo udah makin dewasa aja. Gimana? Udah mulai tertarik sama cewe? Hahaha." Tukas Ben usai melepas pelukannya.

Adrian hanya terkekeh kecil.

"Sorry, gue terlambat." Ucap Cloudy tiba-tiba yang langsung membuat kelima pasang mata itu berbalik ke arahnya.

Damn! She's so beautiful! Ujar Adrian dalam hati.

Keempat lelaki itu terpana oleh kecantikan Cloudy, ditambah lagi dress yang ia kenakan sangat memperlihatkan bentuk tubuhnya yang sempurna.

"Cloudy.. you look.. stunning." Kevin tak berkedip menatap Cloudy.

Ketiga lelaki lainnya hanya bisa berdecak kagum.

"Hehehe. Thank you." Ucap Cloudy sedikit malu.

Aubrey menarik lengan Cloudy. Ia berbisik di telinga Cloudy. "Itu dress punya siapa? Lo sewa dimana?"

Cloudy terkekeh kecil. "Tadi Ben beliin gue."

"Wow~" ujar Aubrey sedikit kencang. Kini ia menjadi pusat perhatian, lagi.

"Pssst, biasa aja kali, Brey."

Aubrey menggeleng tak percaya. "Baru kenal udah beliin lo dress semahal ini."

"Jangan-jangan Ben keong racun lagi, Dy." Lanjutnya.

"Hahaha. Yakali, Brey."

"Eh tapi kalo keong racunnya begitu mah gak apa-apa." tukas Aubrey yang diikuti tawa oleh keduanya.

-----

"Hello everyone~" sapa seorang DJ wanita dari atas panggung dengan semangat.

"Hi~" Tamu undangan yang hadir juga tak kalah antusias.

Teman-teman Adrian –khususnya teman lelaki Adrian– menjadi lebih semangat saat melihat DJ itu membuka jaketnya. Pakaian yang dikenakan DJ itu sangat terbuka, membuat euforia malam itu semakin menjadi.

"Are you ready to party~~?"

"Yeah~ woohoo~" Para undangan kini sudah berkumpul ditengah ballroom. Mereka sudah bersiap untuk menikmati malam mereka.

DJ itu mulai memainkan instrumen yang membuat semua orang ingin menggerakan tubuh mereka.

Aubrey menarik Cloudy ke tengah-tengah kerumunan.

"Ayolah, Dy. Nggak usah malu-malu." Ujar Aubrey saat melihat Cloudy yang masih terlihat malu-malu. Sementara dirinya sudah asyik dengan gerakan ala kadarnya.

Walaupun sudah dibujuk berkali-kali, namun Cloudy masih tetap diam. Ia tidak terbiasa melakukan hal ini, lebih tepatnya tidak pernah. Alhasil Cloudy hanya tertawa melihat Aubrey yang melakukan gerakan-gerakan ajaib.

"Eh boyband. Ayolahhh~" ajak Aubrey pada keempat laki-laki yang sejak tadi malah asyik mengobrol.

Tak lama kemudian, mereka berempat menghampiri Aubrey dan Cloudy. Namun tiba-tiba alunan musik berubah menjadi irama yang sangat romantis. Kerumunan mendadak berubah menjadi lantai dansa, setiap pasangan mulai berdansa dengan sangat manis.

Mendadak Aubrey menjadi mati gaya melihat sekitarnya.

"Ada yang mau dansa sama gue?" tanya Aubrey.

Kevin dan Nicho mengacungkan tangan mereka bersamaan, Aubrey pun semakin sumringah.

"Asik malem ini Aubrey menang banyak!" ujar Aubrey sambil menggandeng keduanya. Akhirnya mereka bertiga berdansa bersama. Mereka tidak terlihat seperti sedang berdansa, melainkan seperti sedang bermain lingkaran besar lingkaran kecil –mainan anak-anak–, meski begitu mereka tetap menikmatinya.

Tersisa 2 orang laki-laki yaitu Ben dan Adrian, mereka berdua memiliki pikiran yang sama yaitu untuk mengajak Cloudy berdansa.

Adrian membuka mulutnya.

"Dy, wanna dance with me?"

Cloudy terkekeh.

"Yes, Ben."

Pada akhirnya Ben yang memiliki kesempatan itu. Adrian hanya tersenyum kecut, kemudian meninggalkan mereka berdua.

Ben mengarahkan tangan Cloudy untuk memegang kedua bahunya, kemudian ia menatap Cloudy dalam, sedangkan Cloudy masih tertunduk malu.

"Dy, gue izin buat pegang pinggang lo."

"Huh?" Cloudy sempat sedikit terkejut, namun ia tetap menganggukan kepalanya.

Ben memegang pinggang Cloudy dengan sangat hati-hati, bahkan terlalu hati-hati, membuat Ben semakin terlihat gentleman.

Mereka berdua mulai menggerakan tubuh mereka mengikuti alunan musik. Cloudy yang tidak bisa berdansa sangat terbantu oleh Ben yang memang sudah mahir. Mata mereka juga seakan melekat satu sama lain.

"Dy." Panggil Ben.

"Hm?"

"It's been an honor to meet you."

Cloudy tersenyum bahagia.

-----

Adrian hanya duduk terdiam sambil menikmati segelas lemon squash. Matanya seakan tak bisa terlepas dari Ben dan Cloudy yang semakin mesra, saling menatap dengan tubuh yang berdekatan. Senyum manis juga selalu terbingkai di wajah cantik Cloudy.

Anehnya hati Adrian terasa panas melihat pemandangan itu. Ia tahu kalau dirinya tidak memiliki status apa-apa dengan Cloudy, terlebih lagi hubungannya dengan gadis itu masih belum membaik hingga saat ini. Selain itu, akhir-akhir ini ia dekat dengan Devina, bukan? Lalu perasaan apa yang sebenarnya dirasakan Adrian? Sungguh aneh.

Saat sedang memperhatikan kedua sejoli itu, tiba-tiba saja seseorang mengagetkan Adrian dari belakang.

"Hayooo kok ngelamun? Mikirin apa?"

Saat Adrian menoleh, wajah ceria Devina yang ia dapati.

"Kenapa diem aja, Kak? Nggak ikut dansa?"

Adrian tersenyum pahit.

"Lo darimana aja? Kok baru keliatan?" tanya Adrian mengalihkan pembicaraan.

"Tadi abis nganterin tante ke bandara, Kak. Tante harus pulang ke Jakarta malam ini."

Usai pembicaraan singkat itu, keheningan kembali terjadi.

Adrian sangat tidak bersemangat sampai akhir acara. Walaupun Devina telah berkali-kali mencoba membangkitkan semangatnya, namun tetap tidak berhasil. Ia merasa tidak ada lagi yang spesial di acara ulang tahunnya itu.

Setelah menutup acaranya, Adrian langsung bergegas menuju kamar hotel. Ia sudah tak sabar ingin berbaring dikasurnya. Namun saat hendak memasuki kamar, ia menemukan sebuah scrapbook didepan pintu. Karena rasa penasarannya yang tinggi, Adrian langsung membuka scrapbook yang memiliki judul 'Adrian Keenan Althaf' itu.

Ia membuka lembar demi lembar serta membaca setiap tulisan yang tertera disana. Hatinya terenyuh dan dirinya seakan telah terbawa ke dalam scrapbook itu.

Disaat membuka lembar terakhir, barulah Adrian tahu siapa pengirimnya. Pengirimnya adalah seseorang yang tidak pernah Adrian duga.

-----

Belum terlambat.

Begitu pikir Adrian.

Belum terlambat untuk menjelaskan semuanya.

Adrian berlari kecil di lorong hotel, mencari kamar yang ditempati oleh seseorang yang sangat ingin ia temui.

15 menit berlalu, akhirnya Adrian menemukan kamar itu.

Tok tok tok

Ia menunggu beberapa saat hingga pintu itu terbuka.

"Cloudy ada didalem, Brey?"

Aubrey menjawab setengah sadar. "Nggak ada."

Loh kemana itu anak?

"Tadi sih gue liat dia ke atas, eh maksud gue ke rooftop." Lanjut Aubrey.

"Oke, makasih, Brey." Dengan cepat Adrian berlari ke lift lalu menekan tombol 47, lantai dimana rooftop itu berada.

Dengan nafas yang masih terengah, Adrian berjalan perlahan menuju rooftop. Tempat ini sangat sepi mengingat waktu sudah lewat tengah malam.

Cloudy ada disini? tapi ngapain?

Dengan langkah sedikit ragu, Adrian berjalan menyusuri rooftop.

Namun seketika hatinya kembali memanas saat ia melihat ke arah sebuah sofa panjang. Walau ia hanya melihat dari belakang, tapi ia tahu pasti siapa orang itu. Adrian mengepalkan telapak tangannya, mencoba meredam amarahnya.

Di sofa itu, ada Cloudy yang menyenderkan tubuhnya pada sahabat Adrian.

Ben.

Lagi-lagi Adrian harus menelan kekecewaan.

Bukan karena nggak ada kesempatan, tapi karena gue terlalu pengecut.

Tak ingin berlama-lama melihat pemandangan itu, Adrian berniat untuk meninggalkan rooftop secepatnya. Namun tak disangka, saat ia ingin membalikan tubuhnya ada seseorang yang memeluknya dengan erat dari belakang.

Adrian menoleh ke samping, mencari tahu siapa orang yang memeluknya.

"Devina?"

Drama pun dimulai.

Continue Reading

You'll Also Like

18M 1.3M 69
⚠️FOLLOW SEBELUM DIBACA ⚠️ [Bijak dalam berkomentar dan hargai karya penulisnya, follow sebelum di baca] _________________________________________ Ai...
125K 4K 27
Namaku Isabelle Rossy McClintone. Anak dari empat bersaudara. aku adalah puteri kerajaan. Hidupku selalu terikat oleh peraturan kerajaan. Hingga ayah...
803 188 8
(FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT JUGA BUAT PENYEMANGAT!) . . . Aku menyukai Bayu. Ini cinta pada pandangan p...
540K 4.2K 6
Rank: #99 in Romance [3 Maret 2017] #36 in Romance [4 Maret 2017] #72 in Romance [23 April 2017] (Huaa 😂😊. Senang bisa masuk deretan 100 besar, gak...