Serafina

By NinsJo

3.7M 397K 22.5K

Dada Sera berdenyut nyeri, seakan tertimpa benda berat tak kasat mata. Pria yang ia cintai selama ini, bertin... More

Blurb
Chapter 1 : Tradimento
Chapter 2 : Accident
Chapter 3 : What happened?
Chapter 4 : Faint
Chapter 5 : Plan
Chapter 6 : Julia Act
Chapter 7 : Debate
Chapter 8 : Bloody
Chapter 9 : Zola and Julia
Chapter 10 : Peeved
Chapter 11 : Diarrhea
Chapter 12 : One room?
Chapter 13 : Absurd
Visual cast
Chapter 14 : Sera vs Julia
Chapter 15 : Geloso
Chapter 16 : Fail
Chapter 17 : Ti amo
Chapter 18 : Possessed by a spirit
Chapter 19 : Warn
Chapter 20 : Verbal attack
Chapter 21 : Pregnant?
Chapter 22 : Sly
Chapter 23 : Non bene
Chapter 24 : Flashback
Chapter 25 : Same love
Chapter 26 : Caldo
Chapter 27 : Chit Chat
Chapter 28 : Parents in law
Chapter 29 : Jealous
Chapter 30 : Pillow talk
Chapter 31 : 2 months later
Chapter 32 : Pistachio Gelato
Chapter 33 : Hurt
Chapter 34 : Reason
Chapter 35 : Angry
Chapter 36 : Not good
Chapter 37 : Chaotic
Chapter 39 : A mensa et thoro
Chapter 40 : Separately
Chapter 41 : Problem
Chapter 42 : Scandal
Chapter 43 : 24 weeks pregnant
Chapter 44 : Zola vs Raul
Chapter 45 : A little bit more
Chapter 46 : Distrust
Chapter 47 : Which is actually
Chapter 48 : Love or obsession?
Chapter 49 : Siate felici
Chapter 50 : Va bene
Chapter 51 : Incontra Lukas
Chapter 52 : Lionello
Chapter 53 : L'ultimo
Epilog

Chapter 38 : Suspected

53.3K 6.9K 962
By NinsJo

Jangan lupa vote 😚

Wajib ramein komen, kalau perlu setiap paragraf komen 😂 biar author semangat update chapter selanjutnya 🔥


Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diingatkan ya 😙

♾♾♾

"Apa yang kau bawa?" Lukas bertanya pada pengawal yang berjaga didekat kamar rawat inap Sera.

"Ini dari asisten Walikota, menitipkannya untuk Nyonya Serafina."

Satu alis Lukas terangkat, mengira-ngira apa yang berada di dalam amplop cokelat itu. "Berikan padaku."

Pengawal itu memberikan amplop di tangannya pada Lukas.

Begitu Lukas masuk ke dalam ruangan, hanya pasien yang terlihat. Amanta berada dikamar mandi, terdengar bunyi gemericik air mengalir, sedangkan Mario— kakaknya baru saja pulang karena mereka sempat berpapasan di parkiran.

Mata Sera terbuka ketika sebuah kecupan mendarat dipipi. Lukas menarik wajah kemudian mengusap puncak kepala Sera, tersenyum pada Sera yang sedang berekspresi muram dan sendu.

"Bagaimana keadaanmu?" Lukas bertanya dengan nada yang mengalun lembut.

"Tidak cukup baik." Jawab Sera pelan hampir seperti bergumam.

Dengan tangan masih mengusap puncak kepala Sera, Lukas berkata, "Hatimu mengatakan ingin 'bertahan', namun logikamu meminta 'tinggalkan'. Apakah tebakanku benar?"

Sera hanya mengedipkan mata sekali, mengiyakan. Mario dan Amanta memintanya untuk meninggalkan Zola. Orang tuanya tidak terima karena dirinya diperlakukan tidak adil. Mario dan Amanta kecewa pada Zola, menganggap Zola gagal menjadi sosok pemimpin keluarga.

Sejauh ini, Sera mengetahui dari keluarganya jika anak yang dikandung Julia bukan anak Zola. Lalu tentang perhatian Zola akhir-akhir ini pada Julia, ia kurang tertarik untuk sekedar mencari tahu alasannya. Ia terlanjur kecewa pada Zola, seandainya Zola tidak berlaku demikian— pasti rumah tangga mereka akan damai dan bahagia seperti hari-hari yang pernah mereka lewati bersama.

Satu hal yang pasti— Zola tidak memikirkan perasaannya, perasaan istri yang terluka melihat suaminya memberikan perhatian pada wanita lain. Sudah berkali-kali dirinya memperingatkan, menyampaikan keberatan atas perubahan sikap Zola pada Julia, tapi Zola tidak menghiraukan.

Kini dirinya yang menjadi korban, wanita yang terobsesi pada Zola itu dengan keji tega mencelakai Bunny, calon bayinya yang ia sayangi dan kasihi sepenuh hati. Air mata menetes, Sera tidak bisa membendung kesedihan dan kekecewaan yang melingkupi dirinya.

Tangan Lukas terulur menghapus air mata Sera, "Menangislah," Lukas mengecup kening Sera. "Karena air mata bukan tanda kelemahan, tapi bukti bahwa kau masih memiliki perasaan."

Julia berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang menekan bell. Membuka pintu dan melihat beberapa kepolisian disana. Benak Julia bertanya-tanya, apa alasan mereka datang ke apartemennya sepagi ini.

"Ada keperluan apa?" Tanya Julia masih dengan ketenangannya.

"Saudari Julia, maksud kedatangan kami kemari— karena anda terlibat dalam tindak kejahatan yang terjadi pada Nyonya Serafina D' Angelo." Ujar salah satu penyidik memberitahu maksud kedatangan mereka.

Julia mengangkat satu alis, mengulurkan tangan untuk meminta surat yang dibawa penyidik.

Menyerahkan surat seraya berkata, "Ijinkan kami menggeledah tempat anda."

Julia menyingkir dari pintu, mempersilahkan mereka masuk. Ia lantas membaca surat yang menyatakan dirinya terlibat dalam kasus yang dituduhkan.

"Hamil? Pendarahan karena mengkonsumsi obat aborsi?" Julia berseru dalam hati setelah membaca surat yang berada di tangannya.

Setelah membacanya dengan terperinci, Julia masih dengan ekspresi datarnya, penuh ketenangan. Bersandar ke daun pintu seraya bersedekap. Ekor mata Julia mengamati beberapa penyidik yang sedang memporak-porandakan isi apartemennya.

Beberapa saat berlalu, seorang penyidik keluar dari kamar Julia membawa obat dalam bentuk tablet, obat tersebut berada di klip bening. Julia menarik sudut bibir seraya menggeleng-gelengkan kepala.

"Obat apa ini, Saudari Julia? Ada beberapa obat di dalam kamar anda, namun hanya ini yang mencurigakan." Ujar penyidik, menaikkan tangan untuk diperlihatkan pada Julia.

Julia menggeleng, "Aku tidak tau." Jawabnya dengan datar.

"Anda harus ikut bersama kami, Saudari Julia. Salah satu pelayan di kediaman Walikota sudah memberikan keterangan jika anda membayar dan menyuruh pelayan tersebut untuk memberikan obat penggugur kandungan ke dalam susu yang di minum Nyonya Sera. Dan kami akan menyelidiki obat yang kami temukan ini." Tutur penyidik yang memimpin penyelidikan tersebut.

Diam sejenak, matanya sedikit menajam ketika membagi pandangan pada mereka. "Aku akan berganti pakaian terlebih dahulu." Julia membalikkan badan menuju kamar.

Semalam mereka tiba dirumah sudah larut, Paulina pun sudah terlelap. Setelah sarapan, Antonio mengajak Zola dan Paulina mengobrol, atau lebih tepatnya Antonio ingin mendengar penjelasan keduanya.

"Aku tau kau menyayangi Julia dan iba terhadap keadaannya, tapi kau membawa-bawa Zola dalam perkara itu, Paulina. Kau memikirkan kondisi Julia tapi tidak memikirkan perasaan menantumu." Tutur Antonio panjang lebar.

Paulina membisu, sungguh ia tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini.

"Coba keadaan dibalik, kau di posisi Sera. Aku memberikan perhatian pada mantan kekasihku, apa kau bisa terima? Kau akan memaklumi perbuatanku? Kau hanya memikirkan satu sisi saja, dalam hal ini tentu saja kau lebih condong pada Julia." Tambah Antonio panjang lebar, menceramahi istrinya.

"Papa tau— bukan itu maksudku." Balas Paulina.

"Ya, aku tau kau hanya kasihan, apalagi Julia anak sahabatmu. Aku tidak menyalahkan kebaikanmu, tapi kebaikanmu berlebihan. Kau meminta sesuatu yang salah pada putramu, sesuatu yang seharusnya bukan urusan Zola untuk ikut campur dalam permasalahn Julia. Yang dikandung juga bukan anak Zola." Sahut Antonio menanggapi perkataan Paulina barusan.

"Tanpa perkataan apapun pada Sera, kalian tiba-tiba memperlakukan Julia dengan berlebihan. Apa yang akan dipikirkan Sera jika suami dan mertuanya dekat dengan mantan kekasih Zola, wanita yang sempat dijodohkan dengan Zola? Tentu saja Sera berpikir buruk pada kalian." Perkataan Antonio di tujukan pada Zola dan Paulina.

"Apalagi Julia pernah berniat tidak baik pada Zola." Antonio berkata demikian karena Mario memberitahunya, ia juga sudah bertanya pada Zola untuk memastikan kebenaran. "Seharusnya kalian menyingkirkan masalah, bukan mendekati dan semakin menambah masalah."

"Tapi— "

Antonio menaikkan tangan, mengisyaratkan Paulina agar tidak melakukan sanggahan lagi.

"Kedepannya, aku minta jangan pernah ikut campur dengan rumah tangga Zola dan Zello." Zello adalah putra keduanya yang sekarang sedang menempuh pendidikan diluar negeri, Antonio tidak ingin hal seperti ini terulang kembali.

"Menantumu Sera, yang dinikahi putramu adalah Sera— kenyataan itu tidak akan berubah sampai Zola dan Sera masih dalam ikatan pernikahan. Apalagi jika memandang dari jabatan putramu, bagaimana jika media tau? Bagaimana jika rasa kemanusiaanmu justru menghancurkan nama baik putramu serta pernikahan putramu sendiri?" Tambah Antonio sedikit meninggikan suaranya.

Paulina terdiam. Ia memang salah karena pada saat itu— dirinya hanya memikirkan satu pihak yaitu Julia, bertindak impulsif tanpa berpikir panjang, karena dipikirannya kondisi Julia sangat buruk sedangkan kondisi Sera tentu sedang baik-baik saja, ia tidak sempat memikirkan sebab-akibatnya.

Melihat Paulina bergeming, Antonio menoleh pada Zola, "Dan kau Zola, kenapa kau membohongi istrimu? Tentu Sera mencurigaimu, berpikir buruk padamu."

Dalam posisi duduk, Zola menyandarkan kepala pada sofa, matanya terpejam. "Aku tidak jujur karena ingin menjaga perasaan Sera, tidak ingin Sera berpikir macam-macam, seperti berpikir jika aku memiliki hubungan dengan Julia. Aku tidak menyangka kejadiannya seperti ini." Jawabnya dengan mata terpejam.

"Seharusnya kau jujur pada istrimu, jika istrimu keberatan— jangan lakukan. Kau bilang mencintai istrimu, tapi melakukan hal yang menyakiti perasaan istrimu?" Ujar Antonio.

Antonio menghela napas, menambahkan perkataan, "Papa tau, sebelumnya kau tidak memiliki pengalaman dalam hal cinta dan mencintai wanita, mungkin karena itu membuatmu berpikir 'Sera akan memaklumi', 'yang penting cintaku tetap untuk Sera'. Istrimu bukan boneka, Sera memiliki akal, pikiran dan perasaan. Dan, bagaimana jika kedekatanmu dengan Julia justru memunculkan benih-benih cinta? Kau sendiri yang membuka pintu untuk wanita lain memasuki kehidupanmu lebih jauh."

"Tidak mungkin!" Sela Zola dengan cepat. "Aku hanya kasihan. Prihatin atas keadaannya."

"Sekarang kau bisa berkata seperti barusan, kedepannya tidak ada yang tau. Kedekatan dan kebersamaan bisa menumbuhkan benih-benih cinta. Saat kau benar-benar jatuh cinta pada Julia, saat itu juga kau menuju kehancuranmu sendiri." Balas Antonio menanggapi.

Zola diam tidak menjawab karena ia yakin cintanya pada Sera sangat kuat. Lagipula kebodohannya sudah berakhir, kebohongan Julia sudah terbongkar. Sebenarnya ia tidak begitu tertarik dengan pembahasan ini. Kepalanya sedang pusing memikirkan Sera. Sudah 12 jam ia tidak melihat istrinya.

Antonio membagi pandangan pada Zola dan Paulina, "Sekarang menyesal? Julia ternyata hanya membohongi kalian?"

Hening, Paulina dan Zola tidak menanggapi perkataan Antonio barusan. Apalagi yang dipikirkan mereka selain menyesal. Mereka telah berniat baik, Julia justru mempermainkan ketulusan mereka.

Berdehem kecil sebelum bertanya, "Lalu bagaimana kondisi calon bayi Sera, Pa?" Paulina sudah mendengar berita jika Sera masuk rumah sakit karena pendarahan.

"Masih bisa diselamatkan, Sera hanya meminum sedikit— susu yang tercampur obat peluruh kandungan itu." Antonio tidak bisa membayangkan bagaimana murkanya Sera dan orangtua Sera jika Sera keguguran.

Zola membuka mata, menegakkan tubuh dan wajahnya tentu saja cukup berbinar saat mendengar calon bayinya masih bisa diselamatkan.

Menghela napas dengan pelan, Zola berharap Sera akan memaafkan kesalahannya, kemudian menjalani hari-hari mereka seperti sedia kala, tanpa ada kesalahpahaman lagi tentunya.

Paulina bernapas lega. Seandainya masalah ini tidak terjadi, pasti Sera akan menyampaikan kabar bahagia kehamilannya. Ia justru memikirkan bayi yang di kandung Julia, mengabaikan calon cucunya sendiri.

Antonio menjauh karena ponselnya berdering. Mengangkat panggilan tersebut dan berbicara dengan lawan bicaranya.

"Zola, maafkan mama." Paulina berkata pada Zola.

"Sudah terlanjur, Ma." Jawab Zola apa adanya. Ia memang sudah menolak tapi pada akhirnya ia melakukan permintaan Paulina, itu sama saja. Sekalipun ia tidak memiliki tujuan lain selain rasa kemanusian— rasa kasihan. Zola masih tidak menyangka, kesalahannya akan melukai batin dan fisik Sera seperti sekarang.

Usai melakukan panggilan, Antonio mendatangi Zola dan Paulina, "Julia tersangkanya." Katanya singkat.

Zola memusatkan perhatian sepenuhnya pada Antonio. "Yang mencampur obat penggugur kandungan ke susu Sera?"

Antonio mengangguk.

Mata Paulina tidak berkedip, kaget dengan kenyataan yang disampaikan suaminya barusan, ia tidak menyangka jika Julia tega melakukan hal keji itu pada Sera disaat Julia sendiri juga sedang mengandung.

Bisa saja Julia melakukannya, Paulina menyaksikan sendiri bagaimana berambisinya Julia ingin menghancurkan rumah tangga Zola, melakukan segala cara demi mencapai tujuannya, tentu hal tersebut sangat mungkin dilakukan Julia.

"Kali ini papa tidak bisa berbuat banyak, Zola. Mario pasti akan menjauhkan Sera darimu."

"Apa maksud papa?" Tanya Zola dengan mata menyipit.

"Kau tidak becus menjadi suami. Orangtua mana yang terima— anaknya diperlakukan tidak adil oleh suaminya," Antonio melirik Paulina. "Dan ibu mertuanya."

Zola tersenyum miris, "Menjauhkan? Sera sedang mengandung anakku. Hanya aku yang berhak atas istriku dan anakku!"

Antonio menghela napas, memusatkan perhatian pada Zola, "Kenyataannya, mertuamu dan istrimu tidak mempercayaimu lagi. Kau bisa menarik kesimpulan kan? Kondisi Sera disebabkan oleh mantan keka...,"

Perkataan Antonio terputus setelah Zola memukul meja kaca disana, menimbulkan bunyi keras yang memekakan telinga, kaca tersebut pecah berkeping-keping.

Paulina memegang dadanya, kaget dengan tindakan Zola barusan. Sudah dua kali ini ia melihat Zola tidak bisa menguasai diri, yang pertama tentu saja saat di apartemen Julia. Tanpa bisa dicegah, air mata menetes— Sera dan keluarganya pasti tidak terima. Orang yang menjadi penyebab utama kehancuran rumah tangga putranya adalah dirinya sendiri.

Dengan ekspresi marah Zola beranjak— tanpa berpamitan keluar dari kediaman orang tuanya. Keluarnya Zola bertepatan dengan kedatangan Dante.

"Signore, yang mencampurkan obat pada..,"

"Aku sudah tau!" Sentaknya. Zola masuk ke dalam mobil, begitu pula dengan Dante. Zola meminta sopirnya menuju rumah sakit.

Duduk dibangku penumpang bagian belakang, perhatiannya terpaku pada pemandangan luar.

"Menjauhkan Sera dariku? Omong kosong!" Zola tidak peduli jika kemarahannya didengar oleh sopir serta asistennya.

"Sera tidak ingin bertemu lagi denganku? Ingin berpisah denganku?" Apa yang dipikirkan bayi besarnya? Dirinya tidak pernah berkhianat, tentu ia tidak terima jika Sera meninggalkannya.

"Bunny?" Zola mengingat betul ketika Sera berteriak histeris memanggil nama tersebut. Ia juga tidak ingin berpisah dengan calon bayinya.

Zola menarik napas dan menghembuskannya perlahan, mencoba menguasai diri karena dilingkupi kegundahan. Bukan saatnya marah dengan keadaan, semua sudah terlanjur. Yang terpenting saat ini, ia harus mempertahankan hubungannya dengan Sera.

***
T.B.C

🔥 Hampir 2000 kata, cukup lah ya...bagaimana dengan chapter ini? Semoga tetap menarik 😆

🔥 lanjut klo sudah rame, diramein yah biar author semangat 😆

Untuk kalian yang selalu setia mengikuti cerita Serafina, serta meluangkan waktu untuk komen, makasih banyak dan maaf gabisa balas satu persatu komen kalian 😚

‼️ Cerita ini murni hasil pemikiran sendiri. Nyari ide memang mudah, mengembangkannya yang susah. Dimohon dengan sangat untuk tidak memplagiat. Makasih.

Continue Reading

You'll Also Like

131K 5.1K 58
Alicea Lovez wanita yang di perkirakan sudah meninggal satu tahun yang lalu, akibat kapal pesiar yang di datanginya untuk mengikuti acara Amal intern...
3.4M 365K 61
Di akhir kehidupannya, Nara sangat menyesal telah meragukan Isaac dan lebih memilih George yang menghancurkannya tanpa sisa. Merebut hartanya dan mem...
1.1M 62.5K 84
(Cerita ini sudah ending, jangan lupa follow dan jangan lupa juga dukungannya) Ketika sahabat terbaik mulai merebut suami tercinta dan membunuh anak...
9.4M 1M 60
Air mata terus mengalir deras kala mengingat bagaimana dirinya difitnah dan dipermalukan. Ia telah mengecewakan papanya, dianggap menjijikan oleh sem...