Serafina

By NinsJo

3.7M 397K 22.5K

Dada Sera berdenyut nyeri, seakan tertimpa benda berat tak kasat mata. Pria yang ia cintai selama ini, bertin... More

Blurb
Chapter 1 : Tradimento
Chapter 2 : Accident
Chapter 3 : What happened?
Chapter 4 : Faint
Chapter 5 : Plan
Chapter 6 : Julia Act
Chapter 7 : Debate
Chapter 8 : Bloody
Chapter 9 : Zola and Julia
Chapter 10 : Peeved
Chapter 11 : Diarrhea
Chapter 12 : One room?
Chapter 13 : Absurd
Visual cast
Chapter 14 : Sera vs Julia
Chapter 15 : Geloso
Chapter 16 : Fail
Chapter 18 : Possessed by a spirit
Chapter 19 : Warn
Chapter 20 : Verbal attack
Chapter 21 : Pregnant?
Chapter 22 : Sly
Chapter 23 : Non bene
Chapter 24 : Flashback
Chapter 25 : Same love
Chapter 26 : Caldo
Chapter 27 : Chit Chat
Chapter 28 : Parents in law
Chapter 29 : Jealous
Chapter 30 : Pillow talk
Chapter 31 : 2 months later
Chapter 32 : Pistachio Gelato
Chapter 33 : Hurt
Chapter 34 : Reason
Chapter 35 : Angry
Chapter 36 : Not good
Chapter 37 : Chaotic
Chapter 38 : Suspected
Chapter 39 : A mensa et thoro
Chapter 40 : Separately
Chapter 41 : Problem
Chapter 42 : Scandal
Chapter 43 : 24 weeks pregnant
Chapter 44 : Zola vs Raul
Chapter 45 : A little bit more
Chapter 46 : Distrust
Chapter 47 : Which is actually
Chapter 48 : Love or obsession?
Chapter 49 : Siate felici
Chapter 50 : Va bene
Chapter 51 : Incontra Lukas
Chapter 52 : Lionello
Chapter 53 : L'ultimo
Epilog

Chapter 17 : Ti amo

75.1K 8.5K 472
By NinsJo

Jangan lupa vote 😚

Wajib ramein komen, kalau perlu setiap paragraf komen 😂 biar author semangat update chapter selanjutnya 🔥


Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diingatkan ya 😙

♾♾♾

Mata Sera mengerjap, sedikit menyipit saat cahaya lampu menusuk bola matanya. Pingsannya Sera justru karena mengingat kecelakaan tragis yang pernah ia alami, bagaimana mobilnya dihantam dan terseret kemudian terbalik. Ia bergidik saat tubuhnya remuk redam, kepala seakan ingin pecah dan darah keluar dari banyak sisi.

Sera sungguh tidak ingin lemah, hingga membuatnya terpuruk dan mati untuk kedua kalinya. Ia sudah berganti pakaian, mungkin pelayan yang menggantikannya. Kemudian melirik Zola yang berada di dekatnya.

"Sudah sadar? Apa yang kau rasakan? Perlu dipanggilkan dokter?" Tanya Zola dengan ekspresi khawatirnya.

Sera membisu sejenak, menatap Zola tanpa berkedip. Pria itu duduk dikursi yang diseret ke dekat ranjang, sedang menatapnya. "Kau membatalkan pertemuan?" Tanyanya dengan datar.

Zola mengangguk satu kali, "Tidak mungkin aku pergi, Sera. Kenapa tiba-tiba kau pingsan?"

Sera mengernyit, "Apa hal ini bisa mengubah takdir dimasa lalu?" Tanya Sera dalam hati.

Bukankah dengan tidak hadirnya Zola dalam pertemuan berarti Zola dan Julia tidak tidur dihotel?

Sera menyandarkan punggung pada kepala ranjang. Ada hal yang perlu ia pastikan. "Zola, boleh aku bertanya?"

Zola mengangguk, menatap wajah pucat Sera.

"Tapi kau harus jujur." Ujar Sera kemudian.

Zola mengangkat satu alis, wajah Sera terlihat serius. Tak ayal, ia mengangguk untuk mengiyakan.

"Apa hubunganmu dengan Julia dimasa lalu?" Sera sudah menyiapkan hati dan pikiran, jikalau jawaban Zola menyakitinya— ia yakin bisa menerima dengan lapang.

Mendengar pertanyaan Sera, Zola memundurkan tubuh. Kaget darimana Sera mengetahui hal tersebut.

"Zola?" Entah kenapa pria ini terkejut atas pertanyaannya. Mungkin benar jika Zola memiliki kisah percintaan dengan Julia dan masih berlanjut hingga sekarang.

"Darimana kau mengetahui hal itu?" Tanya Zola dengan penasaran.

"Aku menyelidiki kehidupanmu sebelum menikah." Jawab Sera dengan asal. "Jadi benar?"

"Mama pernah berniat menjodohkanku dengan Julia." Jujur Zola. Kini ia tahu alasan Sera menjaga jarak dengannya. Wanita ini pasti berpikir yang tidak-tidak.

"Kenapa tidak jujur jika kalian pernah memiliki masa lalu?" Tanya Sera kemudian.

"Aku tidak ingin kau berpikir macam-macam." Jawab Zola yang cukup mengenal Sera.

Sera menelan ludah dengan susah payah, "Apa karena aku hubungan kalian berakhir?"

"Ya dan tidak." Singkat Zola menjawabnya.

"Kau mencintainya?" Tanya Sera dengan serius.

Zola menatap netra lawan bicaranya. Sebuah gelengan menjadi jawaban Zola. "Itu hanya rencana perjodohan, hubunganku dengan Julia belum mencapai tahap serius."

"Tidak mencintainya ya?" Ulang Sera sedikit lamat. "Sumpah?" Tambahnya.

"Si, aku tidak pernah mencintai Julia. Sumpah demi apapun." Zola tersenyum samar, bersumpah seperti yang dilakukan anak kecil.

"Tapi Julia mencintaimu." Sahut Sera kemudian.

Zola mengernyit, "Tau darimana?" Selidik Zola.

"Aku hanya menebak." Balas Sera yang tentunya adalah kebohongan.

"Jadi karena pikiran itu yang membuatmu menjauhiku? Tidak mencintaiku lagi?" Selidik Zola menyimpulkan situasi.

"Perlakuanmu pada Julia— selama Julia menjadi pengawalmu. Hal itu yang menggiring opini jika kisah percintaanmu dengan Julia belum usai." Tutur Sera kemudian.

"Perlakuan apa, Sera? Aku biasa saja dengannya." Balas Zola menanggapi. "Kau tau, aku tidak bisa mengganti pengawal sesuka hati kan?"

"Kau bisa menuduhnya, sekalipun dia tidak salah— agar dia diberhentikan." Sera mendengus kesal.

"Aku hanya bersikap profesional, Sera. Apa karena statusku— lantas membuatku bersikap tidak adil? Mencampur-adukkan urusan pekerjaan dengan pribadi?" Zola menanggapinya dengan bijak.

"Jawabanmu semakin membuatku curiga." Sera menyipitkan mata, "Saat ini, kau sedang selingkuh kan dengannya?"

"Untuk apa aku selingkuh? Apa aku sudah tidak waras? Kau melupakan jabatanku? Masyarakat akan menghujatku jika bertindak tidak bermoral seperti tuduhanmu." Tutur Zola panjang lebar.

Sera menegakkan tubuh, menatap Zola dengan lekat dan berekspresi serius. "Zola, tapi sebentar lagi kau menghamili Julia." Ujarnya menggebu dengan nada meninggi.

Zola hampir terjengkang dari posisinya, antara kaget dengan suara tinggi Sera dan tentu saja tidak menyangka jika Sera mengatakan tuduhan itu. Menghamili Julia? Sera yang berstatus istrinya saja belum ia hamili bagaimana mungkin dirinya menghamili Julia?

"Sera, kau benar-benar konyol. Kenapa menuduhku demikian?" Zola menyahuti penuturan konyol Sera.

Sera menggulirkan mata ke arah lain, tidak mungkin mengatakan jika dirinya sudah melewati hari-hari ini sebelum hidup kembali.

"Aku memiliki indra keenam." Celetuk konyol dari Sera.

Zola menatap geli pada Sera. Tidak menghiraukan perkataan konyol Sera barusan. Ia berpindah ke tepi ranjang. Mengusap pipi Sera, "Dasar bayi besar, kenapa kau sering melucu?"

Berada dalam jarak sedekat ini dengan Zola membuat Sera sesak napas. "Kau tidak percaya?"

Zola menggeleng, "Setelah aku mengucapkan kejujuran. Apa itu bisa membuatmu mencintaiku lagi?"

"Apa kau mengharapkan cinta dariku?" Cicit Sera dengan nada pelan.

Zola mengangguk, "Bisakah kau hanya mencintaiku? Tidak menjaga jarak lagi denganku?"

"Kenapa?" Tanya Sera dengan singkat tapi mengandung banyak makna.

"Karena aku menginginkannya." Jawab Zola.

"Kenapa menginginkannya?" Cerca Sera.

"Karena aku mencintaimu." Sahut Zola dengan cepat.

"Kenapa kau mencin...," Sera menghentikan perkataan. Menatap Zola dengan mata cukup membulat.

"Aku serius, Sera." Zola berkata dengan lugas, penuh kemantapan.

Zola mencintainya?

Sera berkedip beberapa kali. Seharusnya ungkapan perasaan Zola tidak pernah terjadi hingga kematiannya, lalu apa ini? Apakah takdir sudah berubah?

"Sera?" Panggil Zola ketika mendapati keterdiaman dari lawan bicaranya.

"Aku belum sepenuhnya berubah, masih cengeng, manja, masih kekanak-kanakan. Bagaimana bisa kau mencintaiku? Jangan melambungkanku jika dikemudian hari kau akan menghempaskanku." Sera menurunkan tangan Zola yang sedang menyentuh pipinya.

Ada alasan kenapa Sera tidak mempercayai pernyataan cinta Zola. Pria itu tidak menyukai sifatnya, jika dirinya belum berubah kenapa bisa Zola melabuhkan hati padanya?

"Saat kau menjaga jarak denganku, tidak lagi bersikap seperti biasanya— aku tidak nyaman dengan perubahanmu. Tentang sifatmu, aku memang masih berharap kau berubah, itu juga untuk kebaikanmu. Namun, aku memiliki sudut pandang yang berbeda— kau terlihat menggemaskan saat bertingkah konyol." Zola berkata panjang lebar.

"Hanya itu?" Sahut Sera.

"Saat melihatmu berinteraksi dengan pria lain, aku merasa cemburu." Zola berkata dengan serius, menatap lekat wajah Sera.

"Cemburu memiliki artian luas, Zola."

"Aku yakin, cemburuku menyangkut perihal percintaan." Jawab Zola dengan mantap.

"Kenapa kau mencintaiku?" Sera meralat kembali perkataannya, "Maksudku, Julia lebih sempurna dariku. Dia kuat, mandiri, tangguh dalam segala hal. Aku justru mengira, Julia adalah seleramu. Seharusnya kau melabuhkan hati padanya kan?"

Zola menatap Sera sedikit menyipit, tidak habis pikir dengan perkataan Sera. "Kau istriku, kenapa aku harus mencintai wanita lain?"

"Karena tujuanmu menikahiku bukan atas dasar cinta!" Balas Sera.

"Tapi aku juga tidak mencintai Julia. Maka dari itu aku tidak keberatan untuk menjalani pernikahan denganmu." Sahut Zola dengan ketenangannya.

Sera termenung cukup lama, benaknya dipenuhi pikiran-pikiran rumit. Apa Zola mengatakan kejujuran? Apa dugaan Lucia yang mengatakan Zola kemungkinan dijebak adalah benar adanya? Dan perkataan Julia kemarin— apa wanita itu hanya membual untuk menghancurkan mentalnya?

Sera bukan cenayang yang bisa membaca pikiran seseorang. Ia perlu menyelidiki hal ini lebih jauh untuk mencari tahu kebenarannya.

"Jika Zola memang tidak berkhianat dan Zola hanya dijebak oleh Julia berarti— "

"Berarti kematianku waktu itu sia-sia? Ini hanya salah paham?" Sera bergelut dengan pikirannya sendiri.

Tentu tujuan utamanya melupakan Zola untuk menghalau segala jenis sakit hati yang akan mendatanginya. Seharusnya Sera juga mencari tahu sejak awal, bukan menunggu pengkhianatan tanpa berupaya apapun untuk menghalangi perbuatan Julia.

Tidak masalah. Takdir juga berubah dengan sendirinya. Hari ini Zola mengurungkan niat untuk pergi ke hotel bertemu dengan kolega. Dan perubahan takdir— pernyataan Zola bahwa pria ini mencintainya, tentu menimbulkan kebahagiaan tidak berperi untuk Sera.

Jika benar Zola hanya korban, ia tidak akan membiarkan Julia menghancurkan pernikahannya. Sebuah kecupan di pipi menyadarkan lamunan Sera.

"Aku belum terlambat kan? Kau tidak serius saat berkata tidak mencintaiku lagi kan?" Tanya Zola dengan wajah penuh harap.

"Zola, maafkan aku."

Zola sendiri seketika menegakkan tubuh, cukup waspada mendengar permintaan maaf Sera.

Berkomitmen dalam sebuah hubungan, yang berarti mencintai wanita— berpotensi terluka dan melukai, itu menjadi salah satu alasan Zola sulit jatuh cinta selama ini. Ia ingin tetap terlihat kuat dan maskulin tanpa menunjukan emosional seperti rentan karena cinta.

Selain hal itu, Zola memiliki tujuan hidup yang kuat sehingga memiliki fase hidup yang berbeda dengan orang di sekelilingnya. Zola memiliki target pencapaian, prioritas utamanya adalah pendidikan setelah itu mengejar cita-citanya. Kemungkinan ia tidak dapat menemukan cinta karena Zola tidak benar-benar mencarinya selama ini.

Dan sekarang, saat dirinya yakin bahwa ia mencintai Sera— melabuhkan perasaan pada wanita yang tepat yaitu istrinya sendiri, sesungguhnya Zola tidak ingin mendengar penolakan.

"Maaf kenapa?" Tanya Zola kemudian.

"Cintaku padamu sudah memudar, Zola. Wajar bukan? Aku mencintaimu sudah sejak lama, tidak sekalipun kau membalas cintaku. Jika memang kau mencintaiku..," Sera menjeda perkataan, memikirkan kalimat yang tepat.

Sera melanjutkan perkataan, "Jika memang kau mencintaiku, berusahalah untuk mengembalikan rasa cintaku padamu. Jika kau menyerah, kau bisa men...,"

"Aku akan berusaha membuatmu jatuh cinta lagi padaku." Sela Zola dengan cepat.

Jika Sera hanya memberi syarat demikian, tentu Zola tidak keberatan karena Sera sudah memperjuangkan dirinya sejak lama. Tidak mengapa jika keadaan berbalik, ia akan memperjuangkan Sera— mempertahankan komitmen pernikahan dengan menghadirkan cinta darinya untuk Sera begitu pula sebaliknya.

Dalam hati, Sera bersorak gembira— mungkin jika tidak ada Zola disini, ia akan mengekspresikan kebahagiaan dengan meloncat girang atau bersalto ditempat tidur.

Sera membeku ketika Zola mencium pipinya cukup lama.

"Kau sudah memberiku kesempatan, aku harap kau tidak berdekatan dengan pria lain selama aku memperjuangkan cintaku padamu. Mengerti, Sera?" Zola berkata disela ciumannya, tentu dengan aksen sedikit penuh penekanan.

Sera istrinya, miliknya. Hanya dirinya yang berhak menyentuh Sera. Zola akan memastikan hal tersebut.

***
T.B.C

🔥 Babang Zola mulai posesif euy 😆

🔥 Author cuap-cuap sedikit nih. Banyak yang gedek ama si Sera ya kayanya 😂 anw, sejauh ini emang Sera hanya salah paham. Sera pernah ngrasain sakit hati dan kecelakaan nih ya. Begitu hidup kembali, Sera mikirnya ya Zola emang mencintai Julia. Jadi Sera cuma berusaha mengalihkan pikiran, melunturkan rasa cintanya, membentengi diri supaya tidak mengalami sakit hati lagi saat pengkhianatan Zola tiba.

Dari awal emang Zola sok misterius kan...gak jujur tentang masa lalunya sama Julia. Jadi Seranya udah pasrah, mau dihalangi bagaimanapun...mikirnya Zola dan Julia saling cinta.

Untuk karakter Sera sendiri, author juga baru kali ini bikin karakter kek Sera 🤦🏻‍♀️ cukup menguras emosi juga sih, gimana caranya agar karakter konyol Sera ini mendominasi di cerita ini. Di real pun ada juga kan yang begini? Berpikir tidak selalu rasional cenderung nethink, cengeng dll. Kenapa di WP harus dituntut sempurna, pemeran utamanya tangguh dan tidak lemah? 😂

🔥 Btw jangan lupa vote dan komen ya 😚 makasih.

Continue Reading

You'll Also Like

9.4M 1M 60
Air mata terus mengalir deras kala mengingat bagaimana dirinya difitnah dan dipermalukan. Ia telah mengecewakan papanya, dianggap menjijikan oleh sem...
131K 5.1K 58
Alicea Lovez wanita yang di perkirakan sudah meninggal satu tahun yang lalu, akibat kapal pesiar yang di datanginya untuk mengikuti acara Amal intern...
3.2M 47.3K 31
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
3.4M 365K 61
Di akhir kehidupannya, Nara sangat menyesal telah meragukan Isaac dan lebih memilih George yang menghancurkannya tanpa sisa. Merebut hartanya dan mem...