Serafina

By NinsJo

3.7M 397K 22.5K

Dada Sera berdenyut nyeri, seakan tertimpa benda berat tak kasat mata. Pria yang ia cintai selama ini, bertin... More

Blurb
Chapter 1 : Tradimento
Chapter 2 : Accident
Chapter 3 : What happened?
Chapter 4 : Faint
Chapter 5 : Plan
Chapter 6 : Julia Act
Chapter 7 : Debate
Chapter 8 : Bloody
Chapter 9 : Zola and Julia
Chapter 10 : Peeved
Chapter 11 : Diarrhea
Chapter 13 : Absurd
Visual cast
Chapter 14 : Sera vs Julia
Chapter 15 : Geloso
Chapter 16 : Fail
Chapter 17 : Ti amo
Chapter 18 : Possessed by a spirit
Chapter 19 : Warn
Chapter 20 : Verbal attack
Chapter 21 : Pregnant?
Chapter 22 : Sly
Chapter 23 : Non bene
Chapter 24 : Flashback
Chapter 25 : Same love
Chapter 26 : Caldo
Chapter 27 : Chit Chat
Chapter 28 : Parents in law
Chapter 29 : Jealous
Chapter 30 : Pillow talk
Chapter 31 : 2 months later
Chapter 32 : Pistachio Gelato
Chapter 33 : Hurt
Chapter 34 : Reason
Chapter 35 : Angry
Chapter 36 : Not good
Chapter 37 : Chaotic
Chapter 38 : Suspected
Chapter 39 : A mensa et thoro
Chapter 40 : Separately
Chapter 41 : Problem
Chapter 42 : Scandal
Chapter 43 : 24 weeks pregnant
Chapter 44 : Zola vs Raul
Chapter 45 : A little bit more
Chapter 46 : Distrust
Chapter 47 : Which is actually
Chapter 48 : Love or obsession?
Chapter 49 : Siate felici
Chapter 50 : Va bene
Chapter 51 : Incontra Lukas
Chapter 52 : Lionello
Chapter 53 : L'ultimo
Epilog

Chapter 12 : One room?

72.2K 7.7K 182
By NinsJo

Jangan lupa vote 😚

Wajib ramein komen, kalau perlu setiap paragraf komen 😂 biar author semangat update chapter selanjutnya 🔥


Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diingatkan ya 😙

♾♾♾

Zola masuk ke dalam kamar Sera yang kebetulan tidak tertutup. Menatap Sera yang sedang memusatkan perhatian pada sebuket bunga. Zola berdehem.

Sera menoleh, mendapati Zola berdiri tidak jauh darinya. "Ada perlu apa? Aku sudah tidak menangis lagi. Kau tidak perlu mengusap-usap kepalaku seperti malam sebelumnya."

"Bunga dari siapa?" Zola tidak menjawab perkataan Sera, justru bertanya hal lain.

"Dari anak-anak yang berada di kamp." Jawab Sera. Kertas yang terselip pada bunga tertulis ini dari anak-anak Kamp, mereka juga mendoakannya agar segera sembuh dan kembali mengajar mereka.

Zola menarik sudut bibir, "Anak-anak kamp? Jika memang dari mereka, seharusnya mereka memberikan gambar atau tulisan tangan untuk mengungkapkannya, bukan bunga seperti itu."

Sera menjadi relawan baru satu hari, tidak mungkin bisa menarik simpati anak-anak secepat ini. Zola perkirakan, pemberian bunga itu hanya akal-akalan Raul yang berharap Sera segera kembali ke kamp. Entah apa yang di rencanakan pria itu selanjutnya.

"Terserah kau saja!" Ketus Sera. "Kau memang tidak bisa menghargai orang lain!" Ia membuang muka.

"Kenapa marah? Aku hanya berpendapat."

Zola lantas mengusap perban Sera, "Bagaimana lukamu?"

"Jauh lebih baik!"

Zola duduk di sofa yang berada di hadapan Sera. "Kenapa akhir-akhir ini kau selalu bernada tinggi jika berbicara denganku, Sera?"

"Hanya perasaanmu." Sera menjawabnya singkat.

Zola menyilangkan satu kaki, menatap Sera dengan tenang. "Jika ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman, kenapa harus memendamnya? Kau bisa membicarakannya denganku."

Sera menatap Zola, diam sejenak sebelum berkata. "Apa rencanamu tentang pernikahan kita?" 

Zola mengernyit, tidak menyangka jika Sera bertanya demikian. "Apa yang kau harapkan?" Zola justru memberi Sera pertanyaan.

"Aku yang bertanya duluan."

"Aku tidak tau. Aku hanya mengikuti takdir yang sudah di gariskan oleh Tuhan." Balas Zola.

"Kau terlihat santai." Sera tersenyum sinis.

"Apa perubahanmu akhir-akhir ini karena hingga sekarang aku belum menyatakan cinta padamu?"

Sera mengibaskan tangan, "Aku tidak mengharapkannya lagi."

"Kenapa?" Tanya Zola menelisik Sera. Sifat hangat dan lembut yang selalu Sera tunjukkan padanya menguap entah kemana. Sera juga tidak mengharapkan balasan cinta darinya lagi.

"Cinta tidak bisa dipaksakan." Lirih Sera seraya membuang muka.

"Memang, tapi aku sudah berjanji akan mencintaimu." Sahut Zola menanggapi.

"Tidak perlu berjan...," Perkataan Sera terpotong.

"Sera...??"

Zola dan Sera menoleh ke arah pintu. Mata Sera membelalak melihat orang tuanya datang ke kamar ini. Zola dan Sera saling berpandangan sejenak.

"Sera, astaga—" Amanta memiringkan kepala Sera ke kanan dan ke kiri.

"Akhh, Ibu." Rintih Sera ketika Amanta menekan-nekan perban di pelipisnya.

Zola memeluk Mario kemudian mempersilahkannya untuk duduk.

Setelah Amanta kini giliran Mario yang mengamati wajah Sera. Sepertinya keadaan Sera baik-baik saja kecuali pelipis.

"Kenapa tidak memberitahu kami?" Mario menatap Zola dan Sera bergantian.

Mario dan Amanta datang kemari setelah mengetahui keadaan Sera justru dari berita. Di berita tersebut juga terdapat foto Sera dengan darah yang membasahi wajah. Sebagai orangtua tentu mereka panik.

"Ini hanya luka kecil, Ayah. Berita yang beredar terlalu berlebihan." Sera menjawab perkataan Mario.

Zola yang mendengar Sera berkata hanya luka kecil, tertawa dalam hati. Luka kecil tapi wanita itu selalu menangis beberapa hari ini. Ia sudah berniat mengabari orangtua Sera, tapi Sera melarangnya.

"Luka kecil?" Ulang Mario.

"Hanya empat jahitan." Balas Sera.

"Setelah menikah sepertinya sifatmu berubah." Ujar Amanta yang mengetahui bagaimana sifat anaknya.

Sera bersandar pada Mario yang berada di sebelahnya. Mario pun merangkul Sera seraya mendaratkan kecupan di puncak kepala Sera.

"Kenapa bisa terluka? Apa karena kecerobohanmu, Amore?" Tanya Mario. Berita tidak menyebutkan dengan pasti apa yang menjadi penyebab putrinya terluka.

Sera dan Zola saling melirik dan Sera memberi kode agar tidak mengatakan yang sebenarnya pada Mario dan Amanta.

"Aku terpeleset, Ayah." Ujar Sera kemudian.

"Lain kali hati-hati." Sahut Amanta menasehati Sera.

"Zola, jika kejadian seperti ini terulang lagi— segera kabari aku." Mario berkata pada Zola.

"Baik." Jawab Zola dengan sopan.

"Kenapa bonekamu kau bawa kemari?" Celetuk Amanta, menatap boneka besar milik Sera yang berada di tengah ranjang.

"Itu boneka kesayanganku, Ibu." Jawab Sera.

Mario mengecup kembali puncak kepala Sera. Boneka itu adalah pemberian darinya saat ulang tahun Sera ke-10.

"Kalian seperti tidur bertiga." Amanta tertawa kecil.

Sera tertawa bodoh, "Bertiga apanya, justru hanya boneka itu yang menjadi teman tidurku setiap malam." Jawabnya dalam hati.

"Suamiku, besok hari minggu— bagaimana jika malam ini kita menginap disini?"

Mario menoleh cepat pada Amanta. Sedangkan Amanta sendiri melirik Zola dan Sera.

Mendengar perkataan Amanta tentu saja membuat mata Sera membulat sempurna. Jika mereka menginap, bagaimana jika mereka tahu dirinya dan Zola tidur di kamar terpisah?

Sera dan Zola hanya saling pandang. Zola sendiri jauh lebih tenang dibandingkan Sera.

"Ibu, kamar tamu tidak pernah digunakan— pasti banyak debu yang menempel." Sera tersenyum kaku.

"Tidak masalah." Amanta memberi kode Mario melalui mata agar suaminya diam dan mengikuti keinginannya.

Sera mendesah dalam hati, ia kembali melirik Zola. Pria itu tidak terpengaruh, terlihat santai dengan gaya anggunnya— duduk tegap dan menyilangkan satu kaki.

"Ayo, antarkan kami ke kamar." Pinta Amanta pada Sera.

Amanta berjalan ke arah ranjang, mengambil boneka teddy bear berukuran 2 meter yang berada di tengah-tengah ranjang. "Ibu bawa ya?"

"Untuk apa, Ibu?" Sera mendekat, ingin mengambil bonekanya dari dekapan Amanta.

Amanta memukul tangan Sera, "Kau sudah bersuami, untuk apa masih bermain boneka..!?"

Sera mendengus, ranjangnya akan terlihat memprihatinkan tanpa keberadaan boneka itu. Amanta menggandeng tangan Sera, keluar dari kamar dengan membawa boneka Sera.

Mario dan Amanta menempati kamar tamu di lantai dasar.

"Kembali ke kamarmu sana." Amanta mengusir Sera.

Sera menatap nanar boneka besarnya yang sekarang berpindah ke ranjang yang akan di tiduri Mario dan Amanta. Sera mengecup pipi orang tuanya sebelum keluar. "Selamat malam."

"Kenapa harus menginap disini?" Mario bertanya pada istrinya setelah Sera keluar.

"Aku curiga— Zola dan Sera tidur dikamar terpisah. Kamar tadi hanya terisi barang-barang Sera." Ujar Amanta menyampaikan alasannya.

"Itu hanya perasaanmu." Balas Mario.

Sera kembali menaiki tangga, masuk ke dalam kamar. Melihat sosok Zola di sofa sedang bermain ponsel. Pria itu mengenakan piyama satin berwarna hitam, rambut tidak tersisir rapi seperti saat pria itu akan berangkat berdinas.

"Kau—" Sera berdehem kecil, "Kau tidur disini?" Tebak Sera.

Zola menoleh lalu mengangguk, "Kau juga tidak ingin orang tuamu tau— kita tidur dikamar terpisah kan?"

Sera tersenyum kaku, "Tidak perlu tidur di kamarku. Orang tuaku tidak akan kemari."

Zola menyipitkan mata, "Suami istri memang sudah sepantasnya tidur satu ranjang. Tapi kau yang meminta untuk tidur di kamar terpi...,"

"Itu karena kau belum mencintaiku!" Selanya.

Sera membalikkan badan menuju kamar mandi. Di dalam sana, Sera berjalan mondar-mandir seraya menggigit ibu jarinya. Bisa gawat jika satu ranjang dengan Zola.

Sesuai kesepakatan dari Sera, mereka akan tidur satu kamar jika Zola sudah mencintainya. Kali ini berbeda. "Bagaimana jika pria itu menyentuhku?" Sera di landa kecemasan.

Sera teringat perkataan Lucia, jika pria dan wanita tidur satu ranjang, tidak menutup kemungkinan timbul percikan gairah dan dorongan melakukan keintiman.

Benak Sera sedang membayangkan jika Zola tiba-tiba berhasrat. Perlahan pria itu memeluknya, menciumnya, lalu dirinya terbuai dan keduanya melakukan hubungan intim. Sera menggeleng cepat.

Bukankah melakukan hal itu pertama kali akan terlalu membekas di ingatan? Kata orang akan sulit melupakan pria yang mengambil kesucian pertama kali. Sera yakin akan semakin sakit hati jika Zola sudah mendapatkannya, lalu meninggalkannya suatu hari nanti.

***
T.B.C

🔥 Bagaimana dengan part ini bestie?

• Satu kata untuk Sera 👉🏻

• Satu kata untuk Zola 👉🏻

🔥 Terus ikuti kelanjutan "Serafina" Jangan lupa vote dan komennya ya? Itung-itung mengapresiasi jerih payah author 😉

Makasih, sehat dan bahagia selalu untuk kalian..

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 90.5K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
3.8M 246K 77
Selama 28 tahun hidup, Rene sama sekali tidak memiliki pikiran untuk menikah apalagi sampai memiliki anak. Dia terlalu larut dengan kehidupannya yang...
5.9M 595K 63
Seorang wanita dari masa depan tidak sengaja memasuki jiwa seorang Selir Agung. pada masa lalu. Diketahui sosok Selir Agung, adalah orang yang sangat...
2.4M 35.8K 49
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...