Heartbeat

By ameiranou

146K 6.5K 218

"Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang m... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Epilog

Chapter 35

1.6K 78 3
By ameiranou

Ares datang meletakkan dua kresek bening berisi empat kotak makanan dan minuman. Lantas duduk di sofa yang terdapat Daniel yang tengah tiduran seraya bermain gitar. Cowok itu melonggarkan dasi, membuka satu kancing teratas seragamnya kemudian bersandar dan menghela nafas.

"Lo ngapain beli empat? Cuma kita berdua." Daniel menaikkan kedua alisnya saat tadi sempat melirik apa yang Ares bawa.

"Halah, kalau sisa biar gue aja yang makan," jawab Ares acuh lalu segera membuka satu kotak makan dan langsung memakannya. Daniel belum berminat, cowok itu hanya menggelengkan kepalanya dan kembali memetik gitar.

"Res?" panggil Daniel saat ia tiba-tiba teringat akan satu hal.

"Apwa?" jawab Ares dengan mulut penuh makanan. Daniel meletakkan gitar, lalu bangkit duduk dan mencari keberadaan ponselnya. Usai mendapatkannya, ia sempat mengotak-atik sebelum akhirnya menaruh tepat di hadapan Ares.

Ares menaruh makanannya, berganti menggenggam ponsel Daniel dan mengeryit membaca sebuah pesan yang dikirim oleh orang tidak dikenal. Ia menatap Daniel yang menunggu respon darinya.

"Orang iseng, maybe." Ares menjawab acuh, kembali mengambil makanan dan mulai memakannya.

"Res? Gini doang respon lo?! Orang ini ngasih peringatan gue, seakan-akan dia punya dendam." Daniel menjelaskan, ketika respon Ares malah santai saja.

"Ya terus gue kudu gimana, Niel? Orang iseng, dah lah. Kayak nggak tau jaman sekarang aja. Ujung-ujungnya minta imbalan, halah tai." Ares bersungut, berdecak pelan memasukkan satu sendok penuh makanan dengan kasar.

"Masalahnya gue yakin orang ini ada hubungannya sama kecelakaan gue waktu itu."

"Lah, bukan berarti mereka orang yang sama," jawab Ares santai. Ia menegak minuman lalu mendesah lega. Setelahnya ia melirik Daniel yang sudah memasang tampang kesal. "Kenapa lo bisa mikir mereka satu orang?"

"Abis pulang dari sini, di jalan gue ketemu orang. Gue masih inget kalau motor yang dipake itu motor yang pernah nabrak gue, Res---"

"Terus cuma karena itu lo nyimpulin mereka orang yang sama?"

"Ares anjing! Gue nggak bakal mikir kayak gini kalau aja setelah nabrak gue dia minta maaf, bukannya nantangin kayak nggak punya adab!" sarkas Daniel kelewat kesal saat Ares dengan cengiran menyebalkannya asal menyela dan menyimpulkan.

"So, setelah nabrak lo, dia malah sok nantang gitu? Makannya lo curiga orang misterius itu masih satu orang, sama yang nabrak lo?"

"Hm," jawab Daniel malas.

"Ya, sorry gue tadi fokus makan." Ares kembali menyengir, lalu menutup makannya karena ia lebih tertarik dengan cerita Daniel. "Lo kepikiran gimana?"

"Untuk saat ini jangan cerita siapa-siapa. Gue kepikiran biangnya orang terdekat kita."

"Termasuk Erick sama Theo?"

"Theo lemes. Kalau Erick, lo sendiri tahu akhir-akhir ini keadaannya lagi nggak baik."

"Oke, jadi ... orang yang lo curigai pertama?"

"Altair!"

"ANJIR!" Ares refleks mengumpat, membuat kerutan di dahi Daniel. "Gabut banget idup Altair ngerecokin lo? Yang ada selama ini lo aja yang suka cari masalah sama dia."

"Bisa aja!"

"Kalau gitu gue nggak ikut penyelidikan. Gila aja, Altair cowok mager yang kerjaannya cuma baca buku lo curigain!"

"Ya terus?" tanya Daniel kembali berpikir.

"Cowok yang lo bilang suka sama pacar lo," ucap Ares membuat Daniel mengingat-ingat siapa yang dimaksud Ares.

"Maksud lo, Nevan?"

Ares mengendikkan kedua bahunya. "Maybe."

***

"Daniel aku malu," lirih Nara saat Daniel akan menggandengnya masuk ke tempat acara. Daniel mengeryit, menatap dengan seksama penampilan Nara. Kenapa malu? Padahal malam ini Daniel akui Nara sangat cantik. Sebuah gaun hitam pemberian Rita waktu itu melekat di tubuh kecilnya, begitu juga dengan rambut yang disanggul rapi. Awalnya, Daniel sampai tak berkedip melihat penampilan Nara. Belum lagi make-up tipis namun menurut Daniel sudah cukup cantik untuk Nara.

"Kenapa malu? Lo nggak belepotan tai kebo, kok." Daniel menyeletuk santai berhasil membuat Nara berdecak kesal.

"Aku serius, Daniel ...."

"Iya, gue juga serius. Kalau lo ... cantik." Ada penurunan nada di akhir kalimat. Setelah itu Daniel membuang muka. Argh, kenapa malah ia malu sendiri? Lantas ia menoleh pada Nara yang ternyata juga menatapnya. Daniel semakin malu, untung di sini cahaya tidak begitu terang sehingga Nara tidak akan melihat semburat warna merah di pipi Daniel. Cowok itu berdeham, menetralkan suara sebelum setelahnya dengan wajah datar menarik tangan Nara agar lebih dekat.

"Ayo, masuk!" ajaknya setengah memaksa.

Mereka berjalan beriringan, dengan tangan Daniel yang menggenggam lengan Nara---tidak seperti pasangan lain yang saling mengapit tangan atau menggenggam tangan.

"Daniel, di sini banyak orang berpakaian formal. Aku ... gugup." Nara berbisik cukup dekat, hingga berhasil membuat Daniel bergidik karena lehernya geli. Ia melirik tajam Nara yang berjinjit padanya. "Maaf," ucap Nara lirih saat melihat Daniel mulai kesal.

"Namanya juga acara kantor. Tamunya ya rekan Papa gue, lah. Ya kali anak Cakrawala gue suruh ke sini semua." Nara merenggut kesal, tapi tak urung menggandeng tangan Daniel. Bukan agar seperti para tamu yang datang berpasangan, tapi lebih karena Nara yang gugup dan ... minder.

Mereka menyapa dengan senyum tipis ke arah para tamu yang tak sengaja berpapasan. Lebih tepatnya hanya Nara yang tersenyum, sedangkan Daniel hanya memasang tampang biasa saja, tidak datar tidak juga ramah. Keduanya terus melangkah hingga sampailah di depan dua orang yang menjadi peran utama dalam acara malam hari ini---Rita dan Tama. Nara langsung menyalami keduanya. Ini adalah kali pertama Nara bertemu dengan Rita, kesan pertama untuk wanita ini adalah keramahannya. Wanita itu tersenyum saat Nara mencium tangannya dan tanpa aba-aba langsung memeluk Nara. Jujur, Nara sempat berjengat kaget. Tapi, keramahan ini berbanding terbalik dengan sikap datar Tama. Walaupun pria ini memberi sebuah senyum, tetapi hal itu tidak bisa menutupi aura dominan dari pria yang menyandang gelar ayah Daniel ini.

"BUNDA!"

Ada suara dari arah lain yang membuat beberapa orang disekitar langsung menoleh ke arah sumber suara. Daniel, Tama, dan Rita hanya bisa menggeleng pelan dengan tingkah Dania. Sebaliknya, dua perempuan itu tengah saling tatap seolah saling menerka-nerka.

"Daniel ... dia bukannya anak Cakrawala, juga?" tanya Nara pelan seraya menoleh dan sedikit mendongak ke arah Daniel yang terkesiap.

"Eh?"

"Aku sering liat dia di perpus, baca buku." Daniel melupakan satu fakta, bahwa dua perempuan yang sekarang saling berhadapan-hadapan ini sama-sama suka menghabiskan waktu hanya untuk duduk diam di perpustakaan dengan mata tidak lepas dari buku.

Daniel mendesah, sudah terlanjur mau bagaimana lagi? Kalaupun Dania marah, ini kan inisiatif bunda yang ingin Daniel mengajak Nara datang.

"Kalian pasti sudah saling mengenal, kan? Daniel pasti sudah mengenalkan Dania di awal kalian pacaran." Rita tersenyum lalu mengusap lengan putrinya yang menunduk menghindari tatapan Nara.

Tidak lama, Tama dan Rita pamit untuk menyapa tamu undangan. Sekarang, tinggal Nara, Daniel, dan Dania yang langsung melirik Daniel sinis.

"Nggak usah gitu, Nara ke sini juga karena permintaan Bunda," ujar Daniel kemudian membuang muka.

"Em ... ma-maaf, Dania. Apa kamu nggak nyaman dengan kehadiran aku?" Nara cukup sadar dari ekspresi yang Dania tunjukkan saat tadi melihat dirinya. Ditambah lagi tatapan sinis yang ia berikan pada Daniel seolah menggambarkan kekesalan karena Daniel telah mengajaknya kemari.

"Lo ngomong apa, sih? Nggak usah digubris nih, anak." Daniel menggenggam tangan Nara erat, berniat membawanya pergi. Tapi sebelum itu, Daniel sempat menatap tegas adiknya. "Seperti yang gue bilang waktu itu, lo bisa percaya sama dia."

Selanjutnya Daniel membawanya menjauh, lebih tepatnya ke tempat jamuan. Cowok itu pergi lalu tak lama kembali dengan piring penuh makanan. Saat Nara bertanya kenapa Daniel mengambil makanan sebanyak itu, dengan santainya dia menjawab kalau makanan ini untuk mereka berdua. Hitung-hitung hemat air dan sabun cuci piring. Huft ....

"Daniel, boleh aku tanya sesuatu?" Nara membuka pembicaraan di tengah mereka melakukan acara makan. Lebih tepatnya hanya Nara yang paling banyak makan atas titah Daniel, sedangkan Daniel hanya sesekali membuka mulut di hadapan Nara, meminta Nara menyuapinya.

"Apa?"

"Dania ... nggak suka sama aku?"

Daniel menghela napas, dia minum sebelum menatap Nara. "Bukan nggak suka, lebih tepatnya merasa terancam."

"Hah? Aku nggak bakal apa-apain dia, kok."

"Nggak gitu, Dania emang aneh. Disaat seharusnya dia bangga jadi adik gue, dia malah pengen semua orang nggak tau tentang hubungan gue sama dia. Padahal---"

"Kalau aku jadi Dania, aku bakalan milih jalur itu juga. Sekolah pasti nyaman tanpa jadi pusat perhatian."

Daniel mencebik, lalu mendengus kesal. "Dasar perempuan, pemikirannya aneh."

Setelah pembicaraan singkat itu, bisa-bisanya Daniel membuka mulut di hadapan Nara, kode meminta disuapi. Menghela napas, Nara mengacungkan satu sendok berisi makanan di depan Daniel.

Beberapa menit keduanya terlibat keheningan. Hanya saling menikmati makanan sesekali memperhatikan sekitar. Ngomong-ngomong, ini adalah acara Tama sebagai bentuk perayaan atas keberhasilan perusahaannya, dan juga sebagai penanda kalau Tama dan Rita sudah berbaikan. Itu kata Daniel.

"Kak Daniel?"

Keduanya menoleh ke arah gadis bergaun mewah yang berjalan mendekat. Nara mengeryit karena merasa asing. Namun mendengar helaan napas kasar dari Daniel membuat Nara tahu jika pasti Daniel jengah dengan kedatangan gadis itu yang tiba-tiba.

"Kita bertemu di sini, apa suatu kebetulan?"

"Nggak!" jawab Daniel cepat sedikit ngegas. Daniel memang tidak merasa bertemu, Marisa saja yang datang ke acara papanya. Ia berdecak saat merasakan senggolan siku Nara di tubuhnya, perempuan itu memberi tatapan peringatan soal jawaban Daniel yang memang tidak sopan.

Marisa masih bisa tersenyum saat Daniel memberi jawab ketus, karena ia tahu sifat Daniel yang orang bicarakan seperti apa. Namun, ketika tatapannya beralih ke arah Nara yang mengusung senyum padanya, barulah Marisa meleburkan senyumnya.

"Hai," sapa Nara lebih dulu, namun hanya sebatas anggukan yang Marisa berikan.

Marisa mengambil duduk di sisi Daniel, lalu memandang Daniel dengan senyum manis. "Kak Daniel kok bisa di acara ini?"

"Ya, kenapa? Lo pikir cowok nakal kayak gue nggak seharusnya di sini, iya?"

"Daniel ...." peringat Nara dengan suara pelan. Marisa bertanya baik-baik, tapi jawaban Daniel sungguh di luar dugaan.

Dan yang membuat Nara menggeleng tidak percaya adalah senyum Marisa yang sama sekali tidak pudar. Apa perempuan ini tidak merasa sakit hati?

Setelah itu hening, seseorang mengantar makanan untuk Marisa. Jadilah mereka bertiga makan bersama. Sesekali Marisa melirik ke arah dua pasangan yang saling suap-menyuap. Jujur, ia kesal.

Daniel melirik handphonenya ketika sebuah notifikasi pesan terdengar. Ia mengeryit mendapati nomor asing, dan rahangnya mengetat saat membaca pesan yang orang itu kirimkan.

Bagus kalau lo mulai waspada sama apa yang gue peringatkan. Hari ini lo boleh seneng-seneng. Tapi setelahnya lo harus siap, bisa bokap, nyokap, adik, atau pacar lo yang gue incer.

Inget nama gue, Sam.

TBC

Halo semuaaa, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan ✨✨

Arghh, hampir 3 mingguan ga update, kangen banget 😖

Maaf ya, aku sempet sakit, ga buka wattpad samsek🤧

Jangan lupa vote dan komen ya...

Dan jangan lelah menunggu untuk update berikutnya, hehehe😼

Byebye 🖤


Continue Reading

You'll Also Like

10.4M 534K 59
(Dibuat dan dipublish pertama kali pada : 2016) Nathaniel Derlanova Tanubrata Kalau kebanyakan bad boy suka gonta-ganti cewek, bad boy dingin yang sa...
46.5K 846 8
-: Vacelkio zaylska hanggara Aku tidak akan pernah ragu lagi untuk menggenggam tangan ini, -: Veracela kinnia hanggara Aku janji aku juga tidak akan...
1.1M 3K 1
Katara Zello Arlantarla, seorang pembully nomor 1 di STRITA harus mengklaim Hatisa Zelli Malidra-Si cewek matre menjadi kekasihnya demi membalaskan d...
559K 38.1K 60
Selamat membaca semoga suka -Mendapatkan dan pertahankan- Advines Prakarsa. Lelaki dingin pemilik tatapan tajam seperti elang yang hobinya bolos seko...