Heartbeat

By ameiranou

146K 6.5K 218

"Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang m... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Epilog

Chapter 32

1.5K 81 0
By ameiranou

Hallo hai, pakabar

Jangan lupa klik vote dan komen

Selamat malam Rabu

***

Kedatangan Daniel di sekolah cukup menjadi berita hangat sejak pagi hari usai hilangnya dia selama seminggu, bahkan teman sekelasnya tidak tahu keberadaan Daniel yang tidak masuk tanpa memberi kabar. Sama seperti sebelumnya, meski sosok Daniel tak lepas dari penilaian yang buruk, nyatanya kharisma serta ketampanan cowok itu tetap menjadikannya idaman hingga kedatangannya mampu membuat para perempuan terpesona---setidaknya itu yang Daniel pikirkan ketika tadi pagi para siswi kaget melihat ia berjalan santai di koridor.

Dan sekarang, di sebuah ruangan yang menurut sebagian siswa pengap, Daniel berada. Ia duduk dengan santai, sedikitpun tidak terusik oleh tatapan tajam yang dilayangkan Bu Novi.

"Sekali lagi saya tanya, seminggu ini kamu ke mana?"

"Nggak masuk!"

Bu Novi mendesah. "Alasannya?"

"Lagi males sekolah," jawab Daniel asal.

"Saya tanya serius, Daniel. Beri alasan yang benar."

Daniel tak menggubris, cowok itu malah bangkit berdiri membuat Bu Novi mendongak mengerutkan kening kebingungan.

"Kalau begitu alasannya lain kali, saya belum menemukan alasan yang benar sesuai keinginan Bu Novi," ucap Daniel dengan senyuman tipis. "Saya permisi, Bu."

Daniel hanya mendengar helaan nafas panjang, namun tidak mengurungkan langkahnya untuk keluar dari ruang bimbingan konseling. Di depan ruang konseling yang berhadapan dengan taman, ada Dania yang berdiri menunggunya. Daniel berjalan mendekat, menaikkan satu alisnya bertanya ada apa gerangan gadis itu ke mari.

"Kak Daniel ...." Belum sempat Dania menyelesaikan ucapannya, suara isakan lebih dulu keluar diikuti air mata yang luruh di pipinya. Daniel yang tak tega menyempatkan diri melirik suasana sekitar sebelum akhirnya memeluk tubuh kecil adiknya. "Kak Daniel ke mana seminggu ini?" tanyanya serak.

Mengingat kali terakhir ia melihat kakaknya dalam keadaan yang tidak baik, bohong jika Dania mengatakan tidak khawatir. Bahkan Rita ikut uring-uringan, wanita itu baru akan tenang saat Daniel menjawab pesannya mengatakan jika dirinya baik-baik saja.

"Kak Daniel tinggal di mana?" tanyanya sekali lagi dalam dekapan Daniel.

"Tinggal di rumah Nara."

Dania langsung melepaskan pelukannya, mengusap kedua pipinya yang basah dan menatap Daniel menyelidik. "Kak Daniel nggak bohong?"

"Tanya langsung aja sama Nara," jawab Daniel acuh. Jelas Dania tak akan mau, itu sama saja membuka kedoknya di depan Nara. "Nggak ada salahnya bilang kalau lo adik gue ke Nara. Gue bisa jamin dia nggak bakal ember!" ucap Daniel ketika melihat ekspresi tidak enak Dania.

Dania tidak menjawab, dia malah mengalihkan topik. "Kak Daniel nggak pulang? Kasian Bunda kepikiran terus."

Daniel tersenyum miring. "Bilang aja kalau lo kangen sama gue." Sejujurnya Daniel juga sama, rindu pada ibunya, adiknya, dan juga ... ayahnya. Daniel mendesah panjang, mengacak rambut Dania membuat gadis itu manyun. "Sana masuk kelas!" titah Daniel yang langsung diiyakan Dania.

Sepeninggal Dania, Daniel berniat ke kelasnya. Koridor di jam istirahat memang cukup ramai. Namun, semua langsung menyingkir ketika Daniel lewat, mereka benar-benar tidak ingin mencari masalah. Di tengah jalan, Daniel menghentikan langkah. Suatu hal ada yang menarik perhatiannya. Ia berdecak kala memperhatikan dengan teliti, dua orang itu tak lain adalah Nara dan Altair.

"Bilangnya nggak suka, tapi masih aja deketin," gumam Daniel geram.

Di lain posisi, kedua orang itu bertemu untuk saling menukar buku yang memang sudah direncanakan. Altair tersenyum menerima buku pemberian Nara, membaca judul itu sekilas lalu membaliknya untuk membaca sinopsisnya.

"Rekomendasi lo selalu bagus, gue suka." Nara tersenyum salah tingkah. Ini yang disukai Altair kan, bukunya, bukan dirinya.

Cowok bersetelan rapi yang duduk di samping Nara itu mulai membuka tiap lembar buku. Nara memperhatikannya dengan seksama. Gerakannya begitu tenang dan sopan, sama sekali Nara tak menemukan gerakan Altair yang kasar. Hingga dalam kesibukan mengamati Altair, Nara mengeryit ketika menemukan benda janggal tapi tak asing baginya.

"Kenapa?" tanya Altair saat Nara memperhatikan tangannya dengan kening berkerut. Altair mengikuti arah pandangan Nara, menurutnya tidak ada hal aneh di tangannya.

"Gelang itu ..." Tunjuk Nara pada gelang berbandul jangkar yang melingkar di pergelangan tangan Altair. "Punya kamu?"

Altair yang berganti mengeryit, lalu terkekeh. "Gue pake, berarti punya gue, Nara."

"Bukan itu maksud aku." Nara menggeleng semakin membuat Altair kebingungan. "Kamu cowok yang pake hoodie hitam, itu? Kamu pernah tanya nama aku waktu aku lagi di duduk di trotoar jalan, iya kan?"

Nara tersenyum manis, pikiran pendeknya sudah berharap jika lelaki berpakaian serba hitam yang pernah mendatanginya di jalan sehabis hujan itu adalah Altair. Namun, gelengan dari Altair memupuskannya.

"Sorry, Nara. Gue nggak bisa jamin gelang ini cuma gue yang punya," ucap Altair melirik gelang yang beberapa hari ini ia pakai kembali setelah dua tahun hanya ia simpan. "Lagi pula dia bukan orang yang mau meluangkan waktu hanya untuk memesan gelang seperti ini," lanjut Altair seraya tersenyum tipis.

Entah kenapa, Nara sesak melihat senyum Altair yang jelas bukan ditujukan padanya. Senyumnya begitu manis dan tulus, walaupun tak menutupi ada sedikit guratan sedih di tatapannya.

"Dia siapa?"

"Namanya Sabrina."

"Pacar kamu?"

"Ya," jawab Altair lantas melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Gue bawa buku lo, ya?"

Nara mengangguk tak mengeluarkan suara. Usai kepergian Altair, Nara termenung. Tidak memilih segera beranjak, ia malah duduk memandang kosong ke arah sepatunya.

"Apa gue bilang? Percuma lo suka sama si cupu!" Nara melirik Daniel yang menatap dirinya sinis. Nara mencoba abai, ia masih mencoba mengkondisikan harinya yang cukup kaget mendengar fakta barusan. Jadi, selama ini Altair sudah memiliki kekasih? Tapi kenapa Nara tidak pernah tahu? Bahkan ia sering menghabiskan waktu berdua di cafe book bersama Altair.

"Ayo, gue anter ke kelas," ajak Daniel tapi Nara hanya bergeming di duduknya. Daniel menghela nafas. "Gue udah sok baik mau bantu lo jalan, padahal hati lo lagi patah."

Notifikasi pesan masuk membuat Nara buru-buru membuka ponsel. Ia mengeryit ketika ada nomor tidak dikenal mengirimi ia pesan.

+62813xxxxxxx:

Benar ini dengan, Nara?

Nara mengeryit bingung, ia melirik Daniel yang sama bingungnya.

Bisa kita bertemu?
Ajak seseorang yang berada
di sampingmu tanpa dia tahu

"Siapa sih?" Daniel hendak melirik isi pesan itu tetapi dengan gerakan cepat Nara memasukkan ponselnya ke dalam saku rok. Daniel berdecak keras. "Siapa? Selingkuhan lo, iya? Nggak bakal gue biarin lo ketemu dia!"

Nara menggeleng. "Aku nggak selingkuh!"

"Heleh!"

Nara terdiam sejenak, sebelum setelahnya tersenyum tipis. "Kalau nggak percaya ikuti aku aja."

"Oke, kalau sampe ketauan abis lo ama gue, Nara!" Setelahnya Daniel pergi. Nara menghela nafasnya panjang. Kembali melirik dengan pikiran berkecamuk menebak siapa orang di balik pesan ini.

Sejujurnya ia takut harus menemui orang asing. Namun, orang itu meminta Nara mengajak seorang yang berada di sisinya dan kebetulan ada Daniel. Jadi, Nara tidak perlu khawatir berlebihan. Setidaknya ia bisa mengandalkan Daniel jika suatu hal terjadi. Mengingat Daniel pernah menyelamatkannya dari preman waktu itu, membuat Nara yakin Daniel bisa mengatasi nantinya.

Maaf, ini siapa?

Nara mencoba memastikan, ia tidak ingin gegabah mengiyakan. Jika memang dirasa ada keanehan, maka Nara memilih tidak datang.

Kamu tidak perlu meragukan
saya, Nara. Nanti saya akan memberi
tahu kamu di mana kita akan bertemu

Nara menghela nafasnya pelan, ia menutup ponsel lalu berlalu menunju kelas.

***

"Daniel?" panggil Nara sedikit keras ketika mereka sedang berada di jalan menuju tempat yang Nara minta---lebih tepatnya ke tempat yang diinginkan orang itu.

"Hm?" Daniel menjawab singkat, ia begitu fokus pada jalanan di lengang di depannya.

"Kamu kenal Sabrina?"

Kecepatan Daniel berkurang, namun cowok itu berusaha tenang sebelum menjawab apa yang Nara tanyakan.

"Kenapa tanya?"

"Nggak, aku cuma bingung aja. Kenapa aku nggak tau dia, ya? Padahal kan dia pacarnya Altair." Daniel sedikit menaikkan alisnya ketika mendengar nada suara Nara yang memelan di akhir kalimat.

"Lo nggak perlu tau dan nggak perlu jadi yang lebih baik dari dia cuma buat dapetin Altair." Daniel melihat kerutan di dahi Nara lewat kaca spion. Lantas, dia melengos dan memilih menatap lurus jalan.

"Aku nggak bermaksud jadi yang lebih baik dari dia seperti yang kamu pikirkan. Aku cuma pengen tau, karena selama ini aku nggak pernah liat dia. Apa dia bukan anak Cakrawala?"

"Dia anak Cakrawala," jawab Daniel bersamaan dengan motornya yang berhenti di pelataran kafe.

Nara mengeryit, lantas kenapa dia tidak pernah melihatnya? Dan yang Nara lihat, Altair cenderung dekat Belinda ketimbang pacarnya yang Daniel bilang juga anak Cakrawala.

"Dia cantik?" tanya Nara pelan.

Cukup lama Daniel terdiam, kemudian dia mengangguk. "Ya, sangat."

Nara langsung menunduk. Entah kenapa seperti ada sesuatu yang menghujam dadanya hingga menimbulkan rasa nyeri dan sesak secara bersamaan. Jujur saja, Nara sendiri tidak paham akan perasaannya. Ia sudah memastikan diri tertarik pada Altair, tapi kenapa mendengar Daniel memuja perempuan lain ia tidak suka?

"Gue udah bilang, jangan berharap sama Altair."

"Lalu? Berharap ke kamu?" tanya Nara seraya mendongak menatap Daniel dalam. Tiba-tiba ia tertawa kecil. "Oh iya, kamu kan jelas-jelas nggak cinta sama aku."

Daniel merasa ada sedikit nada kepedihan dari kalimat yang Nara ucapkan. Daniel menggeleng, mencoba berpikir jika Nara seperti ini karena Altair.

"Jangan berharap ke gue juga, kali." Daniel mencoba menjawab dengan nada jenaka. Lalu turun dari motor dan berhadapan langsung dengan Nara yang sejak tadi berdiri di sampingnya.

"Kalau gitu, bisa jaga sikap, kan?" tanya Nara yang tidak dimengerti Daniel.

Nara pernah membaca salah satu buku, yang mengatakan jika sejatinya hati wanita itu lembut. Hanya dengan memberi sedikit perhatian, seorang wanita bisa saja memberikan seluruh isi hatinya. Meski Nara terus menyangkal dan mencoba tidak suka dengan sikap Daniel, nyatanya selama seminggu bersama, cowok itu beberapa kali memunculkan sikap perhatiannya yang berhasil membuat Nara salah tingkah. Dan lagi, sikap Daniel yang sering marah ketika Nara berdekatan dengan cowok lain, hal itu seolah membuat Nara merasa benar-benar memiliki kekasih yang mencintainya dan sedang cemburu. Walaupun pada akhirnya Nara mengerti, Daniel hanya tidak ingin di cap lelaki bodoh karena diam saja melihat kekasihnya bersama cowok lain.

"Tumben lo ngajak gue ke kafe?" Daniel memecah keheningan di antara mereka sejak pembicaraan terakhir di parkiran.

Nara tidak menjawab, ia sibuk menunggu seseorang yang belum juga memunculkan batang hidungnya.

"Apa kamu, Nara?" Daniel yang merasa familiar dengan suara ini langsung menoleh. Ia membulatkan matanya ketika melihat Tama berjalan ke arahnya dan duduk di antara dirinya dan Nara.

"Papa?" Tama memutus pandangannya dari Nara, lalu menatap Daniel sinis.

"Oh, hai, anak ... nakal?" Tama tersenyum miring. Daniel menggeram kesal, ia melirik Nara yang tampak kebingungan.

"Ini ... Nara, maksud lo apa?" tanya Daniel kesal. Ia berpikir, Nara telah membuat rencana ini bersama Tama. Padahal, Nara sendiri tidak tahu kalau seseorang yang mengajaknya bertemu adalah ayahnya Daniel.

"Tidak perlu menyalahkan Nara. Dia sama tidak tahunya." Tama bangkit dari duduk, sedikit memberi kode hingga beberapa pria berpakaian hitam datang menangkap Daniel.

"Pa! Maksud Papa, apa?" tanya Daniel marah. Untungnya Tama sudah menyewa tempat ini hingga tidak ada orang lain di sini. "Lepas!"

Tama menatap Nara yang menatap Daniel prihatin. Merasa ditatap, Nara menatap Tama dengan takut.

"Terimakasih telah menampung anak nakal saya selama seminggu ini, Nara. Seorang sopir akan mengantarkan kamu pulang."

"Daniel?"

"Saya yang akan mengurusnya, ada sedikit hukuman yang akan saya berikan padanya. Kamu tidak perlu khawatir, dia tidak akan sampai masuk rumah sakit."

Nara menunduk, menyempatkan menatap Daniel sekilas sebelum berbalik dan keluar dari kafe.

"NARA, LO NGGAK BISA PERGI GITU AJA!"

"NARA!"

"SIALAN!" Daniel menatap pasrah Nara yang sudah keluar dari kafe. Ia menatap Tama yang tampak tersenyum menikmati dirinya yang tersiksa.

"Pa!" Daniel mendengus, lama-lama tenggorokannya juga serak meneriaki Nara.

"Ya?" Tama menaikkan sebelah alisnya. Pura-pura tidak tahu maksud putranya.

"Bawa dia masuk ke mobil," titah Tama yang langsung dilaksanakan para pesuruhnya.

Daniel sempat memberontak, namun merasa ini akan sia-sia, akhirnya ia menurut saja.

TBC

Nantikan part selanjutnya
Jangan lupa vote dan komen ya, bestie

Bai-bai

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 133K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
6M 163K 17
Syera Gladistya, seorang gadis yang mampu masuk SMA Garuda yang dikenal elite dengan populasi anak konglomerat akibat otak cerdasnya. Yap, beasiswal...
Bumi (HIATUS) By r

Teen Fiction

39.8K 2.2K 71
[[ π—°π—Όπ˜ƒπ—²π—Ώ π—―π˜† π—½π—Άπ—»π˜π—²π—Ώπ—²π˜€π˜ ]] Dia Bumi, Bumi Lantang Dhanajaya. Siapa yang tidak mengenal dirinya? Berasal dari keluarga yang terpandang...
2.2M 170K 61
[WAJIB FOLLOW YA!!] #AGARISH2 [After Marriage] #REIZO [Sequel] Bukan tentang siapa yang mempermainkan, Tetapi siapa yang dipermainkan?! ___ AGARISH...