Heartbeat

By ameiranou

146K 6.5K 218

"Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang m... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Epilog

Chapter 30

1.7K 84 1
By ameiranou

Jangan lupa vote dan komen!

***

Semilir angin membawa harum bunga kamboja menguar begitu pekat mendominasi tempat yang saat ini Daniel pijaki. Daniel terdiam memandang dengan tatapan kosong tepat pada salah satu gundukan tanah tak jauh dari tempatnya berdiri. Memandang sejenak karangan bunga yang dibawanya, lantas Daniel pun mendekat dan duduk di sana.

Daniel tersenyum sendu memandang nama yang terukir di nisan, lalu menoleh pada taburan bunga yang masih terlihat segar. Daniel tebak, dalam sehari ini pasti sudah ada yang berkunjung ke tempat ini. Ia mengelus batu nisan itu, memejamkan mata sejenak mengingat-ingat kembali kenangan beberapa tahun lalu. Di rasa cukup puas, Daniel membuka mata dengan pikiran berkecamuk.

"Hari ini, tepat dua tahun lo ninggalin gue." Daniel mulai membuka suara, meletakkan karangan bunga yang ia bawa di sebelah nisan marmer itu dengan hati-hati. Tatapannya lekat, terlihat jelas penuh kerinduan di sana.

"Waktu cepet banget, ya? Kayaknya baru aja kemarin lo ngajakin gue beli es krim stroberi sambil dengerin lo cerita." Daniel menerawang, seraya memandang langit hari ini yang cukup cerah.

"Kita nyanyi-nyanyi happy di rooftop."

"Lo diemin gue gara-gara berantem sama Altair." Daniel menghela nafas untuk kalimat yang ia utarakan satu ini. "Gue lakuin itu karena dia udah bikin lo nangis."

"Semuanya kerasa seperti baru kemarin. Termasuk saat lo ninggalin gue buat selama-lamanya." Daniel beralih, memandang gundukan tanah itu dengan tatapan kosong. Ingatannya kembali pada saat pertama kali ia mendapat kabar mengenai kepergian Sabrina. Ia hanya bisa terdiam kaku mencerna baik-baik kabar itu. Awalnya ia menyangkal, menolak kabar itu dengan tegas. Namun, kenyataan tetaplah kenyataan. Daniel melihat keluarga Sabrina yang berkumpul di rumah sederhana milik gadis itu---mengingat Sabrina hidup sendiri di kota ini. Saat itu, Daniel tidak menangis. Berbeda dengan Altair yang sempat meneteskan air matanya, Daniel seolah kehilangan sebagian jiwanya. Ia bernapas, membuka mata, dan menapak tanah. Tetapi lelaki itu diam dengan pandangan kosong namun syarat akan kehilangan.

"Sabrina gue kangen," ucap Daniel dengan suara paraunya. Ia menunduk dalam. "Lo yang sering jadi penasehat saat gue lagi ada masalah kayak gini."

"Meski nasehat lo selalu nyuruh gue buat nurut apa kata orang tua, tapi gue kangen itu." Daniel tersenyum samar, mengusap lagi nisan itu untuk yang terakhir kali sebelum ia pergi.

"Sabrina---"

"Daniel?"

Daniel menoleh dan beranjak. Altair berdiri di hadapannya sambil membawa karangan bunga. Daniel menghela nafasnya pelan. Niat berpamitan menjadi urung karena kedatangan Altair. Ia menatap makam Sabrina, menggumamkan salam perpisahan sebelum setelahnya kembali menatap Altair.

"Gue pikir lo lupa," sindir Daniel.

"Gue nggak bakal lupa, Niel."

"Bagus, ini semua---"

"Stop, Niel. Gue nggak mau kita debat di sini, di depan Sabrina." Altair mengingatkannya lebih dulu. Daniel menghela nafas, merasa jika ini memang bukan waktunya untuk mencari masalah. Altair berjalan melewati Daniel, duduk, dan meletakkan karangan bunganya di samping milik Daniel. "Lo nggak mau barengan sama gue, Niel?"

"Gue udah, lo aja!" Daniel keluar dari area pemakaman. Ia menaiki motornya, tapi tidak segera mengendarai dan pergi.

Daniel bersedekap di depan dada, dengan mata menghunus tajam ke arah jalan di hadapannya. Ia sedang memikirkan nasib kedepannya. Pergi dari rumah dan menghindari masalah memang terkesan pengecut untuk seorang lelaki, apalagi Daniel yang memiliki ego tinggi. Tapi, ia juga butuh waktu untuk menenangkan diri.

Daniel bisa memaksa Nara untuk memberi tumpangan tempat tinggal sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Namun, Daniel sadar, ia tidak bisa terus-terusan tinggal di tempat Nara. Rumah teman-temannya dan tempat latihan jika dipikir-pikir bukan tempat yang tepat untuk Daniel tinggali. Ia masih kepikiran kalau ayahnya datang tiba-tiba, memaksa dirinya pulang dan malah membuyarkan rencananya.

"Lo belum pulang?" Daniel menoleh, berdecak saat Altair menghampirinya. Saat Daniel akan memutar kuncinya, dengan cepat Altair meraihnya hingga sekarang kunci berada di tangan Altair. Sesuai dugaan, Daniel menggeram kesal.

"Maksud lo apa? Balikin!"

"Lo kenapa nggak masuk sekolah?"

"Lo nggak ada hak buat tanyain itu! Balikin sekarang Altair!" Daniel menekan di setiap kalimat, tapi tak juga Altair memberikan kunci motor itu. Daniel mendesah. "Mau lo apa?"

Altair menyeringai tipis, Daniel yang tahu hanya berdecak dan melengos.

"Gue bareng." Seketika Daniel menoleh dan menatap tak percaya ke arah Altair, lain hal dengan Altair yang memasang mimik muka biasa saja.

"Ogah!" jawab Daniel seenaknya.
"Balikin kunci motor gue!" pintanya tegas memaksa.

Altair bergeming, menciptakan semburat emosi pada Daniel. "Mau lo apa?"

"Gue cuma mau bareng lo, Niel."

"Gue nggak mau!"

"Terserah, kunci motor lo nggak bakal gue balikin," ancam Altair. Daniel mengerutkan keningnya. Yang ada di hadapannya ini benar-benar Altair, kan? Cowok pendiam dan misterius yang dikenal Cakrawala?

"Lo kenapa, cupu?! Kesambet?" gertak Daniel mulai kesal dengan sikap Altair.

"Gue bareng," jawab Altair kekeuh.

Daniel menghela nafasnya.
"Oke, sesuai apa yang lo mau. Ini terakhir kali gue mau barengin lo!"

Altair tersenyum tipis, lalu menyerahkan kunci motor dan naik di jok belakang.

"Jangan peluk gue, Ta!"

"Siapa yang peluk, lo? Gue juga sadar ini khusus buat Nara, kan?"

"Sialan lo, diem!"

Setelah perdebatan yang memakan waktu cukup lama, akhirnya Daniel mengendarai motornya menuju rumah Altair mengantar cowok itu pulang, lalu setelahnya kembali ke tempat Nara. Biarlah sesekali, untuk setelahnya Daniel akan menolak.

***

Nara berjalan keluar saat mendengar deru mesin motor. Ia mengerutkan kening saat mendapati Daniel tengah turun dari motor usai memarkirkan motornya.

"Kamu ... balik?" tanya Nara dengan kening berkerut, Daniel juga ikut mengeryit.

"Ya mau lo?" tanya Daniel balik dengan nada sewot.

Nara menghela nafas.
"Baju kamu bukan seragam lagi, berarti udah pulang, kan? Terus kenapa balik ke sini, lagi?"

Daniel melirik pakaiannya. Memang benar, ia tidak memakai seragam lagi. Yang ada hanya kaos putih polos yang melekat pas di badannya, dipadukan dengan celana jeans panjang. Percayalah, Daniel tidak bisa tidur nyenyak dengan seragam, terpaksa ia tidur dalam keadaan telanjang dada tanpa sepengetahuan Nara. Belum lagi posisi tidur yang tidak nyaman karena tidur di kursi ruang tamu.

"Oh, ini gue ambil di tempat latihan."

"Tempat latihan?"

"Hm, yang biasa gue pake buat latihan musik."

"Kenapa nggak nginep di sana, aja?" tanya Nara membuat Daniel bergeming. Tiba-tiba cowok itu bisu dengan pikiran kosong tak bisa menjawab. Sangat kurang pas jika Daniel jujur alasan memilih tempat Nara adalah untuk mencari ketenangan.

"Ya ... terserah gue, lah! Yang nginep juga, gue, kan?"

"Tapi ini tempat aku!"

"Ck, udah lah, Nara. Gue laper, ada makanan nggak?"

"Nggak ada," jawab Nara cepat lalu masuk ke dalam rumah. Daniel mengikuti lantas duduk di ruang tamu.

"Serius, nih?"

"Iya, tinggal mie instan."

"Masa mie lagi, sih?" tanya Daniel merajuk.

"Ya kamu kan bisa beli makanan sendiri," jawab Nara seraya mengeluarkan buku dari tas. Daniel bangkit dari duduk, membuat Nara yang awalnya fokus jadi mengeryit bingung. "Kenapa?" tanyanya, takut Daniel marah dengan ucapannya barusan. Padahal ia tidak berniat apa-apa.

"Ayo!"

"Kemana?"

"Beli bahan dapur."

"Nggak, aku bisa beli sendiri!" ucap Nara.

"Kapan? Keburu laper gue!" Daniel kekeuh, ia menyambar kunci motor, menghampiri Nara. "Ayo, Nara!" titah Daniel dengan suara tertahan dan mata tajam.

Nara meneguk ludahnya kasar, sebelum akhirnya menghela nafas dan bersiap.

Tak sampai lima belas menit, mereka tiba di sebuah minimarket. Mereka masuk berdua, Daniel bergerak mengambil keranjang dan menarik Nara menyusuri rak-rak bahan makanan.

"Cepetan pilih," titah Daniel seraya mengubah posisi menjadi berjalan di belakang Nara.

"Kamu ...." Nara menolehkan kepalanya ke arah Daniel, ia bertanya ragu. "Mau dimasakin apa?"

Daniel menghentikan langkahnya, terdiam dengan otak yang tiba-tiba bekerja keras. Berdeham untuk menetralkan suara, Daniel akhirnya menjawab. "Apa aja," jawabnya pelan.

Setelah pembicaraan itu, mendadak suasana canggung menghampiri keduanya. Nara segera memilih bahan, lalu menaruh ke keranjang tanpa melirik Daniel. Aneh, pertanyaan itu saja bisa membuat mereka secanggung ini.

"Em ... kayaknya ini udah cukup." Nara berucap pelan. Daniel melirik sekilas Nara, sebelum setelahnya melirik keranjang di genggamannya.

"Lo bawa dulu ke kasir, gue mau beli sesuatu." Daniel menyerahkan keranjang itu dan langsung pergi. Nara tak banyak bertanya, ia langsung melaksanakan titah Daniel.

Semua belanjaan sudah masuk ke dalam tas besar, tinggal membayar. Cukup lama Nara menunggu kedatangan Daniel, akhirnya Nara menyerah. Ia sempat akan mengambil dompet dari tas selempanya, namun sebuah suara serta belasan es krim mendarat lebih dulu menghentikan gerakan Nara.

"Tambah ini sekalian," ucap Daniel yang sekarang sudah berdiri di samping Nara, fokus menatap total belanjaan yang tertera. Ia mengambil dompet, mengeluarkan uang tunai sesuai harga yang ditampilkan layar.

Usai mendapatkan struk dan kembalian, Daniel melirik Nara sekilas, lantas mengambil alih barang belanjaan dan berjalan keluar lebih dulu.

"Aku pikir kamu kabur," celetuk Nara saat sudah sampai di depan minimarket. Daniel kembali meliriknya sekilas, lalu melangkah ke salah satu bangku depan minimarket dan duduk di sana.

"Emang lo mau gue tinggal?"

"Ya ... nggak," jawab Nara ikut duduk di samping Daniel.

Cowok itu membuka kemasan es krim, lalu memakannya tanpa menawarkan satu dari belasan es krim dalam kresek.

Ada yang Nara perhatikan, dari sekian banyak rasa, rasa stroberi lah yang lebih mendominasi. Dan dari banyaknya rasa, kenapa malah stroberi yang Daniel ambil?

"Kenapa nggak rasa cokelat?"

Daniel menatap Nara dengan satu alis terangkat, cowok itu tengah mengunyah es krim dalam mulutnya sebelum menjawab.

"Nggak terlalu suka," jawabnya acuh lalu kembali menggigit es krim. Nara yang melihatnya meringis, apa tidak nilu?

"Biasanya cowok suka cokelat, stroberi itu cewek."

Daniel menghela nafasnya pelan, mencoba menyelesaikan aktivitas memakan es krim yang tinggal sedikit itu lantas menatap Nara lekat.

"Pemikiran siapa? Soal rasa aja dibedain. Cewek nggak selalu pink, begitu juga sebaliknya. Gue aja punya kaos warna pink." Untuk pernyataan Daniel ini, Nara tersenyum tipis. Setidaknya Nara tahu Daniel punya pemikiran luas, selain dari hobinya yang suka marah-marah dan memaksa.

"Ngomongnya lanjut di rumah aja, Nara. Gue udah laper banget." Daniel menarik barang belanjaan dan berjalan lebih dulu menuju motor. Sebelum menyusul, entah kenapa Nara kembali tersenyum.

Apa ini sisi lain, Daniel?

TBC

Dahlah, ga bisa berword-word
Maaf agak lama, tugas kok presentasi semua😭

Jangan lupa vote dan komen bestie

Tunggu aku lagi ya😼

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 3K 1
Katara Zello Arlantarla, seorang pembully nomor 1 di STRITA harus mengklaim Hatisa Zelli Malidra-Si cewek matre menjadi kekasihnya demi membalaskan d...
258K 10.9K 77
Best rank #1 of teenfiction [29 Oct 2022] [15+] Cerita ini mengandung banyak kata-kata kasar, harap bijak untuk tidak ditiru! ** Gimana rasanya jatuh...
583K 28.9K 63
#66 in TeenFiction 30 July 2017 [ PRIVATE-- JADI FOLLOW DULU SEBELUM BACA] "Yuk Rey, lo bawa motornya jangan ngebut ya. Gue tau gue itu suka balapan...
472K 39.5K 58
[CERITA REMAJA] FOLLOW ME DONGS ^^ SEKUEL UDAH ON GOING YA JUDULNYA "I am Here" BISA DIBACA TERPISAH HAWI QYTAR, seorang cowok yang memiliki sejuta...