Heartbeat

By ameiranou

146K 6.5K 218

"Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang m... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Epilog

Chapter 25

1.7K 91 2
By ameiranou

Nara menghela nafas panjang usai pelanggan itu menurunkan buku menu yang sejak tadi menutupi seluruh wajahnya. Dan, alasan Nara menghela nafas adalah karena orang itu tak lain dan tak bukan adalah Daniel. Cowok itu tersenyum lebar seolah tak punya rasa bersalah atas sikapnya tadi di kantin. Sungguh, sesabar-sabarnya Nara ia juga bisa muak.

"Selamat menikmati pesanannya, saya permisi." Nara berbalik tapi jelas tidak semudah itu karena Daniel menahannya. Memejamkan mata sejenak, Nara berbalik dengan pandangan datar. "Maaf, saya harus kembali kerja."

"Sebentar gue mau bicara."

"Saya—"

"Sebentar, Nara!"

Nara menghela nafasnya dan mendongak sejenak. Kemudian, menatap Daniel serius.

"Nanti," jawab Nara lalu benar-benar pergi. Entahlah, ia merasa sikapnya yang sekarang ini sangat cocok untuk menyeimbangi sikap seenaknya Daniel.

Daniel menatap kepergian Nara dengan decakan serta umpatan kecil. Sabar Daniel, lo nggak boleh kepancing emosi, batinnya mengingatkan. Daniel menikmati pesanannya, sesekali mengamati Nara yang sibuk mengantarkan pesanan pelanggan. Baiklah, Daniel mengalah. Matanya tidak buta untuk sekedar melihat kesibukkan Nara.

Daniel melirik panggung yang hari ini kosong. Berbicara soal panggung, sudah lama ia tidak manggung di berbagai kafe yang ada di penjuru kota. Menyesap minumannya satu tegukan, Daniel bangkit. Setelah berbicara sebentar dengan salah satu karyawan, Daniel naik ke panggung. Mengambil salah satu alat musik kesayangannya—gitar. Daniel mulai menyapa semua pengunjung. Saat semua atensi pengunjung mengarah padanya, Daniel mulai menyanyikan lagu yang menurutnya sangat cocok untuk suasana malam ini dan ... cocok untuk suasana hatinya.

Apa yang Daniel lakukan saat ini, tidak mungkin jika Nara tidak tahu. Meski di tengah kesibukannya mengantarkan pesanan, Nara tak menutup mata dan telinga untuk melihat menampilkan solo Daniel malam ini. Suara cowok itu benar-benar merdu dengan lagu yang ia bawakan, belum lagi ketampanan cowok itu yang bertambah saat bernyanyi dan membawa gitar. Nara tak berbohong, Daniel benar-benar tampan.

"Diliatin terus pacarnya." Nara menoleh, tersenyum paksa saat Zilla datang memergokinya yang sedang menatap Daniel dari celah-celah dapur. Nara menunduk, sedangkan Zilla beralih menatap Daniel yang berkharisma dengan penampilannya.

"Zilla aku balik duluan, ya?"

"Lo udah selesai?"

"Iya," jawab Nara lalu berlalu karena jam kerjanya yang memang sudah habis. Usai meletakkan nampan, Nara bersiap untuk pulang. Namun, di pintu dapur Zilla mencegatnya.

"Pulangnya harus banget dianter pacar ya, Ra?"

Nara mengeryit bingung, kedua tangannya yang menggenggam tali tas terlihat mengerat. Ia menggeleng sebagai jawaban tebakan Zilla yang salah.

"Masa, sih?" tanya Zilla tak percaya.

Nara menghela nafasnya pelan. "Ini karena kebetulan kita ada urusan. Kalau nggak, biasanya kan aku pulang sendiri," jawab Nara tenang.

"Lo ada masalah?"

"Aku lagi nggak mau bahas masalah ini, Zilla. Permisi," pamit Nara lalu bergeser melewati Zilla yang menggeram kesal. Nara tidak memikirkan hal itu, yang ada hanyalah menunggu Daniel selesai menghibur penonton dan mereka segera menyelesaikan masalah ini.

Tepat saat Nara menunggu di dekat kasir, Daniel memberi salam perpisahan yang membuat beberapa pengunjung mendesah kecewa. Terutama para anak muda yang sebaya atau lebih muda dari mereka terlihat tak rela melepaskan Daniel. Nara menghela nafas panjang melihatnya, mereka belum tahu saja sifat asli Daniel seperti apa.

Tatapan keduanya beradu, Daniel memberikan senyuman manis yang bukannya membuat Nara salah tingkah tapi malah membuat Nara mengeryit heran. Ada apa dengan cowok ini? Bukannya terakhir bertemu di kantin mereka dalam mode yang bisa dikatakan tidak baik? Tapi ini ...

Daniel melambaikan tangannya ke arah Nara yang otomatis membuat semua pengunjung menoleh ke tempat Nara berada. Nara menelan ludahnya kasar saat dirinya sekarang menjadi pusat perhatian. Belum lagi bisik-bisik seluruh pengunjung membuat Nara memilih menunduk dalam-dalam. Dan yang paling membuat Nara ingin segera pergi adalah karena mendengar beberapa cibiran dari meja tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Bisa-bisanya dapet sapaan, sih? Padahal biasa aja, cantikan juga gue."

"Please ... kasih tau gue kalau dia bukan pacarnya cowok itu. Nggak banget!"

Nara yang sudah tidak tahan memilih langsung keluar dari kafe. Dan Daniel malah menambah bebannya dengan turun dari panggung lalu setengah berlari cowok itu menyusulnya. Astaga, cibirannya pasti akan menjadi-jadi

"Kok lo pergi gitu aja, sih, Nara!" panggil Daniel seraya menyusul Nara yang berjalan tanpa mau berhenti. "Berhenti, Nara! Masuk ke mobil gue!"

Merasa cara ini tidak akan membuat langkah Nara berhenti, Daniel terpaksa memajukan kakinya. Otomatis Nara yang tidak sadar menjadi tersandung dan tersungkur ke depan. Beruntung, Daniel dengan sigap memposisikan tubuhnya di hadapan Nara lebih dulu hingga bukannya terjerembab ke tanah, Nara malah terjerembab ke pelukan Daniel.

"Perfect!" ucap Daniel lalu terkekeh.

"Daniel."

"Hm?" Pelukan keduanya terlepas. Daniel masih tersenyum lebar, sedangkan Nara menatap datar Daniel.

"Kamu nggak mikir aku bisa jatuh?"

"Mikir ..." Daniel menjeda sejenak ucapannya, lantas sedikit memajukan tubuhnya ke arah Nara. "Mikir lo jatuh ke pelukan gue maksudnya."

Percuma berbicara dengan Daniel, dan terserah apa yang Daniel inginkan.

"Sekarang masuk ke mobil gue," titah Daniel seraya menarik tangan Nara kasar. Hal itu sempat membuat Nara meringis yang langsung mendapat lirikan Daniel. Tidak biasanya, Nara kira Daniel akan egois dan cuek dengan ringisannya. Karena kenyataannya, cowok itu memilih menggenggam jemari Nara dan mengajaknya masuk ke dalam mobil. Nara dibuat heran.

"Kamu ... kenapa?" tanya Nara heran tepat saat Daniel melajukan mobilnya.

"Hm?" Cowok itu aneh, menoleh ke arah Nara dengan satu alis terangkat seolah pertanyaan Nara barusan tidak didengar.

"Kamu kenapa?"

Daniel mengeryit, ia meminggirkan mobilnya dan berhenti. Lantas saling beradu tatap dengan Nara.

"Baru aja tadi siang, tapi sikap kamu udah aneh."

"Gue lagi usaha buat nggak mudah kepancing emosi ... ya, gitu." Daniel mengucapkannya dengan sesekali meringis dan mengusap lehernya.

"Kalau kamu terpaksa nggak perlu."

"Maksud, lo?" Daniel menoleh kearah Nara dengan pandangan tajam dan kedua alis menukik.

"Kamu nggak suka sama aku, jadi nggak perlu usaha di depan aku."

"Nara nggak usah mulai, deh!" Suara Daniel mulai meninggi, Nara tersenyum tipis.

"Sekarang, kita mau ke mana?"

"Sorry buat yang di kantin, dan bikin lo hampir jatuh tadi," jawab Daniel yang tidak nyambung dengan pertanyaan Nara. "By the way, kita belum pernah jalan berdua, kan? Oke, lo nurut aja sama gue."

Tak bertanya akan ke mana, Nara hanya menurut. Ia lebih memilih diam seraya bersandar pada sisi mobil dan menatap pemandangan di luar sana sepanjang perjalanan, menghiraukan Daniel yang diam-diam melirik ke arahnya.

Oke, Daniel lo berhasil. Lo tinggal kontrol emosi lo dan tenang.

***

Theo:

Lancar, Niel?

Ares:

Yoi, lah. Udh belajar dari suhu Theo

Erick:

Ga bales berarti iya.

Bct!

Theo:

Lupa, sobat gue alergi bilang makasih
Gue anggep berhasil ye, Niel

Ares:

Yes! Makan gratis

Daniel berdecak malas, usai membaca ia langsung memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana. Lantas, menatap Nara yang duduk sendirian tidak jauh darinya menikmati satu tusuk kentang spiral yang cewek itu minta beberapa menit setelah mereka sampai di taman kota.

Nara tidak sadar jika Daniel saat ini sedang menatapnya, karena matanya lurus terfokus pada layar ponsel yang menampilkan ruang obrolannya dengan Altair. Cowok itu mengirimnya foto buku yang sempat Nara rekomendasikan untuk dibaca. Nara tersenyum begitu cerah, saat Altair bilang ia suka dengan buku itu.

Altair:

Lo punya rekomen buku lain?

Ada
Besok aku kasih tahu

Altair:

Oke
Minggu bisa ke tempat biasa?

Ya

Belum selesai Nara mengusaikan rasa senangnya, ia harus lebih dulu dikejutkan dengan Daniel yang tiba-tiba mengambil kentang dari genggamannya. Nara lebih dulu memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu berdiri menatap Daniel kesal.

"Itu, kan, punya aku, Daniel!"

"Ya terus ... ini beli pake duit gue."

"Tapi itu—"

"Lo nyuruh gue beli lagi?" tanya Daniel sinis membuat Nara menghela nafasnya pelan. Mulai, batin Nara lalu memilih mengalah dan duduk di tempatnya tadi. Ia pikir permintaan maaf tadi berlaku untuk semua sikap Daniel selama ini, nyatanya hanya untuk kejadian di kantin. Selebihnya sikap seenaknya Daniel masih saja. Salah Nara juga yang terlalu berharap.

"Gue cuma nyobain dikit kali ... gitu aja nangis," ucap Daniel kembali menyodorkannya ke arah Nara usai mencicipi, tapi Nara hanya menatapnya datar.

"Masalahnya, itu bekas aku!"

"Ya, terus?" tanya Daniel dengan kedua alis menyatu, keningnya berkerut seolah ini merupakan permasalahan yang benar-benar berat. "Jangan bilang lo punya penyakit? Kasih tau gue!"

Iya, penyakit muak pengen jambak rambut kamu, jawab Nara dalam hati seraya terus menatap datar Daniel yang masih menunggu jawabannya.
"Nggak ada." Pada akhirnya hanya jawaban ini yang bisa Nara berikan.

"Ck, terus ini lo masih mau, nggak? Kalau nggak gue buang aja," ucap Daniel. Nara langsung menunduk menatap kentang yang bahkan masih setengah lebih itu, lantas kembali menatap Daniel yang mengangkat satu alisnya.

"Jangan, sayang."

"Iya, sayang. Kamu makan aja, nih." Daniel terkekeh di akhir ucapannya seraya memberikan kentang itu pada Nara yang menatap aneh Daniel.

"Apa, sih?"

"Ya apa, sih? Kentangnya sayang kalau dibuang, kan?" Daniel menaikkan sebelah alisnya, seraya menyunggingkan senyum menyebalkan. "Oh ... lo mau dipanggil sayang beneran?"

Daniel berdeham sejenak.

"Nara sayang ..."

Nara langsung mengalihkan pandangan. Tidak kuat melihat suara lembut Daniel dan senyum cowok itu yang berubah manis. Nara tersentak saat jemari Daniel menarik dagunya untuk menatap ke arah cowok itu.

"Gimana, hm?"

"Aku mau pulang," ucap Nara tegas, mencoba menutupi gugup yang tiba-tiba menyerangnya.

Daniel tertawa kecil, menunduk sejenak untuk meredakan tawanya ia kembali menatap Nara yang terlihat memasang wajah baik-baik saja. Cih, apa Daniel percaya?

"Ya udah, sesuai kemauan sayang," ucap Daniel kembali memberikan senyum sebelum akhirnya cowok itu berlalu mengambil mobil di parkiran.

TBC

Please vote dan komen buat part ini
gaje banget ya?😭

See you next ✌🏻

Continue Reading

You'll Also Like

472K 39.5K 58
[CERITA REMAJA] FOLLOW ME DONGS ^^ SEKUEL UDAH ON GOING YA JUDULNYA "I am Here" BISA DIBACA TERPISAH HAWI QYTAR, seorang cowok yang memiliki sejuta...
630K 36.3K 71
SUDAH COMPLETED YANG MEMBACA, JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN COMMENT SERTA FOLLOW AKUN INI YA. (DILARANG PLAGIAT! KARENA INI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR SEN...
8.1K 1.1K 55
Jeon Sang-il, berusaha mencari pekerjaan namun pekerjaan selalu menjauh darinya. Mungkin karena namanya yang terlalu asing di negara ia tinggal. San...
258K 10.8K 77
Best rank #1 of teenfiction [29 Oct 2022] [15+] Cerita ini mengandung banyak kata-kata kasar, harap bijak untuk tidak ditiru! ** Gimana rasanya jatuh...