After Me Ugly

By DevririMulya

561K 39.6K 11.4K

Demi mendapatkan hati seorang Riyu, tunangan yang tidak pernah menganggap kehadirannya, Scarletta terus melak... More

P r o l o g
Ugly 1 - Biang Rusuh
Ugly 2 - Hargai Sebelum Pergi
Ugly 3 - Kebohongan!
Ugly 4 - Scarletta Sakit?
Ugly 5 - Rahasia Besar Scarletta
Ugly 6 - Peluk Atau Kita Jatuh Berdua?
Ugly 7 - Dokter Kulit
Ugly 8 - Become Ugly
Ugly 9 - After Me Ugly
Ugly 10 - Kehidupan Baru Sang Antagonis
Ugly 11 - Tak Terbalas
Ugly 12 - Im Alone
Ugly 13 - Lelaki Misterius
Ugly 14 - Nyaris Terbongkar
Ugly 15 - Mengunjungi Scarletta
Ugly 16 - Teman Masa Kecil Riyu
Ugly 17 - Linggar Laksamana
Ugly 18 - Ingkar Janji
Ugly 19 - Acne Girl
Ugly 20 - Mau Digendong?
Ugly 21 - Sang Pelindung
Ugly 22 - Hug Me In The Rain
Ugly 23 - Bekal Yang Terbuang
Ugly 24 - Semoga Terkabul
Ugly 25 - Kecupan Pertama
Ugly 26 - Tragedi Dalam Hujan
Ugly 27 - Rumah Sakit
Ugly 28 - Fakta Terungkap
Ugly 29 - Kilas Balik
Ugly 30 - Kita Impas?
Dear Readers Sayang
Ugly 31 - Kesempatan Untuk Linggar?
Ugly 32 - Drama Aluna
Ugly 33 - Tau Nggak Orang Khawatir?
Ugly 34 - Tolong Jujur, Letta!
Ugly 35 - Kita Usai, Aluna
Ugly 36 - Jebakan Kolam Renang
Ugly 37 - Jangan Menangis Letta
Ugly 38 - Hukuman Untuk Riyu
Ugly 40 - Kehancuran Aluna
Ugly 41 - Kebenaran Terungkap
Cast AMU New
Benua Atlana
Instagram Riyu Letta
Publish ulang (?)

Ugly 39 - Penyiksaan dan Pengorbanan

10.1K 770 651
By DevririMulya

Aku balik lagi, sapa dong.

After Me Ugly, banyak banget cobaan yang datang. Itu sih kata si Letta. Yang sabar, ya, Ta.

Dan perlahan, kisah ini memasuki konflik utama. Ke depannya kita harus siapin tisu pas baca. Semoga lancar hingga ending. Kamu bakal paham arti kisah ini setelah tamat nanti. Mudah-mudahan...

Kecepatan ya aku up-nya? Iya, tenang. Besok-besok bakal up sekali seminggu aja biar fresh.

Komennya yang banyak ya, sob. Need komen banget sih aku. :)

***

'Mari menangis bersama .....' -DevririMulya

. . . .

"Apa yang bisa Papa banggain dari kamu? Nggak ada. Dari kecil kamu selalu bikin sial!"

Riyu yang masih menggunakan seragam sekolah terlihat menundukkan kepala, mendengar cacian yang tanpa henti keluar dari mulut Papanya.

"Buat apa kamu ke kolam itu! Mau berbuat yang tidak-tidak sama pacar kamu itu, hah?!" teriak Restu lantang. "Dasar anak nggak tahu diri!"

Lidah Riyu berdecak singkat. Lelaki itu hanya diam, enggan menjawab ucapan-ucapan pria paruh baya di depannya. Jika ia membawa nama Scarletta, sudah pasti papanya akan menyeret gadis itu dalam urusan keluarga mereka.

"Saya suruh kamu jaga Scareletta. Bukan asik sama anak supir itu!" dengkus Restu dengan suara semakin keras.

"Atau ini ada hubungannya sama Scarletta-"

"Jangan bawa-bawa nama Scarletta, ya!" bantah Riyu cepat. "Kalau Papa mau hukum Riyu, hukum Riyu aja. Jangan seret nama dia karena dia nggak ada hubungannya sama ini semua!"

"Selama ini Riyu diam dan ikutin semua mau Papa. Riyu ditunangin sama Scarletta, Riyu nurut. Riyu disuruh ambil jurusan IPA walau Riyu nggak suka, Riyu ikutin. Sampai Riyu ngorbanin semua cita-cita Riyu demi ambisi Papa, apa masih kurang?" lanjut Riyu.

"Yang ada di otak Papa cuma keuntungan buat Papa sendiri. Papa tunangin Riyu sama Scarletta, pasti supaya Papa bisa keciprat bisnis keluarga mereka. Riyu tahu semuanya, kok, meski seribu kali Papa ngelak."

Bugh!

Satu tendangan mendarat tepat di perut Riyu, hingga lelaki tujuh belas tahun itu terjatuh membentur kaki sofa.

"SIAPA YANG AJARIN KAMU NGELAWAN ORANG TUA, HAH?!"

Bugh!

Restu menendang kaki Riyu yang sedang berusaha menggapai sofa untuk duduk. Bibir Riyu mengukir senyum miris. Bola mata lelaki itu memanas.

"Kenapa berhenti? Pukul gue, kalau perlu bunuh. Biar lo nggak ngerasa susah lagi. Biar lo ngerasa bebas dari anak yang nggak berguna kayak gue!"

Tubuh Restu seperti sudah kerasukan seketika mendengar jawaban-jawaban Riyu. Lelaki itu melirik ikat pinggang yang menggantung di dinding, lalu berjalan cepat meraih benda panjang itu.

Sreng! Ikat pinggang itu dipecutkan ke punggung Riyu. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali.

"MAS, UDAH, KELUARIN AKU DARI SINI. JANGAN GITUIN RIYU!" Laras berteriak dari dalam kamar. Wanita paruh baya itu sengaja dikunci oleh Restu agar tidak mengganggu urusannya dengan Riyu.

'Riyu, kalau ada apa-apa, hubungin Linggar, ya. Linggar bakal selalu ada buat Riyu. Linggar akan lindungin Riyu dari Papa Restu.'

'Kamu diapain lagi sama Papa kamu, Yu? Udah, ada Aluna di sini. Aluna dan Linggar bakal jagain Riyu.

'Kewajiban aku ke kamu cuma satu, Letta .... nggak bikin kamu nangis lagi.'

Riyu merelakan dirinya dipukuli sang Papa. Bayangan masa kecil tiba-tiba berkutat di kepala. Setelah itu, bayangan wajah Scarletta saat menangis terus menghantuinya. Pandangan Riyu perlahan redup.

Rasa sakit menyerang seluruh bagian tubuhnya. Bahkan ia yakin pecutan-pecutan di punggungnya menimbulkan bekas merah. Belum lagi perutnya yang kesakitan mendapat hantaman kaki Papanya.

"Kalau bisa, sudah saya bunuh kamu Riyu!"

Restu seolah tidak puas menyiksa anak lelakinya. Besi ikat pinggang itu sampai patah saking kerasnya pukulan-pukulan yang dilayangkan ke badan Riyu.

"BUNUH GUE, PA! BUNUH SEKALIAN. LEBIH BAIK GUE MATI DI TANGAN LO BIAR LO NGGAK NYESAL LAGI UDAH PERNAH BIKIN GUE LAHIR KE DUNIA!" Riyu mengumpulkan segenap tenaga untuk mengeluarkan suara.

"Argh!" Restu melempar ikat pinggang yang sudah rusak itu ke sembarang arah. Lelaki paruh baya itu mengerang frustrasi, lalu berlari ke luar rumah sebelum amarah semakin membakar dirinya, dan membuatnya benar-benar menghabisi nyawa Riyu detik ini juga.

Setelah itu lalu apa? Bahkan Riyu tidak punya tenaga untuk bangkit. Lelaki itu terkapar di bawah sofa. Air mata mengalir dari pelupuknya. Ini bukan pertama kali ia mendapat siksaan seperti ini.

Kemarin-kemarin, Aluna yang membuatnya mendapat hukuman dari Restu. Mulai dari keegoisan gadis itu yang menyuruhnya membawa mobil ke sekolah, hingga Riyu yang mati-matian membela Aluna di depan Papanya. Sementara gadis yang ia bela? Tidak pernah ada di sampingnya saat ia butuhkan. Miris.

"RIYU!" teriak Laras dari dalam kamar. Pintu tersebut entah berapa kali digedor-gedor. Riyu hanya menatap nanar ke arah sana. Ingin rasanya mengeluarkan sang Ibu, memberi tahu bahwa ia baik-baik saja. Tapi jangankah berjalan, untuk duduk pun ia susah.

"RIYU, JAWAB MAMA!"

"MAS, KELUARIN AKU DARI SINI. JANGAN MAIN KEKERASAN BEGINI. MAS!"

Perlahan suara itu mulai terdengar samar. Riyu merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Rasa sakit itu menghentak-hentak, bertubi-tubi menyerang bagian punggung dan perut.

"Letta ....," lirih Riyu tanpa suara. Bibir Riyu bergetar hebat. Detik setelahnya, mata lelaki itu tertutup rapat. Suara-suara yang sebelumnya terdengar nyaring perlahan menjauh.

o0~AMU~0o

Scarletta turun dari motor Linggar, lalu berlari cepat ke pintu rumah.

"Letta, lo udah maafin gue, 'kan?" tanya Linggar penuh nada penyesalan. Lelaki itu masih menunggangi motornya, menatap Scarletta yang jelas-jelas menghindar darinya.

"Nggak akan. Gue nggak akan maafin lo sebelum lo bongkar semuanya sama Riyu!"

"Oke, tapi ingat kata-kata gue tadi. Lo juga salah di sini. Lo harus jujur ke Riyu soal cidera itu. Baru adil!" teriak Linggar.

Scarletta menulikan telinganya, lalu masuk ke dalam rumah tanpa melambaikan tangan seperti biasanya pada Linggar. Ah, ia terpaksa naik motor Linggar. Batrai ponselnya habis hingga tidak bisa menghubungi supir untuk menjemputnya.

Linggar menggeleng cepat. "Egois!" decaknya kesal.

Beberapa detik kemudian, Linggar menyalakan motor, lalu meninggalkan pekarangan rumah Scarletta. Pikiran Linggar kacau, penuh ketakutan-ketakutan yang menghantui otaknya. Riyu-lelaki itu tiba-tiba muncul di kepala Linggar.

"Yu, lo itu udah gue anggap layaknya saudara. Kita bareng-bareng terus, ya, sampai kapan pun. Lo sahabat gue. Sahabat terbaik yang pernah ada!"

"Iya, kita bareng terus. Lo juga kurang-kurangin ngerokok, lah. Jangan suka nonton yang enggak-enggak lagi," oceh Riyu, lalu mereka berdua sama-sama tertawa.

"Nggak bisa berantem sama lo lama-lama. Riyu kalau udah ngomong kayak Ibu. Suka lupa berhenti. Ah, andai lo cewek, Yu. Udah gue jadiin istri," gurauan Linggar ketika pulang sekolah. Saat itu mereka masih kelas tiga Sekolah Menengah Pertama. Tepat sebelum Linggar pindah ke luar kota.

Linggar berteriak frustrasi seraya mengendarai motor besarnya. Mata lelaki itu telah basah. Jujur, ia takut kehilangan kepercayaan Riyu. Orang yang sudah membantunya untuk bangkit dari keterpurukan waktu Ibu kandungnya meninggal dunia.

"Pacar atau sahabat?" tanya Riyu seraya menerbangkan layangan motif elang ke udara.

"Hm, sahabat, dong," jawab Linggar yakin.

"Kalau suatu hari lo jatuh cinta sama Aluna gimana?"

Linggar terdiam. Lelaki itu mengalihkan pandangan ke arah lain. "Nggak akan, Bro. Gue tahu dari kecil lo suka sama Aluna. Ya, Aluna udah nyelamatin nyawa lo, 'kan. Jadi lo harus tanggung jawab. Itu yang selalu lo bilang ke gue," jawab Linggar mengarang.

Pada saat itu, Linggar dan Aluna sudah jadian di belakang Riyu. Aluna yang menyatakan cinta duluan. Linggar menyayangi Riyu seperti saudara sendiri, hingga tidak ingin melukai hati pria itu jika ia jujur.

"Lo yakin? Kita dari kecil bareng terus, lho, Nggar. Bertiga ke mana-mana. Yakin lo nggak ada rasa sama Aluna?"

"Apaan, sih. Nggak, Yu. Lo yang harus sama Aluna. Nyatain cinta ke dia, sana. Gue yakin lo diterima," ujar Linggar melepaskan tawa.

"Tapi kalau lo memang suka sama Aluna, gue lebih baik mundur. Karena gimana pun yang terpenting kalian bahagia. Masa gara-gara cewek, gue berantem sama lo. lagian kalian berdua sama-sama penting di hidup gue," ucap Riyu seraya menepuk punggung Linggar.

Linggar menghentikan motornya di pinggir jalanan lengang, tepatnya di atas jembatan. Ia berteriak sekencang mungkin untuk melepaskan rasa bersalah sekaligus sesak yang membuncah di dada.

"KENAPA GUE SELALU DIKASIH PILIHAN YANG SULIT?" teriaknya bermonolog.

"GUE JUGA PENGEN BAHAGIA, TUHAN!"

Linggar melepas kaitan helm yang membungkus kepala, lalu memukul wajahnya sendiri.

"Gimana kalau dia tahu gue udah rusakin Aluna, sementara dia selama ini ngejaga Aluna dengan baik?"

"Apa kata Riyu kalau tahu gue yang sembunyiin fakta tentang penyelamat nyawanya waktu kecil? Dan gue biarin dia kayak orang bodoh yang nggak berhak tahu apa-apa."

"Pasti Riyu bakal terluka saat tahu gue dan Aluna udah jadian dua tahun di belakang dia. Aluna hanya manfaatin dia buat antar jemput ke sekolah tiap hari. Astaga, apa yang gue lakuin ke Riyu?"

Linggar menutup mukanya dengan kedua telapak tangan. Bahu Linggar bergetar, "Hancur ... persahabatan kami bertiga udah hancur," gumamnya rendah.

Baru saja Linggar menarik napas panjang, tiba-tiba ponselnya berdering. Lelaki itu mendesah kasar, merutuki si penelepon yang bisa-bisanya menghubungi saat ia tidak ingin diganggu oleh siapa pun.

Lidah Linggar berdecak kasar, lalu meraih benda pipih dari saku celananya. Alisnya bertaut heran, tertera nama Tante Laras di panggilan.

"Iya, Halo, Ma?" sapa Linggar. Ia memang biasa memanggil orang tua Riyu dengan panggilan yang sama seperti Riyu.

"Nggar, di mana?" Laras terisak hebat dari seberang.

"Ma, kenapa? Tenang dulu, Ma. Jangan nangis," panik Linggar.

"Riyu .... tolong Riyu."

Seketika perasaan Linggar mulai tidak enak. "Kenapa Riyu?"

"Papanya ...." Laras tidak melanjutkan ucapannya. Suara Laras hilang di tengah isakan yang semakin keras terdengar.

Linggar berdecak, lalu menangguk paham. "Linggar ke sana sekarang," jawab Linggar, lalu mematikan sambungan telepon sepihak.

Tanpa berlama-lama, Linggar menyalakan kembali motornya menuju rumah Riyu.


o0~AMU~0o

Linggar berlari cepat setelah turun dari motornya menuju ke rumah Riyu. Pintu terbuka lebar. Ia sudah yakin sesuatu yang buruk terjadi pada Riyu dari suara Laras di telepon tadi.

"Riyu!" Mata Linggar membulat ketika melihat sahabatnya terkapar di bawah sofa dengan keadaan yang memprihatinkan.

Tanpa pikir panjang, Linggar mengangkat tubuh Riyu, membaringkannya di sofa.

"Linggar, tolong keluarin Mama!" teriak Laras. Linggar menoleh ke sumber suara, tepatnya ke arah kamar nomor dua di sebelah kiri.

Linggar membukakan pintu untuk wanita paruh baya yang dikurung oleh suaminya itu. Laras segera berlari ke tempat Riyu, memandangi putranya dengan tatapan pilu.

"Apa yang terjadi, Ma?"

"Mas Restu udah pukulin Riyu," lirih Laras.

Seketika Linggar berdecak kesal, melepaskan desahan kasar dari bibirnya. "Kenapa lo lakuin ini, Yu?" teriak Linggar frustrasi.

Laras menyeka air matanya, lalu menatap Linggar dengan tatapan heran. "Lakuin apa?"

Linggar menunduk, merasa takut untuk jujur pada Laras. Ia yakin Riyu pasti tidak cerita kejadian yang sesungguhnya pada mereka.

"Ehm, maksudnya, kenapa Riyu sampai ngelawan Papanya," elak Linggar.

"Udah biasa begini," gumam Laras rendah.

"Ya udah, Ma. Bawa ke rumah sakit aja biar Linggar teleponin ambulance," usul Linggar.

Baru saja Linggar meraih benda pipih itu dari saku, tangannya dicekal oleh Riyu. Pria itu menggeleng-gelengkan kepala pertanda ia menolak untuk dibawa ke rumah sakit.

"Yu, ya ampun gue panik sama kondisi lo!"

"Nak, kamu udah sadar. Mama takut kamu ...."

Riyu mengukir senyum lebar di sudut bibir. "Nggak apa-apa," bisik Riyu dengan ekspresi muka menahan sakit.

Laras menangis terisak, sebelah tangan Riyu terulur untuk menghapus air mata Ibunya. "Jangan nangis," gumamnya pelan.

Linggar tidak kuat melihat pemandangan di depannya. Ia merasa gagal jadi sahabat, gagal jadi orang yang pernah berjanji untuk saling melindungi satu sama lainnya.

"Badan Riyu sakit. Riyu ke rumah sakit, ya?" pinta Laras, menggenggam jemari putranya lembut.

Lagi-lagi Riyu menggeleng. Ia meraih tangan Linggar, minta bantuan untuk menyangga tubuhnya agar bisa duduk.

"Jangan! Lo lagi kesakitan?!" ketus Linggar.

Riyu memejamkan mata, menggunakan lengan untuk menutup matanya yang memerah.

Linggar berjongkok, lalu menaikkan seragam Riyu hingga dada. Terlihat bekas memar di perut lelaki itu.

"Awh," rintih Riyu saat tangan Linggar tidak sengaja menyentuh perutnya.

"Mama boleh lihat punggungnya, kan?" lirih Laras. Riyu mengangguk pasrah.

Laras dan Linggar mendorong lengan Riyu pelan agar lelaki itu menghadap ke samping. Riyu menurut, ia tak punya tenaga untuk memerontak ataupun menolak perintah Mama dan sahabatnya itu.

Alangkah terkejutnya Laras melihat goresan-goresan panjang yang jumlahnya cukup banyak memenuhi punggung dan pinggang Riyu. Hati Ibu mana yang tidak teriris menyaksikan luka anaknya? Luka yang disebabkan oleh kekerasan suaminya sendiri. Laras hancur, sakit yang dirasakan Riyu seolah ikut membelenggu tubuhnya.

"Riyu ...." panggil Laras dalam suara isakan yang lebih keras terdengar.

Linggar mengepalkan tangan. "Papa Restu udah keterlaluan. Ini nggak bisa dibiarin Ma. Dulu Riyu pernah dikurung seharian di gudang karena Riyu nggak menang olimpiade pas SMP. Sekarang Papa Restu lakuin hal yang lebih parah lagi. Mama harus bertindak!"

Laras tidak menjawab. Wanita paruh baya itu terus menangis meratapi keadaan putranya.

"Kalau Mama nggak mau bertindak, Linggar yang akan bertindak-"

"Tunggu!"

Suara pria lain terdengar dari arah pintu. Linggar dan Laras menoleh serentak. Lelaki paruh baya yang menjadi penyebab Riyu seperti ini baru muncul setelah tadi pergi entah ke mana. Ia berjalan mendekat, menatap Linggar dengan sorot bersalah.

"Jangan. Papa tahu salah. Tapi Papa khilaf," lirih Restu.

Linggar menghela napas singkat. "Riyu kayak gini lagi, Pa. Kurang semua penderitaan Riyu selama ini hingga Papa kayak gini? Ini anak Papa, bukan barang yang bisa Papa pukul sesuka hati!"

Restu tidak menjawab ucapan Linggar, ia berjongkok, mengusap belakang kepala putranya dengan lembut.

"Maafin Papa," gumamnya.

"MAS JAHAT. KENAPA MAS KAYAK GINI SAMA RIYU? AKU CAPEK HADAPIN SIKAP MAS SELAMA INI!"

"Saya khilaf, Ras. Saya kebawa emosi."

"KHILAF KAMU BILANG? ANAK SAYA HAMPIR MATI DAN KAMU SEENAKNYA BERSIKAP SEOLAH NGGAK TERJADI APA-APA SAMA RIYU!"

Restu mengarahkan wajah ke arah lain, "Kamu juga jangan terlalu lembek sama anak-"

"CUKUP, PA, MA!" sentak Linggar mengibaskan tangan ke udara. "KALIAN NGGAK PIKIRIN GIMANA RIYU? LIHAT DIA. DIA BUTUH DIOBATIN. JANGAN RIBUT DI SINI. NGGAK MALU APA RIBUT DI DEPAN ANAK DAN TEMAN ANAK SENDIRI?"

Laras dan Restu terdiam. Mereka menatap nanar ke arah putranya yang menjadi korban ambisi belaka.

"Yu, kita ke rumah sakit!" tegas Linggar dengan mata yang sudah berlinang.

"Nggak usah, gue nggak kenapa-kenapa. Gue harus belajar setelah ini, kalau nggak Papa marah ....," sarkas Riyu dengan suara nyaris tak terdengar.

"RIYU!" teriak Linggar, mencengkram kedua tangannya dengan erat.

Semua orang terdiam, merenungi kesalahannya masing-masing. Linggar melarutkan diri dalam pikiran kacaunya. Apa setelah ini ia beritahu Riyu saja agar beban lelaki itu tidak semakin bertambah?

Entahlah, Linggar ditelan kebohongan yang ia ciptakan sendiri ....

***

SPOILER:

"Berani-beraninya lo fitnah gue, terus jerat Riyu dalam kemunafikan lo ini. Lo nggak tahu siapa gue, hah?!" Scarletta menjambak rambut Aluna dan menyeret gadis itu keluar kelas.

"Lo lupa gue pernah ngapain aja sama lo dulu, Aluna? lo lupa ... kalau dulu gue nyiksa lo sampai lo minta ampun sama gue?!" Tubuh Aluna tersungkur ke koridor. Beberapa sisiwa yang berlalu-lalang mengelilingi mereka.

"GARA-GARA LO, RIYU SAMPAI DI SKORS. DAN LO ... LO MASIH HIDUP. LO MASIH BISA BERANGKAT KE SEKOLAH TANPA KURANG SATU PUN. OTAK LO MANA!"

"Sakit, Scarletta ... kamu jahat sama aku-"

"Dasar miskin nggak tahu diri. Anak supir kayak lo nggak pantas jadi pacar Riyu atau jadi teman siapa-siapa. Munafik lo, Jalang!"

Byur!

Scarletta menyiram kepala Aluna dengan es jeruk yang ia beli dari kantin. "Penyiksaan akan dimulai. Mumpung Riyu lagi diskors, gue akan mengulang sejarah kita yang lama."

" .... lo kangen mandi di kolam ikan, nggak?! Atau ... sepatu lo mau gue loncatin ke selokan lagi?" Scarletta tersenyum miring. "Let's play the game!"

Spoiler bisa tepat bisa berubah ya guys!!!

***

KITA UDAH DI AKHIR PART. GIMANA PART KALI INI? BOSAN KAH BACANYA?

Ada banyak pesan yang aku berusaha sampaikan lewat kisah-kisah mereka. Semoga kamu bisa paham, terus perasaan mereka bisa sampai ke kamu.

Bersiaplah, inti cerita AMU akan dimulai dalam beberapa part ke depan. Pokoknya siapin stamina yang kuat.

Sepi yang baca. Kayanya banyak yang bosan sama cerita ini.

Pesan buat Scarletta?

Buat Riyu anak kuat Mamah?

Buat Linggar tampan?

Buat Aluna. Eh, njir. lo nggak kenapa-kenapa kan????

Buat Papah Riyu?

For Aluna: Lun, ada niat resign dari cerita ini nggak???

SPAM NEXTTTT WAJIB SAYAAANG!!!!

.

.

.

🥰🥰🥰

Continue Reading

You'll Also Like

1M 16K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.7M 134K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
4.1M 318K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...