Aku ingin menyapamu, tapi luka ini mengingatkan perilakumu. —Cillanera
•••
Valcano menghela nafas ketika jam istirahat mulai, dia memilih untuk dikelas dari pada ke kantin. Messa asik berceloteh di sampingnya, pikiran lelaki itu mengarah ke Cilla.
“Val, lo dengerin gue nggak?” tanya Messa sambil mengguncang bahu Valcano pelan.
Valcano tersadar dari lamunannya. “Hah? Apa, Mes? Sorry, gue nggak fokus.”
“Ck!”
Messa benar-benar sebal dengan Valcano, namun karena tersihir dengan wajah lelaki itu, perasaan sebal tadi hilang. Asal Valcano selangkah lagi bisa dia dapat, itu tak apa. Setidaknya dia dapat memisahkan Valcano dengan Cilla.
“Val, gue nanti pulang bareng lo ya?”
Valcano melirik sekilas Messa. “Iya,” jawabnya singkat yang mampu membuat jantung Messa berdebar dengan kencang. Lelaki itu kembali menghela nafas pelan, bisa habis nanti jika sampai dia menolak ajakan Messa.
Semua ini terasa sulit bagi Valcano, dia tidak suka jika dia di atur oleh orang lain, apalagi menghadapi tekanan dari Adit.
Valcano mulai merindukan Cilla, gadis yang menyimpan luka batin dan menyiksa dirinya sendiri. Dia sadar, setiap kelakuannya kepada Cilla itu begitu jahat dan mungkin tak bisa dimaafkan, pantas jika Cilla tidak mau menemuinya lagi.
Di sampingnya, Messa masih berceloteh. Menceritakan ini dan itu yang tak di gubris sama sekali oleh Valcano. Lelaki itu sibuk dengan pikirannya.
Satu yang ada di pikiran Valcano; cara agar bebas dari tekanan Adit dan kembali dengan Cilla.
•••
Valcano memilih untuk pulang ke apartemen, dia menarik nafas pelan. Lalu setelahnya, dia memberi makan untuk Vodka, peliharaannya.
“Vodka, gue kangen Cilla,” monolog Valcano.
Valcano menunduk, perasaannya tak karuan karena rindu dengan Cilla. Lelaki itu frustasi karena perasaannya ini, memori saat dia sering menyakiti Cilla dulu berputar di otaknya.
“Maafin gue, Cilla!” Raungnya frustasi. “Gue bener-bener sayang sama lo!”
Pintu apartemennya terbuka dan terlihat tubuh Marwah yang ada disana. Wanita itu kemudian masuk tak lupa juga dia menutup pintu kamarnya. Dia melihat raut putra semata wayangnya sedang terduduk sambil memegangi kepalanya.
“Valcano.”
“Bunda?” Beo Valcano ketika melihat Marwah.
Marwah mendekati putranya, membelai rambut Valcano yang berantakan. Dia tahu, jika Valcano hancur. Pasalnya, dia tidak pernah melihat Valcano seperti ini.
“Bunda, Val salah banget ya ke Cilla? Awalnya, Val juga sayang sama Messa sebagai sahabat, Val juga sayang sama Cilla.”
“Bun, gimana caranya kita bisa lepas dari tekanan Om Adit? Val ngerasa kalau Messa semakin semana-mena sama Val.”
Marwah menarik nafas pelan. “Papa lagi coba cara buat lepas dari Om Adit, Nak.”
“Val udah minta tolong sama Kakek, tapi Kakek nggak mau.”
Marwah memeluk Valcano dengan erat. “Tidak seharusnya kamu terlibat dalam masalah ini, Nak.”
“Bun.. Gimana cara agar Cilla mau maafin Val?” Valcano menenggelamkan kepalanya di lekuk leher Marwah. “Val kehilangan Cilla.”
•••
Cilla menarik nafas lalu menghembuskannya kembali. Renata masih setia disampingnya, menunggu dirinya yang tidak bisa tidur.
“Cilla capek,” kata Cilla.
“Ada apa? Coba Cia cerita sama Mama,” kata Renata.
“Cia.. Cia..” Cilla kembali menghela nafas, kasar. “Cia baru putus sama Valcano. Cowok yang waktu itu datang ke rumah sakit.”
Renata tersenyum tipis mendengar penuturan anaknya. Ternyata anaknya ini sudah suka dengan lawan jenis. Saatnya dia menjadi sosok Ibu untuk sandaran anaknya.
“Kenapa kalian putus?” Tanya Renata.
“Cilla udah capek, Ma, sama Valcano. Valcano lebih mentingin Messa, anak Bu Metta.” Dan Valcano dua kali nampar Cilla, Ma. “Cilla capek juga makan hati melulu, hubungan Cilla juga terlalu toxic.”
“Cia bisa lupakan Valcano?”
Cilla mendongak, menatap Renata lalu menggelengkan kepalanya. “Enggak.”
“Kenapa Cia nggak bisa melupakan Valcano?”
“Karena.. Cilla sayang sama Valcano.” Cilla memejamkan matanya sesaat.
“Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan, sayang.”
“Hah? Emangnya apa yang akan Cilla lakukan?”
“Mengikuti kata hati.”
•••
Valcano melihat Cilla yang sedang berada di kantin bersama dengan Jeane dan juga King. Perasaannya cemburu melihat King kembali mencoba mendekati Cilla. Ingin sekali dia menegur mereka namun dia tahu batasan, dia hanya mantan Cilla bukan lagi pacarnya.
“Valcano, kok lo ninggal gue sih?”
Valcano menatap Messa yang berdiri di belakangnya. “Sorry, Mes. Gue lupa.”
“Ck!” Messa berdecak. “Lo mikir apa sih, Val? Mikirin Cilla ya? Udah lah, nggak usah mikirin dia. Lihat tuh, dia aja lagi pdkt sama King, padahal kalian baru beberapa waktu putus kan?”
Valcano tak menggubris ucapan Messa. Karena kesal, dia langsung menarik Messa untuk duduk di salah satu kursi kantin. Avines dan Nams menghampiri keduanya, sementara Ciko, Tara dan Seno sedang menggoda adik-adik kelas.
“Val, lo mau pesen apa nih? Gue pesenin sekalian!” Kata Avines.
Nams duduk di samping Valcano. “Gue nitip nasgor aja lah.”
“Samain,” kata Valcano.
“Gue juga ya, Vin!” Sahut Messa.
Avines menatap Messa. “Emangnya gue nawarin lo?”
Messa memutar bola matanya malas, selalu aja seperti itu teman-teman Valcano. Tidak bersahabat dengan dirinya.
“Gitu banget sih lo sama gue.”
Avines menggedikkan bahunya. “Kalau Ciko tahu pasti lo yang di tawar sama tuh orang,” katanya sambil berlalu pergi. Messa mengumpati dalam hati, dia sangat kesal.
Valcano memperhatikan Cilla dari tadi. Tampak mantan kekasihnya itu tertawa diikuti dengan King. Lelaki itu sontak berdiri dan menghampiri meja yang di tempati Cilla.
“Kiw cewek!”
Mereka bertiga langsung menatap Valcano.
“Ngapain lo kesini? Ganggu aja!” Seru Jeane.
Valcano tak menggubris ucapan Jeane, lelaki itu sibuk menatap Cilla yang di tempatnya tampak tak nyaman duduk.
“Cantik banget lo, Cil.”
“Halah, bohong. Gombal banget!”
“Diem! Nggak usah ikut campur,” kata Valcano. Jeane menatap sengit Valcano begitu juga sebaliknya.
Cilla berdiri dari tempatnya dia duduk tadi, kemudian dia menatap King. “Emm, King. Mau anter gue ke kelas nggak? Sekalian sama Jeje juga.”
King menyudahi makannya sambil mengangguk. “Ayo.”
“Tunggu!” Tegas Valcano. “Gue yang anter lo ke kelas aja.”
Cilla menggeleng. “Nggak perlu.”
Setelah itu, Cilla, King dan juga Jeane berjalan meninggalkan meja kantin tadi. Valcano pun ikut, dia hanya tak mau jika Cilla sampai berdekatan dengan King. Rasa kehilangan itu membuat Valcano semakin gencar untuk kembali mendekati Cilla.
“Cilla!” Tegur Valcano.
Cilla masih tak menggubris ucapan Valcano.
“Valcano! Makanan lo udah datang!” Kata Messa sambil menarik tangan Valcano, mencegah agar Valcano tak mengejar Cilla lagi.
Valcano hanya menatap punggung Cilla yang mulai mengecil dan hilang di belokan. Dia menarik tangannya dengan kasar lalu kembali ke mejanya.
Messa tersenyum licik. Bentar lagi lo bakal jadi milik gue, Val.