Seperti tidak diinginkan tapi tak juga dibuang
• • •
"Kenapa kamu bawa dia kesini?"
Cilla memegang tangan Silla melihat neneknya tampak marah kepada Renata.
"Dia memaksa untuk ikut," jawab Johan dingin.
Neneknya semakin berang. "Lalu kenapa kamu menurutinya?"
"Nenek.." Panggil Cilla.
"Diam, anak pembawa sial!"
Cilla bangun ketika mimpi itu menyerangnya. Nafasnya menggebu-gebu seperti dikejar oleh penjahat. Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya lalu keluar dari kamarnya menuju dapur. Di dapur, Cilla melihat Renata sedang mengambil sesuatu di kulkas. Cilla menghampiri ibunya.
"Ma.." tegurnya.
Tidak ada sahutan dari Renata.
"Cilla mimpi buruk, Ma.. Kenapa Cilla selalu di datangi mimpi-mimpi itu," katanya lirih.
Renata diam.
"Nggak masalah Mama nggak nenangin aku, setidaknya Mama mau dengerin keluh kesahku," kata Cilla. "Enak ya jadi Silla, dianggap pembawa keberuntungan, selalu dimanja sama Mama. Cilla juga pengen kayak Silla, diperhatikan Mama. Diantar sekolah sama Papa. Diingetin buat belajar, ditanya saat pulang sekolah."
Renata tercengang mendengarnya, apakah Cilla sedang mecurahkan isi hatinya?, pikir Renata.
Sesudah minum, Cilla langsung pergi meninggalkan Renata yang masih terdiam karena ucapannya.
• • •
"Cilla!"
Cilla menoleh ke arah Messa yang memanggilnya. "Hm?"
"Putusin Cano."
Mata Cilla melebar ketika mendengar ucapan Messa, enak sekali gadis itu menyuruhnya untuk memutuskan Valcano setelah hubungannya dengan Valcano hampir setahun.
"Apaan sih lo, nyuruh-nyuruh gue. Lo kira gue pembokat lo?" maki Cilla. "Seharusnya gue bilang sama lo, buat pergi jauh-jauh dari hidup Valcano, lo tuh parasit di hubungan gue!"
Messa terkejut dengan jawaban Cilla, dia pikir Cilla tidak akan berani kepadanya. Selain itu, ucapannya juga menohok hati sama seperti omongan Ciko.
"Asal lo tahu, Cil, sebenarnya Valcano nggak cinta sama lo." Messa menatap tajam Cilla. "Kenapa sih lo nggak nyadar-nyadar? Dia tuh sukanya sama gue."
"Kok lo pede banget, hm?" tutur Cilla.
Messa tertawa mengejek. "Cil, lo tuh malu-maluin Valcano aja."
"Masih mending lah, kalau lo malu-malu in keluarga."
"Dasar lo murahan!"
Cilla menampar pipi Messa ketika gadis itu sudah mengakhiri ucapannya. Lagi, Messa terkejut dengan perlakuan Cilla, dia begitu berani dengan dengan Messa.
"CILLA!" Teriak Valcano.
Cilla kaget.
Valcano berlari ke arah Messa, memeluknya yang sedang memegang pipinya yang merah karena tamparan Cilla. Lelaki itu begitu terlihat marah kepada Cilla, kaki Cilla bergetar melihatnya.
"Salah emang kalau gue dikatain murahan terus dia gue tampar, hah?!" Cilla mengatakan sebelum Valcano bertanya kepadanya, dia membela dirinya sendiri.
"Enggak, malah dia bilang kalau gue murahan, Val. Dia juga ngancam gue, dia benci gue karena lo selalu sama gue," kata Messa.
"Bohong!" Bentak Cilla.
"DIAM!" Sentak Valcano. "Nyatanya lo lebih murahan, Cil! Lo udah punya cowok tapi lo masih suka jalan sama cowok!"
Deg.
Cilla menatap Valcano tidak percaya, bagaimana bisa Valcano lebih mempercayai Messa dari pada dirinya? Apa yang membuat Valcano lebih mempercayai Messa? Apakah Valcano mencintai Messa? Tidak! Cilla menepis pikiran itu. Tidak mungkin rasanya jika Valcano mencintai Messa.
Lo masih suka jalan sama cowok.
Kapan Cilla jalan dengan cowok selain dengan Valcano? Apakah yang dimaksud Avines? tapi dia yang menyuruh Avines untuk mengantarnya. King.. King. Mungkin yang dimaksud oleh Valcano saat dia bersama dengan King.
Valcano mengajak Messa untuk berjalan, lelaki itu sadar saat ini dia sedang tersulut emosi, dia takut jika akan semakin marah dan menggunakan kekerasan sekalipun itu dengan Cilla. Jika sudah marah, Valcano tudak akan pandang lawannya, baik perempuan atau lelaki.
Valcano jahat!
• • •
Mapel Sejarah yang diajar oleh Bu Asri membuat seisi kelas 11 IPA 3 menguap karena ngantuk. Cilla memperhatikan apa yang diucapkan oleh Bu Asri sambil sesekali mencatat hal yang penting dari ucapannya.
Ctek! Ctek! Ctek!
Seisi kelas menoleh ke arah jendela, karena suara itu berasal dari jendela. Tak lama setelahnya, seisi kelas yang hening berubah gaduh karena teriakan mereka ketika kaca jendela pecah akibat lemparan batu-batu besar. Mereka semua keluar dari kelas.
Cilla panik, begitu juga dengan seisi kelasnya yang sudah lebih dulu berlari keluar.
"Tolong.."
Cilla mencari asal suara dan melihat Layla yang dahinya berdarah karena terkena lemparan batu. Gadis itu memegang kepalanya sambil meringis kesakitan.
"Layla!"
"Cilla!" panggil Layla melemah.
Batu-batu berukuran sedang masih terlempar, mengenai kaca, membuat bising. Cilla kebingungan dengan apa yang harus dia lakukan, gadis itu masih terus memegangi Layla yang berjalan tertatih-tatih karena merasakan pusing.
"Cilla! Ayo keluar!"
Cilla menoleh ke asal suara dan melihat Valcano yang berdiri di depan pintu kelasnya.
"Valcano.. Tolong Layla please.."
"Nggak perlu!" jawab Valcano tajam. Lelaki itu langsung melepaskan tangan Cilla yang sedang memegangi Layla yang sudah lemas, mungkin sebentar lagi bakal pingsan.
"Cilla.. tolong.."
"Valcano, kasihan Layla."
Valcano mencium pipi Cilla kemudian langsung mengangkat tubuh mungil Cilla. Lelaki itu berusaha menyelamatkan Cilla dari serangan tiba-tiba ke sekolahnya.
Valcano membawa Cilla ke belakang sekolah. Mobil bewarna hitam ada disana, lelaki itu menurunkan Cilla disana lalu mendorongnya masuk ke dalam mobil.
"Val-"
"Dengerin gue!" Pinta Valcano. "Seno bakal bawa lo pulang, okay? Disini nggak aman, lo bisa kenapa-kenapa. Urusan tas lo nanti, gue bakal bawain ke rumah lo."
"Kamu gimana?" tanya Cilla. "Terus Layla juga gimana?"
"Jangan pikiran gue, lo tenang aja. Gue bakal atasi ini. Yang penting lo sekarang pulang agar aman. Soal Layla, nggak usah dipikirin. Dia jahat sama lo." Setelah itu mata Valcano beralih kepada Seno. "Antar dia pulang!" Setelah itu, Valcano menutup pintu mobil dan berlari ke arah gerbang depan sekolah.
Cilla menatap kepergian Valcano, semoga lelaki itu tidak sampai terluka.
• • •
Fyi.. Aku selalu kasih spoiler setiap part di ig @blacksew_ ya..
😋