Isolated

By 5izask

30.8K 8.4K 568

Karyawisata yang seharusnya menyenangkan menjadi malapetaka yang mengakibatkan 20 pelajar SMA di bawah umur m... More

Prolog
Chapter 1 - Kecelakaan Kapal
Chapter 2 - Lautan Tanpa Matahari
Chapter 3 - Pulau dengan Penduduk Bermata Cerah
Chapter 4 - Selamat Datang di Pulau yang Terisolasi
Chapter 5 - Cara Keluar
Chapter 6 - Buku Pengetahuan
Chapter 7 - Anakonda
Chapter 8 - Hutan yang Sunyi
Chapter 9 - Imajinasi
Chapter 10 - Ancaman di Rawa-Rawa
Chapter 11 - Kalajengking Raksasa
Chapter 12 - Perlawanan
Chapter 13 - Seseorang di Dalam Kegelapan
Special Chapter - Pembagian Kelompok
Chapter 14 - Persiapan
Chapter 15 - Penunggu Hutan Utara
Chapter 16 - Pengendali Reptil
Chapter 17 - Racun, Penawar, dan Pelindung
Chapter 18 - Istirahat
Chapter 19 - Pesta
Chapter 20 - Nama yang Ada di Pojok Kamar
Chapter 21 - Cave dan Ran
Chapter 22 - Kegelapan di Dalam Gua
Chapter 23 - Dandelion
Chapter 24 - Bagian Barat
Chapter 25 - Oasis
Chapter 26 - Tahun Baru
Chapter 27 - Bab Terakhir
Chapter 28 - Badai Salju
Chapter 29 - Terpisah
Chapter 30 - Pembunuh
Chapter 31 - Duri yang Diwariskan
Chapter 32 - Kembali ke Timur
Chapter 33 - Duri Beracun
Chapter 34 - Wilayah Tak Terjamah
Chapter 35 - Perintah Terakhir
Chapter 36 - Pengkhianat
Chapter 37 - Hypn Si Gila
Chapter 38 - Lomba Lari
Chapter 39 - Pertumpahan Darah
Epilog
Extra Chapter - 1 : Evelyn's Diary
Extra Chapter - 2 : Cal
Ability Tier List
Di Balik Isolated
Sneak Peek: Escaped
PENGUMUMAN!

Chapter 40 - Good Night

560 160 32
By 5izask

Author's PoV

Uly yang kembali "dicuci otak" mengarahkan belatinya pada Eve. Eve hampir tidak sempat menghindar, beringsut mundur dengan cepat dan menendang tubuh Uly. Tetapi, Uly kembali menyerang Eve hingga belatinya menyayat mata kiri Eve.

"AAAKH!"

Dor!

Terdengar suara letusan pistol dari arah hutan. Sebuah peluru mengenai lengan Uly. Belati di tangannya terlepas dan Uly meringkuk menahan sakit yang luar biasa di lengannya. Sha segera menahan Uly.

"Mataku ... tidak salah lihat, 'kan?" tanya Cave begitu dia melihat orang yang baru saja menembakkan peluru dari arah hutan.

"Tidak, kok. Kau tidak salah lihat. Ini aku, Thorn."

Cave dan Sha membelalak kaget tidak percaya. Eve yang mendengar suara ayahnya berusaha membuka mata. Kini dia hanya bisa melihat dengan mata kanan.

Eve menyeret tubuhnya di atas tanah, berusaha menghampiri ayahnya.

"Ayah ... mataku ... sakit ... sekali ...."

Thorn menghampiri Eve yang terluka. Dia memeluk putrinya dengan erat. Perlahan, Thorn menyerap sedikit energi kehidupan Eve, membuatnya jatuh tak sadarkan diri dengan cepat.

"Bagaimana caramu kembali ke sini?" tanya Cave.

"Aku Isolator, sangat mudah bagiku masuk ke sini. Tapi yang susah, aku melupakan koordinat letak pulau ini. Selama enam bulan aku mencarinya dan baru hari ini aku berhasil."

Thorn meletakkan Eve di tanah, mencoba mengobati sebagian lukanya. Setidaknya luka yang ada di tubuh Eve tidak akan terkena infeksi berlebih.

"Jaga putriku. Aku akan menyelesaikan urusanku dengan Hypn."

¤¤¤

Thorn pergi menaiki jurang. Di wilayah hutan, beberapa warga masih ada yang berjaga. Mereka langsung menyerang Thorn begitu mereka melihatnya.

Dengan mudahnya Thorn menyentuh tubuh mereka sambil menghindari serangan. Dalam sekejap, orang-orang itu terkapar. Akan tetapi, Thorn tidak membunuh mereka. Dia hanya menyerap sebagian besar energi kehidupan sampai membuat para warga tidak bisa bergerak. Dia sudah mahir mengendalikan kekuatannya.

Thorn lalu mencekik salah seorang warga, memaksanya bicara. "Dimana kau, Hypn?"

Orang itu tertawa. "Coba temukan kalau kau bisa."

Thorn lalu menyerap energi kehidupan orang itu sampai dia tidak bergerak lagi.

Thorn keluar dari wilayah pegunungan. Pemandangan yang hampir sama dengan tiga puluh tahun yang lalu menyambutnya. Tidak banyak berubah. Gedung enam lantai yang ada di samping danau pun masih berdiri dengan kokoh, tempat tinggal keluarga Isolator dulu.

Kemudian, Thorn masuk ke dalam gedung. Ada beberapa warga yang menghadangnya dengan berbagai senjata yang digunakan. Dengan mudah Thorn mengalahkan mereka.

Dia lalu menaiki tangga, menuju lantai atas. Saat dia membuka pintu ke atap, seorang pria tua segera menusuk pinggangnya dengan belati.

Darah keluar dari pinggang Thorn. Namun dia mencabut pisau itu dengan santai lalu ia hantam Hypn yang baru saja menusuknya. Luka tusukan kecil seperti itu, takkan membuat Isolator segera mati.

Hypn tertawa. "Menjemput putrimu, ya? Sepertinya kau tidak menyayanginya. Padahal putrimu menangis setiap malam merindukanmu. Tapi kau baru menjemputnya sekarang."

Thorn lalu menghantam Hypn lagi. Dia tidak menyerap energi kehidupan Hypn. Dia memilih menyiksa Hypn sampai mati.

Walaupun Thorn bisa menyerapnya, dia akan ikut mati.

"Bumi tidak butuh orang kotor sepertimu!"

Wajah Hypn penuh darah dan babak belur. Bagi orang setua dia, dia tidak bisa melawan Thorn balik tanpa senjata dan prajuritnya. Belati yang tadi ia gunakan untuk menusuk Thorn, sudah Thorn lempar ke bawah.

"Dasar kakek tua pengecut. Beraninya keroyokan. Kenapa kau tidak hadapi saja putriku seorang diri, hm? Kau tidak mampu?"

Hypn lagi-lagi tertawa. "Jangan pikir ... kau bisa menang. Ini belum berakhir. Pulau ini ... akan terus meneror putrimu."

"Oh, begitukah? Tapi sayang sekali, kau hanyalah seekor semut di mata putriku."

Hypn tergelak. "Lihat saja nanti."

Thorn mengeluarkan pistol yang sudah dia bawa dari Bumi dan menodongkannya ke kepala Hypn.

"Matilah."

¤¤¤

Pengaruh cuci otak Hypn sudah lepas. Orang-orang yang terkena pengaruhnya mulai sadar dan bersikap sesuai kemauan mereka sendiri, tanpa pengaruh dari kekuatan apapun. Melihat keberadaan Thorn, mereka semua bersujud meminta maaf.

"Maafkan kami. Kami semua sudah melukai putri Anda. Kami sudah hampir membunuhnya. Maafkan kami. Beribu-ribu maaf dari kami," kata seorang pria, mewakili semua orang.

"Kalian tidak melukainya. Hypn Si Gila-lah yang ingin membunuh putriku. Angkat kepala kalian sekarang."

Semua orang mengangkat kepalanya. Namun masih menunduk.

Thorn mendongak ke langit. Waktu hitung mundur sudah kurang dari satu jam.

"Kalian punya kapal, 'kan?" tanya Thorn.

Para warga mengangguk pelan.

"Sebentar lagi, dinding isolasi pulau ini akan hancur. Kalian bisa pergi ke Bumi dengan kapal kalian. Tetapi, kekuatan kalian semua akan kuhapus. Kalian tidak keberatan, 'kan?"

"Selama kami bisa pergi ke Bumi, belajar, dan dapat mencari nafkah lebih banyak lagi, kami rela kehilangan kekuatan kami."

Thorn lalu meninggalkan orang-orang, pergi kembali ke Wilayah Tak Terjamah. Di bawah jurang, Cave, Sha, dan murid kelas 12 Akselerasi berkumpul. Semuanya sudah siuman.

"Mr.Thornley, aku ...." Hugo menghadap Thorn, tetapi tidak mampu menatap wajahnya. "Aku minta maaf. Aku tidak ... menjaga Eve dengan baik. Aku malah melukainya dengan parah."

Hugo dan yang lain menunduk, meminta maaf serta dihantui rasa bersalah yang besar. Mereka semua tentu masih ingat bagaimana mereka menyiksa Eve sebelumnya. Hal itu akan menghantui mereka seumur hidup jika seandainya—

—Eve tidak terselamatkan.

Thorn lalu menghampiri Eve yang sedang berbaring di pangkuan Uly. "Apa kamu ingin menggendongnya?"

Uly sedikit salah tingkah. "T-tapi kalau Anda ingin menggendongnya ... tidak apa. Eve pasti lebih ingin digendong ayahnya. Lagipula aku ... tanganku terluka."

"Ah, maafkan aku soal itu."

"Ti-tidak apa-apa. Jika Anda tidak melakukannya ... mungkin aku sudah membunuh Eve."

Thorn pun mengangkat tubuh Eve. Dia membawanya masuk ke dalam hutan. Hugo dan yang lain hanya bersitatap bingung.

Thorn menoleh. "Kenapa? Apa kalian tidak ingin pulang? Ikuti aku kalau kalian ingin pulang."

Seluruh anggota kelas 12 Akselerasi pun mengikuti Thorn dari belakang, pergi ke menara yang ada di pantai. Hugo dan Elliot kembali sebentar ke gedung, menjemput jasad Devin dan Emily.

"Boleh kami ikut?" tanya Cave dan Sha.

"Eh? Kalian juga mau ikut?"

"Yah, aku hanya ingin tahu bagaimana rupa Bumi. Aku hanya penasaran," kata Cave ketus.

"Aku disuruh ayahku. Dia bilang mungkin nanti aku akan dapat jodoh di Bumi," ujar Sha kemudian. "Di pulau ini tidak ada yang berani mempersuntingku. Entah kenapa."

"Karena kau hitam," sahut Cave.

"Setidaknya aku tidak tinggal di gua sepertimu," ejek Sha.

"Itu dulu! Saat dewasa aku sudah membangun gubukku sendiri!"

"Sudah, sudah." Thorn menengahi. "Kalian boleh ikut."

Akhirnya, Cave dan Sha bergabung. Setelah beberapa puluh menit berjalan melalui gelapnya hutan, mereka semua sampai di menara. Butuh waktu yang sedikit lama untuk mereka semua naik ke puncak menara, apalagi mereka sudah kelelahan.

Dalam waktu beberapa menit lagi, mereka akan berteleportasi ke titik koordinat tujuan. Mereka semua sudah sampai di puncak menara dan duduk-duduk beristirahat. Sementara itu, Thorn menyetel sesuatu di perangkat, menghapus semua kekuatan penduduk Pulau begitu hitung mundur habis nanti.

"Eve baik-baik saja, 'kan?" tanya Uly. Yang lain ikut memandang cemas.

"Dia terluka parah. Namun, aku percaya dia akan baik-baik saja. Aku akan menyerap sebagian besar energi kehidupannya," ujar Thorn yang baru saja selesai mengutak-atik perangkat, kembali memangku Eve.

"Eh? Bukankah itu akan membunuh Eve?" sahut Hugo yang sudah kembali menjemput Devin.

Thorn tertawa. "Sepertinya kalian menganggap kekuatan ini hanya bisa digunakan untuk membunuh. Itu salah besar. Aku sudah mahir mengendalikannya, jadi aku akan menyisakan sedikit energi untuk Eve hidup.

"Mungkin itu akan membuatnya tertidur sangat lama, karena untuk memproduksi energi kehidupannya kembali, itu butuh waktu yang tidak sebentar. Apalagi, tubuhnya memiliki banyak luka dan kehilangan banyak darah. Tetapi, jika aku tidak menyerap energi kehidupannya, dia akan terus mengalami sakit kepala walaupun kekuatan dari Pulau kulenyapkan."

Ruangan menara itu kemudian senyap. Tidak ada yang bersuara selama beberapa menit.

"Pantas saja ...."

Uly tiba-tiba bicara memecah keheningan, membuat semua perhatian teralihkan padanya.

"Pantas saja ada yang terasa aneh ... dalam ingatanku. Ternyata itu karena pengaruh kekuatan tetua ...."

Selama beberapa saat, tidak ada yang menyahut Uly yang tiba-tiba merubah topik. Namun, hampir semua dari mereka merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan Uly.

"Tak kusangka dia melakukan ini semua," sahut Hugo.

"Kalian malang sekali." Thorn menyahut, masih sambil mengelus rambut Eve. "Sejak awal, sejak aku kecil, Hypn Si Gila memang benar-benar gila. Dia sangat terobsesi dengan Bumi dan keinginannya untuk pergi ke Bumi melebihi keinginan para penduduk. Aku tahu dia berniat jahat dengan kekuatannya yang mengerikan itu, karena selama dia tinggal di Pulau ini, dia sering memengaruhi pikiran penduduk semaunya.

"Tak kusangka dia memanfaatkan Eve dan kalian semua."

Tiba-tiba, Eve membuka mata kanannya dan merintih sakit.

"Ayah ... kepalaku ... sakit ...."

Thorn memeluk Eve, mengusap kepalanya. "Tidak apa-apa. Ayah ada di sini. Ayah akan menyembuhkanmu."

"Aku sangat merindukan Ayah .... Aku ingin jalan-jalan lagi dengan Ayah ...."

"Maaf. Ayah terlambat menjemputmu."

Eve menangis, melepas kerinduannya dengan ayahnya. Akan tetapi, tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak membalas pelukan ayahnya.

Thorn terus mengelus rambut Eve serta menghapus air mata yang mengalir di mata kanannya. "Menangislah. Menangislah selama yang kamu mau. Maafkan Ayah yang terlambat menjemputmu."

Tangisan lemah Eve membuat hampir semua yang ada di ruangan itu ikut menangis. Eve, dengan kondisinya yang sekarat, dialah yang pertama kali bertemu dengan orangtuanya kembali.

"Quilla ..." panggil Eve saat tangisannya perlahan mereda.

Quilla berada di paling belakang, sengaja menjauh karena dia merasa bersalah telah kasar kepada Eve tempo hari.

"Aku ... bertemu Devin ... di dalam mimpi ..."

Mendengar itu, Quilla mengangkat kepalanya. Dia bahkan beringsut maju agar mendengar apa yang dikatakan Eve.

"Devin meminta maaf ... padamu, karena sudah ... tidak membalas perasaanmu ... dengan sungguh-sungguh ...."

"Bilang padanya kalau aku memaafkannya!" Quilla langsung menangis. "Aku ... maafkan aku ... sudah bersikap kasar padamu kemarin. Maafkan aku!"

Eve hanya tersenyum. Dia lalu menatap ayahnya. "Ceritakan aku ... sebuah dongeng ...."

Thorn sedikit terkejut. Dia mengerling dan memikirkan cerita yang pas. Hugo dan yang lain sedikit menjauh, membiarkan seorang ayah dan putrinya berdua. Thorn lalu mulai menyerap energi kehidupan Eve dengan pelan.

"Ayah sudah menceritakan seluruh dongeng yang Ayah punya. Tapi sepertinya ada satu lagi yang belum Ayah ceritakan.

"Ada seorang pria yang tinggal berdua dengan putri semata wayangnya. Dia pria yang baik hati dan ramah, serta sangat menyayangi putrinya. Dia bahkan hampir tidak pernah memarahi putrinya dengan kasar.

"Suatu hari, putrinya menghilang tanpa jejak. Pria itu sedih dan marah besar. Dia mencaci maki siapapun orang yang ia temui. Anggapan pria yang baik hati dan ramah, mulai berubah menjadi pria tua yang kasar. Dia bahkan dipecat dari pekerjaannya. Hidupnya berubah drastis setelah putrinya menghilang.

"Akan tetapi, pria itu tidak pantang menyerah. Dia mencari putrinya kesana kemari, menyeberangi lautan, pulau, samudera. Hampir seluruh daratan dan lautan di Bumi ia telusuri. Itu semua membutuhkan waktu yang sangat lama. Tetapi, kerja keras itu membuahkan hasil. Pria itu akhirnya menemukan putrinya, terbaring lemah di pulau antah berantah.

"Ternyata putrinya diserang oleh penyakit. Orang-orang di pulau itu mencoba menyembuhkan penyakit putrinya, tetapi tidak berhasil. Untuk menyembuhkan penyakit putrinya, harus ada orang lain yang bersedia mengambil alih jiwa jahat penyakit itu dari tubuh putrinya. Namun selama ini, tidak ada yang mau.

"Pria itu bersedia untuk melakukannya. Dia memeluk putrinya dengan erat, perlahan mengambil alih jiwa jahat itu dari tubuh putrinya. Akhirnya, putrinya sembuh dari penyakitnya, dan sang pria meninggal dalam keadaan tersenyum, senang telah mengobati putrinya."

Kesadaran Eve mulai hilang kembali. Mata kanannya menutup perlahan.

"Itulah dongeng terakhir dari Ayah. Selamat ulang tahun, Evelyn. Good night."

Dengan perlahan Thorn meletakkan tubuh Eve ke lantai lalu berdiri terhuyung. Semua orang memerhatikannya. Tidak ada yang menyadari dirinya ingin melakukan apa sampai ketika Thorn berdiri di samping pagar rendah tangga spiral.

"Hei, hei, hei! Thorn, apa yang ingin kau lakukan!?" teriak Cave. Dia langsung berdiri ingin menggapai tangan Thorn.

"Thorn!"

Cave tidak sempat. Tubuh Thorn mulai jatuh ke bawah.

Sinar biru yang sangat menyilaukan mata muncul dan menyinari semua orang yang ada di ruangan canggih itu.

Tepat saat tubuh Thorn terhempas ke lantai dasar menara, waktu hitung mundur telah habis.

¤¤¤

Zona laut teritorial San Juan, Puerto Rico
19 Januari 2026

Sebuah kapal nelayan melintas. Orang-orang di atas kapal itu bersuka cita karena baru saja berhasil memancing ikan yang sangat besar. Tawa mereka terhenti begitu terdengar suara gemuruh dari arah Segitiga Bermuda.

"Hiiy, menyeramkan," gidik salah satu nelayan.

"Begitu saja takut? Nelayan macam apa kau?"

"Seorang nelayan sejati takkan pernah takut dengan keadaan laut seperti apapun!" Nelayan yang mengatakan itu membusungkan dada, mengatakannya seolah sudah pernah menghadapi semua ancaman di laut.

"Hei, hei, lihat itu!" Salah seorang nelayan yang lain menunjuk ke arah pantai di San Juan.

Dari arah pantai, nampak seberkas cahaya biru yang menyilaukan mata siapapun yang melihatnya. Cahaya itu perlahan membesar dan semakin terang, membuat para nelayan harus menutup mata.

Beberapa detik kemudian, cahaya biru itu meredup lalu menghilang. Para nelayan itu kembali memicingkan mata untuk melihat sesuatu yang ada di pantai.

"Itu orang!"

"Ada banyak orang!"

*

Escape has been succeeded

.

~ ISOLATED ~


.

Akhirnya, Isolated udah tamat!

Bagaimana kesannya di chapter terakhir ini? Apa mungkin mengecewakan? Author minta maaf jika endingnya tidak sesuai dengan ekspektasi pembaca. Karena, Author memang sudah tidak terpikirkan ending lain yang pas :"

Author juga minta maaf kalau kesan drama meweknya kurang berasa karena Author tidak terbiasa membuat adegan drama.

Jangan lupa scroll lagi untuk membaca epilognya!

Chapter spesial akan menyusul!

.

Senin, 22 November 2021
Izask

Continue Reading

You'll Also Like

37.2K 6.9K 67
"Ada apa dengan Indonesia?! Kenapa waktu tiba-tiba bisa berantakan? Tahun 1960?! shit!" Terlempar ke masa lalu...apa jadi nya jika kamu mengalami tim...
42.3K 4.1K 35
Dalam kegelapan malam yang sunyi, [Name] mengemban kisah hidup penuh tantangan. Di lorong-lorong sekolah, bayangannya sering menjadi sasaran ejekan d...
10.2K 2.1K 68
Saat pandemi mayat hidup melanda Indonesia, sekelompok orang di Pemerintah berusaha mengumpulkan informasi melalui jejak para penyintas yang pernah (...
871K 86.7K 56
Zayden Vincenzo remaja berumur 19 tahun, seorang pembunuh bayaran yang mati karena di tabrak oleh sebuah truk untuk menyelamatkan seorang anak kecil...