Isolated

By 5izask

30.9K 8.4K 568

Karyawisata yang seharusnya menyenangkan menjadi malapetaka yang mengakibatkan 20 pelajar SMA di bawah umur m... More

Prolog
Chapter 1 - Kecelakaan Kapal
Chapter 2 - Lautan Tanpa Matahari
Chapter 3 - Pulau dengan Penduduk Bermata Cerah
Chapter 4 - Selamat Datang di Pulau yang Terisolasi
Chapter 5 - Cara Keluar
Chapter 6 - Buku Pengetahuan
Chapter 7 - Anakonda
Chapter 8 - Hutan yang Sunyi
Chapter 9 - Imajinasi
Chapter 10 - Ancaman di Rawa-Rawa
Chapter 11 - Kalajengking Raksasa
Chapter 12 - Perlawanan
Chapter 13 - Seseorang di Dalam Kegelapan
Special Chapter - Pembagian Kelompok
Chapter 14 - Persiapan
Chapter 15 - Penunggu Hutan Utara
Chapter 16 - Pengendali Reptil
Chapter 17 - Racun, Penawar, dan Pelindung
Chapter 18 - Istirahat
Chapter 19 - Pesta
Chapter 20 - Nama yang Ada di Pojok Kamar
Chapter 22 - Kegelapan di Dalam Gua
Chapter 23 - Dandelion
Chapter 24 - Bagian Barat
Chapter 25 - Oasis
Chapter 26 - Tahun Baru
Chapter 27 - Bab Terakhir
Chapter 28 - Badai Salju
Chapter 29 - Terpisah
Chapter 30 - Pembunuh
Chapter 31 - Duri yang Diwariskan
Chapter 32 - Kembali ke Timur
Chapter 33 - Duri Beracun
Chapter 34 - Wilayah Tak Terjamah
Chapter 35 - Perintah Terakhir
Chapter 36 - Pengkhianat
Chapter 37 - Hypn Si Gila
Chapter 38 - Lomba Lari
Chapter 39 - Pertumpahan Darah
Chapter 40 - Good Night
Epilog
Extra Chapter - 1 : Evelyn's Diary
Extra Chapter - 2 : Cal
Ability Tier List
Di Balik Isolated
Sneak Peek: Escaped
PENGUMUMAN!

Chapter 21 - Cave dan Ran

407 143 12
By 5izask

Lari Cave sangat cepat. Aku bahkan kewalahan mengimbangi kecepatannya. Dia tidak melepaskan tanganku. Entah di mana kami sekarang, aku sudah tidak melihat teman-teman yang lain di belakang.

"Hei, Cave! Berhenti!" seruku. "Kenapa kau membawaku pergi!?"

"Tentu saja aku harus membawamu pergi, Ran! Mereka bisa membawamu ke Wilayah Tak Terjamah kalau kamu tidak sembunyi!"

"Aku bukan Ran!"

"Berhenti bercanda di saat seperti ini!"

"Aku tidak bercanda!"

Cave membawaku ke sebuah gua, masuk ke dalamnya sampai ke ujung. Begitu sampai, aku langsung jatuh terduduk. Napasku tersengal luar biasa. Sepertinya kami sudah berlari sangat jauh dari hutan utara. Kurasa ini di hutan selatan.

"Kamu baik-baik saja? Apa kamu mau minum?" tanya Cave. Aku tidak menjawabnya karena masih mengatur napas.

"Tunggu di sini. Aku tahu letak sumber air dekat sini. Jangan ke mana-mana. Tenang saja, di sini aman, kok."

Cave berjalan ke luar gua, meninggalkanku sendirian di gua ini.

Lama-kelamaan napasku kembali normal. Aku berdiri, berniat untuk menyusul Cave. Tapi niat itu kuurungkan begitu rasa pusing tiba-tiba menyerangku. Sepertinya aku dehidrasi.

Aku kembali duduk, lantas mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru gua. Gua ini begitu luas, meski mulut guanya nampak kecil dan hanya bisa dimasuki satu orang dalam sekali masuk.

Walaupun mulut gua ini kecil, cahaya dari luar masih tetap bisa masuk sampai ke ujung gua. Berkat itu aku bisa melihat ukiran yang ada di dinding gua dengan jelas.

Ukiran yang menarik perhatianku adalah ukiran berupa gambar dua orang-orangan yang saling bergandengan, sepertinya satu laki-laki dan satu perempuan. Dilihat dari gaya ukirannya, ukiran ini nampak diukir oleh anak-anak.

Aku hampir saja mengabaikan ukiran yang lain seandainya aku tidak melihat tulisan yang diukir dengan huruf latin dan Bahasa Latin. Apa semua ukiran ini diukir oleh Isolator?

Satu kalimat yang paling menarik perhatianku, yang artinya "Cave dan Ran". Apa mereka berdua yang mengukir semua ukiran di dinding gua ini? Mereka memahami bahasa dan huruf latin? Lalu siapa Ran yang disebut-sebut Cave? Dia bertingkah aneh dan memanggilku "Ran".

Ran. Nama itu juga ada di goresan di pojok kamarku di gedung.

Terdengar suara grasak-grusuk langkah kaki di mulut gua. Aku memeriksa dan ternyata itu Cave yang datang membawa beberapa kendi.

"Apa kamu menunggu lama? Kamu tidak apa-apa, 'kan?" Cave duduk bersila di hadapanku, lalu menyodorkan salah satu kendi yang ia bawa. "Ini, minumlah."

Aku mengambil kendi dari tangannya dan meminum semua isinya. Tubuhku jadi terasa lebih segar dan bertenaga.

"Kamu tenang saja. Aku akan menyembunyikanmu di sini. Aku akan perintahkan semua ular berkepala dua mengerubungi mulut gua."

Dalam beberapa menit, terdengar suara desisan puluhan ular dari mulut gua. Ular-ular berkepala dua itu saling tumpang tindih, menggeliat-geliat menutupi mulut gua. Dalam sekejap, gua ini menjadi tempat persembunyian teraman.

Tiba-tiba Cave terjatuh lemas.

"Cave!?"

Aku langsung menghampirinya. Napasnya tak beraturan. Keringatnya sangat banyak dan dia nampak kehausan. Aku segera mengambil kendi lain dan meminumkannya pada Cave. Apa dia akan dehidrasi jika menggunakan kemampuannya secara berlebihan?

"Terima kasih, Ran."

Aku menghembuskan napas kasar. "Cave, aku bukan Ran. Aku Evelyn. Aku salah satu dari Anak-Anak Bumi. Aku bocah alis aneh."

"Haha, candaanmu tidak lucu. Mana mungkin orang dari Bumi bisa ke sini. Jelas-jelas kamu ini Ran."

Aku berdecak. Haruskah aku mengikuti alur saja dan berpura-pura menjadi seorang "Ran" di hadapan Cave yang sedang bertingkah aneh ini? Dia tampak benar-benar lupa dengan apa saja yang terjadi akhir-akhir ini dan melihat diriku seolah-olah aku Ran.

Tiba-tiba perutku berbunyi.

Cave berdiri. "Kamu lapar? Tunggu di sini, aku akan mencari buah-buahan."

"E-eh, Cave, tunggu!"

Cave pergi ke luar gua, memerintahkan ular-ular untuk membuka mulut guanya. Setelah dia keluar, ular-ular itu kembali menutupi mulut gua.

Aku dikurung.

¤¤¤

Hugo’s PoV

Aku kewalahan mengejar Eve dan Cave. Pria itu cepat sekali larinya, bahkan rasanya lebih cepat dari kecepatan lari Eve. Dalam waktu singkat Cave membawa Eve kabur dan sekarang kami semua kehilangan jejak mereka.

"F*ck, sebenarnya kenapa, sih, orang itu!?" umpat Elliot dengan napas memburu.

"Dia bertingkah aneh," sahut Harry.

"Dia juga memeluk Eve tiba-tiba."

Melihat Cave memeluk Eve membuatku marah, entah kenapa. Aku ingin menjotos wajahnya. Pelukannya pada Eve terlihat sangat tulus. Bahkan kalau aku tidak sadar bahwa itu Cave, mungkin aku akan melihatnya sebagai Mr.Thornley yang sedang memeluk putri semata wayangnya.

"Bagaimana kalau kita berpencar mencarinya?" usul Carl.

"Dasar bodoh. Ini musim panas, Kak. Kau ingin kita semua mati gara-gara usulmu itu?" sahut Clara.

"Beraninya kau menyebut kakakmu sendiri bodoh!?" seru Carl tidak terima.

Chayton bersaudara itu mulai bertengkar. Aku menggaruk-garukkan kepala, mengabaikan mereka.

"Helen, apa kau tahu sesuatu yang terjadi pada Cave? Mungkin Buku Pengetahuan pernah menjelaskan fenomena seperti itu," tanyaku pada Helen. "Dia bertingkah aneh setelah hujan berhenti."

Helen mengerling, mengingat-ingat. Pandangan semua orang pun tertuju padanya. Chayton bersaudara bahkan berhenti bertengkar.

"Aku akan kembali membaca bab yang sudah diterjemahkan dengan cepat," kata Helen. "Aku tidak terlalu ingat semua isinya."

Itu sudah pasti, ya. Apalagi masih banyak bab yang belum diterjemahkan. Bisa jadi nanti Helen tidak akan menemukannya di catatan terjemahannya.

"Kalau begitu, sembari kita menunggu Helen mencari materinya, ayo cari Eve dan Cave."

Kami lanjut berjalan, menyiagakan senjata dan menjaga Helen yang sedang fokus membaca Buku Pengetahuan.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, kami sampai di tengah-tengah hutan, lantas meningkatkan kewaspadaan. Kucing hutan dapat muncul tiba-tiba, apalagi ukurannya sama besar atau malah lebih besar daripada harimau di Bumi. Sekali kena terkam, game over sudah.

Yang dibicarakan muncul. Kucing dengan bulu yang bermotif mirip macan tutul itu sedang tidur dengan santainya di tanah. Kami semua seketika membisu dan melangkah pelan, takut membangunkan kucing itu.

"Guys," ucap Alden tiba-tiba.

Teman-teman langsung melotot padanya.

"Apaan, sih?" tanya Stella dengan suara pelan.

"Perutnya tidak bergerak."

Alden menunjuk ke arah kucing hutan yang sedang tidur. Kontan kami semua menoleh ke arah kucing itu dan memperhatikannya lebih teliti. Perutnya benar-benar tidak bergerak. Apa dia sudah mati?

Aku melangkah pelan mendekati kucing itu.

"Hei, Hugo! Jangan kesana!" bisik teman-teman. Tapi aku tetap melangkah maju sambil mengarahkan tombak yang kupegang ke depan.

Ternyata kucing hutan ini sudah tak bernapas lagi, mati. Sebuah anak panah tertancap di mata kirinya. Itu anak panah buatan kami yang semuanya dilumuri dengan bisa ular berkepala dua. Racun bisanya kemudian diperkuat oleh Alec agar dapat membunuh hewan pemangsa dalam waktu yang singkat.

Itu anak panah yang besar. Satu-satunya orang di kelompok kami yang punya anak panah sebesar itu hanyalah ....

Tiba-tiba seekor ular berkepala dua ingin menggigit kakiku. Beruntung aku sempat menginjaknya sampai mati.

Sebuah anak panah kemudian melesat dan tertancap di batang pohon, hampir mengenai kepalaku. Aku dan teman-teman segera menoleh ke asal panah. Kami melihat sesosok pria yang sedang membidik kami dengan crossbow besarnya.

Itu Cave.

"Kau mau membunuh kami, Cave!?" teriakku.

Cave tidak mendengarkan. Dia mengambil anak panah yang baru dari punggungnya lalu membidikku. Tidak sempat menghindar, anak panahnya sudah meluncur.

Aku segera menangkis anak panah itu dengan tombak. Kena gores sedikit saja dari ujungnya, aku akan mati.

"Perhatikan sekitar kalian! Hati-hati terhadap reptil berbisa!" teriakku. Tidak peduli ini hutan atau tidak.

"Argh!" Tiba-tiba sesuatu menyerangku hingga membuatku terlempar beberapa meter ke belakang.

Sial. Aku memasuki radius lima puluh meter wilayah kekuasaan venus flytrap hingga aku terpental karena disambar kepalanya. Pantas Cave tidak bersuara sedikit pun saat dia menampakkan diri. Sedari awal dia sudah tahu kalau dia berada di wilayah kekuasaan venus.

"Hugo!" teriak teman-teman.

"Bodoh! Jangan berteriak!" seruku.

Bodohnya aku. Aku juga berteriak. Suaraku lebih menarik perhatian venus.

Kepala venus itu kembali menyerangku. Dengan posisi terlentang di tanah, aku menusukkan tombakku ke dalam mulutnya. Tidak membiarkan dia kembali menarik kepala, aku merobek mulutnya dengan ujung tombak.

"Yes!" gumamku dengan napas yang tersengal. Satu penunggu hutan berhasil kubunuh.

Perhatian teman-teman teralihkan karenaku. Cave mengambil anak panah yang baru lagi dan ia tembakkan ke kerumunan teman-teman. Beruntung, Stella yang menyadari itu dengan cepat menjadikan ranselnya sebagai tameng. Tekanan dari anak panah besar itu membuatnya terjatuh. Semoga ranselnya tidak tembus.

Aku bangkit dan berlari ke arah Cave. Teman-teman berteriak padaku tapi kuabaikan. Dengan ini Cave hanya terfokus padaku dan tidak menyerang yang lain.

Cave melangkah mundur dan terus berusaha menembakkan anak panahnya. Bidikannya selalu meleset karena aku berlari zig-zag untuk mengacaukannya.

Tepat saat sampai di hadapannya, aku meninju wajahnya hingga Cave terjatuh ke tanah.

Kutarik leher baju Cave. "Di mana Eve, brengsek!?"

"Aku takkan menyerahkan Ran pada kalian!"

Cave membenturkan kepalanya ke dahiku hingga aku terjatuh. Dia kemudian mengambil anak panah dan berusaha menusuknya ke dadaku, tapi aku menendang perutnya. Posisi kami kembali seperti semula.

"Aku tanya dimana Eve, bukan Ran!"

Aku merebut semua anak panah dan crossbow-nya lalu melemparnya jauh. Kududuki tubuh Cave dan menjotos wajahnya hingga hidungnya mengeluarkan darah.

"Hugo, berhenti!" teriak Helen. "Aku menemukan penyebab tingkah anehnya."

Aku berhenti memukuli Cave, tetapi masih duduk di tubuhnya agar dia tidak kabur. Aku menoleh ke belakang, meminta penjelasan dari Helen.

"Cave terkena efek halusinasi setelah mandi hujan di hutan utara. Dia mungkin melihat Eve sebagai Ran dan melihat kita sebagai musuhnya."

Aku melongo, begitu juga dengan teman-teman yang lain.

"Bagaimana cara menghentikan halusinasinya?" tanya Harry.

"Cave harus memakan bunga dandelion," jawab Helen.

"Apa? Di mana kita harus menemukan dandelion di pulau ini?"

"Yang benar saja ...."

"Anu ...."

Uly yang berada di belakang menyela pembicaraan.

"Ada apa, Uly?" tanya Helen.

Uly sedikit menunduk. "Mungkin aku tahu ... di mana letak dandelionnya."

*

32 Days to Escape

.
.

**Eavesdrop**

"Keluarkan aku dari sini!"

"Kumohon jangan mendekat!"

"Aku tidak mau mati ...."

~ Kegelapan di Dalam Gua ~

TBC

.

IsoPedia!

Gambar Kucing hutan (Prionailurus bengalensis)

Kucing hutan/kucing kuwuk/belacan/kucing congkok/macan rembah (Prionailurus bengalensis) adalah kucing liar yang berasal dari Asia Selatan dan Timur. Mereka hidup di hutan hujan tropis abadi dan perkebunan, di hutan peluruh subtropis dan hutan konifer beriklim sedang di kaki bukit Himalaya pada ketinggian di atas 1000 m (3300 ft). Subspesies kucing kuwuk ada 12, yang berbeda secara luas dan penampilan.

Sejak tahun 2002, Prionailurus bengalensis terdaftar dalam spesies berstatus LC (least concern - risiko rendah) di bawah status NT (near threatened - hampir terancam) oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature) sebab dia terdistribusi secara luas, tetapi terancam oleh hilangnya habitat dan perburuan di beberapa bagian persebaran.
(Sumber: Wikipedia, lokadata.id. Kata kunci: Kucing Hutan, Prionailurus bengalensis)

Jangan lupa tinggalkan jejak! >_<

5 Agustus 2021
Izask

Continue Reading

You'll Also Like

1.6K 156 36
NOTE : Silahkah baca 'The Past Keeper' dulu yaa This one is kinda spin off maybe. Another story dari POV Alia, Ruby, Ghani, Astaka, dan Danastri seb...
10.3K 2.1K 68
Saat pandemi mayat hidup melanda Indonesia, sekelompok orang di Pemerintah berusaha mengumpulkan informasi melalui jejak para penyintas yang pernah (...
8.2K 958 34
Di zaman penjajahan Belanda, punya Mammie dan Pappie tentara, juga tinggal bersama keluarga tiri kira-kira seru? Nggak tuh! [Inspirasi dari Dimas Van...
3.4K 389 20
[COMPLETED]✓ [FANTASY STORY] ••••••••••• Berawal dari percobaan ilegal, para peneliti tak sengaja menciptakan makhluk gabungan dari gen manusia dan...