Rahasia [Terbit]

By shofariaaljauzy

288K 25.8K 3.4K

Rasa yang dimiliki Hasna Mutia untuk Kakak Sepupunya Yusuf Muhammad, ternyata tak mendapat balasan seperti ya... More

01 - Indahnya Rasa
02 - Memalukan 😁
03 - Batu
04 - Sebel
05 - Kesempatan 1
06 - Kesel
07 - Aditya
08 - POV Yusuf 1
09 - POV Yusuf 2
10 - Perjodohan
11 - Kenangan
12 - Tantangan
13 - Ketahuan
14 - Kita Harus Menikah
15 - Keputusan
16 - Balasan Hasna
17 - Persiapan
18 - Pilihan Yusuf
19 - Hasna
20 - Alasan
21 - Aneh
22 - Cemburu Tersembunyi
23 - Ayo Mondok
24 - Yusuf Muhammad
25 - Jika
❤❤❤
26 - Perasaan Syahida
29 - Surat Yusuf
27 - Tidak Peka
28 - Tanya
30 - Pepatah
31 - Rahasia Yusuf
32 - Tamu Tak Diundang
33 - Pertanyaan Eyang
34 - Pilihan Sulit
35 - Perasaan Aditya
36 - Pagi
37 - Pisah
38 - Langkah Aditya
39 - Ucapan Amar
40 - Hal Tak Terduga
41 - Surat Aditya
42 - Salah Paham
44 - Surat Hasna
45 - Ilmu
46 - Permintaan maaf Amar
47 - Orion
48 - Orang yg berhak atas Yusuf
49 - Hati yang dijaga
50 - Gosip

43 - Kacau

2.6K 380 46
By shofariaaljauzy

Setelah berpamitan pada Kyai Zainal dan keluarga, Yusuf segera melajukan mobilnya untuk pulang. Ia hanya  sempat melirik notif di layar ponselnya tadi. Tiga panggilan tak terjawab dari Hasna.

Bukannya mengecek hapenya atau langsung menelepon Hasna balik, ia lebih memilih untuk segera pulang dan menemui Hasna. Tak lupa ia mampir di sebuah kedai roti. Memilih beberapa macam roti aneka rasa sebagai oleh-oleh.

***

Amar masuk ke sebuah resto bersama dengan beberapa temannya. Ia nampak sesekali tersenyum dan menanggapi obrolan dari teman-temannya. Sementara dua di antaranya tengah sibuk memesan menu.

Tawa Amar terhenti saat melihat seorang gadis yang tengah asyik bersenda gurau dengan seorang pria. Matanya sedikit menyipit, memastikan bahwa gadis yang tersenyum di depannya itu adalah gadis yang dia kenal. Hasna, batinnya.

Pupil matanya sigap memperhatikan tangan pria yang duduk di depan Hasna. Mengikuti gerakan mengambil kamera dari dalam tas, hingga mencoba membidik wajah Hasna yang sibuk menikmati eskrim.

"Ish ...." Ia sedikit berdesis kesal lalu cepat menghampiri area private. Langsung merampas kamera dari tangan pria berkemeja kotak-kotak itu.

"Kak Amar?" Hasna bangkit dari duduknya setelah sebelumnya terbelalak kaget.

Amar langsung mengecek isi dari kamera yang kini telah berpindah ke tangannya. Ia sama sekali tak memedulikan beberapa pasang mata yang tengah memperhatikan perlakuannya. Bahkan teman-temannya sendiri pun ikut melongo menatapnya.

"Hapus semua foto Hasna yang sudah kamu ambil!"

Amar menyodorkan kembali kamera itu. Matanya menatap tajam Aditya. Amar menunggu hingga Aditya selesai menghapus semua foto Hasna.  Sedangkan Hasna malah merasa tak nyaman melihat Amar memperlakukan Aditya seperti itu di depan umum.

"Kak Amar ...."

"Ayo pulang!"

Amar mengambil tas Hasna yang berada di atas meja, lalu menggandeng tangan Hasna keluar dari resto. Ia tak peduli lagi dengan tatapan semua orang yang nyaris mengikuti langkah mereka berdua.

Amar memasangkan helm pada kepala Hasna dengan hati-hati. Wajahnya nampak tengah menahan amarah. Sepanjang perjalanan, ia hanya diam.

Meski harus berboncengan, Hasna yang sudah pernah mengenyam pendidikan di pesantren sudah tahu batas aman antara laki-laki dan perempuan saat berboncengan. Bucket bag yang dia bawa, ia letakkan di tengah-tengah mereka sebagai pembatas.

Amar menghentikan motornya di sisi jalan. Tepat di bawah pohon asam yang tertanam berjejer sepanjang jalan. Hasna bergegas turun lebih dulu meski belum diperintah oleh Amar.

Tarikan nafas yang cukup panjang, Amar lakukan sebelum menghembuskannya perlahan. Guna untuk meredam emosinya yang sudah mencapai ubun-ubun. Sementara helmnya sudah terlepas dari kepala.

Hasna sendiri mengambil tempat di samping Amar sambil membuka helmnya. Dia bersiap memasang wajah penuh tanda tanya jika Amar sampai menoleh padanya.

Benar saja, raut wajah Amar langsung berubah saat melihat Hasna menatapnya dengan alis bertaut, mata menyipit, dan juga bentuk bibir sedikit maju. Amarahnya langsung berganti dengan tarikan di dua sudut bibir merah itu. Teredam dengan kepolosan wajah Hasna yang masih terlihat bingung.

"Kok malah senyum? Padahal tadi habis marah-marah gak jelas!" protes Hasna.

"Ish, mana bisa Kak Amar marah sama kamu. Lagian kamu ngapain jalan sama dia? Kalau cuma mau makan es krim, kan bisa ajak Kak Amar?"

"Karena Aditya bilang pingin ketemu."

"Terus kamu mau gitu aja? Terus tadi berangkatnya ke sana naik apa?"

"Motor."

"Motor?" Amar memastikan jawaban Hasna.

Anggukan di kepala Hasna membuat Amar berdecak kesal.

"Kamu sudah izin sama Yusuf?" tanya Amar kembali.

"Sudah."

"Yusuf ngebolehin kamu?"

"Dia gak jawab. Ditelepon juga gak diangkat."

"Terus kenapa nekat pergi? Orang rumah tau? bunda kamu?"

"Tau, Kak Amar. Dih, Kak Amar aneh, deh."

Amar menggigit bibir saat Hasna menyadari sikapnya yang mungkin terlalu posesif padanya.

"Hasna juga gak bakal berani keluar kalau gak ada ijin dari orang tua, kok."

"Iya, pinter!" Amar mengelus puncak kepala Hasna.

Yusuf menyipitkan mata. Memperhatikan dua orang muda-mudi yang tengah mengobrol di sisi jalan. Seperti tak asing untuknya.

Jantungnya berdegup kencang, saat tahu bahwa perkiraannya benar. Muda-mudi yang dia lihat adalah Hasna dan Amar, sepupunya. Cepat ia menepi. Menghampiri mereka berdua dengan perasaan yang dipenuhi kecemburuan. Apalagi, saat melihat Amar dengan santainya mengelus kepala Hasna.

"Apa-apaan ini?" tanya Yusuf yang langsung mengejutkan mereka berdua.

Amar yang masih duduk di atas motornya langsung berdiri menatap Yusuf.

"Aku bawa Hasna jalan-jalan sebentar."

Hasna menautkan alis, mendengar Amar menjawab pertanyaan Yusuf dengan berbohong.

"Hasna, masuk mobil!"

Yusuf menyuruh Hasna untuk masuk ke dalam mobil tanpa menoleh kearahnya. Pupil cokelat itu malah terus memperhatikan Amar yang nampak tak merasa bersalah di depannya.

"Tapi, Kak Yusuf ...."

"Masuk!" Yusuf mempertegas ucapannya.

Hasna menggigit bibir, ia melihat Amar dengan sedikit cemas sebelum menutup pintu mobil Yusuf. Lalu diam-diam memperhatikan mereka dari kaca spion di sampingnya.

"Aku tahu, mungkin kamu menganggap ini tabu. Karena kamu masih belum pernah mengenyam ilmu di pesantren. Tapi aku tegasin sekali lagi! Hasna, bukan hanya adik sepupu kita. Dia sudah menjadi istriku sekarang."

"Lalu?" Amar mengangkat sebelah alisnya.

"Kalian sudah tidak boleh lagi menghabiskan waktu berdua. Apalagi sampai berboncengan begini."

Amar terdiam. Matanya juga tak lepas dari Yusuf. Ada sedikit gemuruh di dada Amar yang masih berusaha ia tahan agar tidak meledak di sana.

Yusuf menarik langkah mundur, lalu cepat berbalik ke arah mobilnya.
Meninggalkan Amar yang masih mematung dan tengah mengepalkan tangan karena tak mau membalas perkataan Yusuf. Pelan, ada bacaan istighfar yang ia rapal sambil lalu beberapa kali menghela nafas.

***

Aditya keluar dari resto dengan muka memerah karena malu. Ia tak peduli lagi dua mangkok sundae dan dua porsi roti rainbownya yang nyaris tak tersentuh. Setelah mengecek ponselnya sebentar, ia lantas mengendarai motornya dengan kecepatan penuh. Terburu-buru ingin sampai di rumahnya lebih cepat.

Sementara Amar memilih kembali ke resto tadi. Niatnya ingin menemui Aditya untuk meminta maaf. Karena dia yakin, sikapnya tadi pasti sudah mempermalukan Aditya.

Sesampainya di sana, lekas Amar mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Karena meja yang ditempati Hasna dan Aditya tadi sudah terlihat bersih. Teman-teman Amar yang melihat kehadirannya kembali, langsung melambaikan tangan ke arahnya.

"Kemana cowok tadi?" tanya Amar yang langsung mengambil tempat duduk diantara dua temannya yang lain.

"Sudah pulang." Salah satu temannya yang berkaos putih juga menjawab pertanyaan Amar sambil menyodorkan piring berisi pesanan Amar.

"Dia siapa?"

Pertanyaan teman Amar kali ini berhasil menarik perhatian temannya yang lain. Mereka menatap Amar dengan serius. Amar yang semula tengah mengaduk kopinya, lantas merasa salah tingkah mendapat tatapan penuh tanya seperti itu.

"Cewek kamu, ya?" tanya yang lain.

"Dih, apaan, sih! Makan, ah!" Amar berusaha mengalihkan perhatian mereka seraya menyesap kopinya perlahan.

"Wah, gak bisa dibiarin cewek kayak gitu. Diputusin aja!" celetuk yang lain.

Amar memilih untuk tidak menanggapi ucapan teman-temannya. Ia sibuk melahap makanan yang sudah tersedia di depannya.

***

Aditya meletakkan ranselnya di sisi meja belajar. Dengan pelan ia pun merebahkan badan di atas dipan. Ada helaan nafas yang dihempaskan perlahan.

Beberapa detik kemudian, Aditya mencoba memejamkan mata. Satu lengannya berada di atas dahi. Sementara satu lengan yang lain mengelus dadanya.

Wajah Hasna masih menguasai ruang gelap dalam pejaman. Senyumnya, mata yang membulat karena takjub, bahkan raut wajah sedih yang nampak saat Amar mempermalukan Aditya tadi pun, terekam jelas di pelupuk matanya. Lagi-lagi ia menghela nafas berat.

Tiba-tiba sebuah sentuhan hangat ia rasakan di lengannya. Ada senyum menenangkan dari seorang wanita yang ia dapati saat membuka mata kembali. Wanita yang teramat ia cintai.

.......

*Kira-kira siapa wanita itu?* 🤭🤭

Continue Reading

You'll Also Like

587K 4.3K 10
High Rank #5 in Spiritual : 31 Januari 2018 " Ya Allah bila ini memang cara-Mu mempertemukan aku dengan jodohku, aku ikhlas. semata mata hanya mengha...
30.2K 2.6K 41
Jangan bersedih! Allah bersama kita! Work ini berisi kumpulan kisah islami penguat jiwa. Diambil dari berbagai sumber.
685K 86.7K 58
‼️ AWAS BAPER ‼️ Pesan di shopee dengan cara cari di pencarian dengan kata kunci "Imamable", kemudian akan muncul Toko buku Online yang jual novel Im...
4.2M 242K 43
Siapa yang tak mau menjadi tulang rusuk Maghza Hafis Rizaka ? CEO muda, taat ibadah, fisik yang tidak kalah dengan aktor tampan dunia. Saat banyak ga...