Part 9 (Ikham's POV)

7.6K 356 6
                                    

Saat memasuki koridor sekolah. Aku melihat Lavya sedang terduduk dan dia.. menangis? Siapa yang buat dia nangis? Aku langsung berlari menuju Lavya. Betapa terkejutnya aku melihat dua artikel yang berisi...

'LAVYA... GADIS MURAHAN YANG MEMPERMAINKAN DUA ORANG LAKI-LAKI SEKALIGUS.'

'LAVYA ADALAH MUSUH LAKI-LAKI!! MUSNAHKAN DIA ATAU KALIAN AKAN MENYESAL!'

Perasaan amarah berkecamuk dalam diriku. Aku tidak terima ini!

"Siapa yang melakukan ini!!!" Teriakku dengan emosi tinggi.

"Katakan siapa yang melakukan ini!" Teriakku sekali lagi. Tidak ada jawaban sama sekali. Aku edarkan pandanganku ke arah mereka dengan tatapan tajam.

"Vya ayo berdiri." Aku menggandeng tangan Lavya yang gemetar.

"Berani kalian menghina Lavya, aku gak segan membunuh kalian!" Ancamku.

Aku berjalan dengan menggandeng Lavya dibelakang. Tangannya dingin sekali dan gemetar. Aku yakin dia sangat shock dan takut. Lihat saja kalau aku tahu siapa orangnya!

Saat memasuki kelas. Mataku kembali membulat ketika melihat tulisan dipapan tulis.

'LAVYA MUSNAHLAH!! LO GAK PANTES ADA DISINI!!'

Dengan sigap aku menutup mata Lavya. Aku berharap dia belum membaca tulisan itu. Tapi gak mungkin karena aku merasa tanganku basah oleh air matanya. Sial!

Saat sampai di depan tempat duduknya, lagi aku menemukan secarik kertas bertuliskan.

'LO GAK AKAN BISA BAHAGIA SEKARANG. IKHAM ATAU IMAM GAK AKAN MAU SAMA CEWEK MURAHAN KAYA LO. DAN LO BAKAL NYESEL PERNAH NYAKITIN GUA!'

Aku mendecih. "Cih.. pengecut." Aku meremas kertas itu dan aku masukan ke kantong celana. Untung aku menutup mata Lavya, paling engga dia gak baca tulisan itu.

Setelah mendudukan Lavya dibangkunya aku bergegas menghapus papan tulis. Dengan emosi yang memuncak aku memukul papan tulis dengan kencang.

"Katakan siapa yang melakukan ini!" Aku semakin menjadi-jadi.

"Jika kalian gak mau bilang siapa yang melakukan ini. Aku akan bunuh kalian!" Ancamku. Semua murid tetap diam tak bereaksi. Merasa tak ada jawaban, aku akhirnya keluar kelas. Berharap bisa menemukan jawaban.

Saat berjalan dengan gusar kearah kantin. Aku mendengar percakapan antara dua orang.

"Gimana? Sukses kan kita bikin si Lavya itu hancur."

"Iya, sukses banget. Lo emang hebat! Salut gua."

"Ya jelas dong, siapa dulu. Ketua I-champ!"

"Ya iya deh, mulai detik ini gak akan ada yang deketin Lavya lagi. Dan dia bisa balik ke gua. Hahaha..."

"Iya lah, rencana kita sukses besar! Gua bisa dapetin Ikham, dan lo bisa dapetin Lavya!"

"Eh iya kita juga harus ngasih tau Jessica nih."

"Yaudah lu telepon aja. Bilang kalau rencana kita ngancurin Lavya sukses banget!"

Aku mencoba menahan emosiku. Kali ini aku harus bisa kontrol emosi. Akal sehatku harus mengalahkan emosi. Aku sudah berhasil tau siapa pelakunya, juga rekaman suara mereka. Sekarang yang paling penting, Lavya harus tau. Aku membalikkan badan dan pergi. Dasar dua orang eh salah, tiga orang pengecut! Berani bermain cara kotor.

Aku kembali ke kelas. Icha sudah ada disana menemani Lavya. Syukurlah. Aku tadi tidak sempat berpikir gimana Lavya. Otakku penuh dengan emosi.

Aku berjalan mendekati Lavya. Tatapan matanya kosong, wajahnya pucat dan tangannya dingin. Walau gak ada air mata, tapi aku tau hatinya menangis.

Cold LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang