Part 13

5.9K 281 10
                                    

Lidahku kelu mendengar pertanyaannya. Aku harus jujur atau bohong? Aku takut dia membenciku nantinya.

"Ke-kenapa tiba-tiba nanya gitu?" Tanyaku gugup.

"Cuma mau tahu."Jawabnya. Aku terdiam, dadaku berdetak cepat.

"Eum... eng-engga kok." Ujarku bohong. Aku terpaksa berbohong. Kalau aku jujur, dia pasti akan tambah menjauh dariku.

Dia menatapku dalam. Aku hanya terdiam seraya menundukkan kepala. Aku takut dia tahu aku berbohong.

"Beneran?" Tanyanya seolah dia tahu kalau aku bohong.

"Eum... i-iya." Jawabku. Aku memejamkan mata dan mengepalkan tangan. Aku menahan diri untuk tidak langsung memeluknya dan bilang kalau itu semua bohong.

"Baguslah." Ujarnya membuat kepalaku langsung terangkat. Bagus katanya?

"Kenapa begitu?" Tanyaku bingung sekaligus sedih.

"Karena kalau kamu suka sama aku, kamu akan sakit hati nantinya," Ucapnya.

Dadaku seperti tertusuk tombak. Sakit sekali mendengar jawabannya. Aku merasa seperti sudah ditolak sebelum sempat menyatakan perasaan.

"Karena kita gak mungkin bersatu." Sambungnya.

Air mataku akan tumpah ruah ketika mendengar kalimat terakhirnya. Sungguh aku tidak kuat mendengar dia bicara lagi. Aku pun berdiri dan membalikkan tubuhku berniat untuk pergi dari tempat itu.

"Kamu tenang aja, aku cukup sadar diri. Aku bahkan gak pernah mimpi buat suka sama kamu." Ucapku.

Bohong. Aku tidak pernah sadar diri dan justru malah menyukai Ikham. Aku mengutuk kebodohanku sendiri. Ini adalah kebohongan besarku! Setiap malam aku selalu bermimpi soal Ikham.

Setelah mengucapkan itu aku langsung berlari ke dalam villa dan masuk ke kamar.

Aku melemparkan diri ke atas kasur dan menangis sejadi-jadinya. Perasaanku kembali hancur lebur. Aku pikir masih ada sedikit harapan yang muncul. Namun harapan itu kembali terbang entah kemana. Musnah sudah harapanku pada Ikham.

Suara pintu kamar terbuka, dan Icha masuk ke dalam kamar. Ekspresinya langsung berubah ketika melihatku.

"Ya ampun Lavya, kamu kenapa?" Tanya Icha seraya menghampiriku dan mengangkat tubuhku dalam posisi duduk. Aku terdiam.

"Gara-gara Ikham lagi ya?" Tanyanya lagi. Terlihat jelas Icha sangat khawatir padaku.  Aku memaksakan diri untuk tersenyum, aku tidak ingin membuatnya khawatir.

"Aku gak apa-apa kok." Jawabku bohong. Dia menatapku dalam. Dia mengusap kedua pipiku.

"Vy, kalau emang kamu segitu terlukanya suka sama Ikham. Mungkin lebih baik kamu lupain dia." Ujar Icha. Aku tersenyum pahit.

"Aku lagu usaha buat lupain dia cha." Jawabku. Dia menatapku iba.

"Tapi kenapa takdir selalu mempertemukan aku sama dia. Dimanapun aku berada, mataku selalu menangkap keberadaannya. Kenapa susah banget rasanya buat lupain dia?" Tanyaku entah pada siapa, air mata mengalir deras dari mataku. Icha menghapus air mata dari pipiku. Ia menatapku nanar.

"Vy, aku tau gak mudah buat move on. Tapi aku yakin kamu bisa kok. Aku selalu dukung apapun keputusan kamu." Ujar Icha memberiku semangat.

"Gak mudah buat lupain perasaan apalagi dia cinta pertamaku. Aku sayang sama Ikham tulus." Ucapku sendu.

"Iya aku tau kok, aku juga dukung kamu sama Ikham. Tapi kalau suka sama Ikham cuma bikin kamu nangis, aku gak mau itu. Masih banyak cowok yang busa menjaga air mata kamu supaya gak jatuh, masih banyak cowok yang justru akan menghapus air mata kamu, bukan membuat air mata kamu jatuh." Jelas Icha, matanya berkaca-kaca. Ia seperti bisa merasakan apa yang aku rasakan.

Cold LoveWhere stories live. Discover now