Part 20

7.3K 327 30
                                    

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur. Semester dua dimulai. Nah semester ini yang akan jadi ajang perang bagi kelas 12.

Seperti biasa aku berangkat bersama Ikham naik motor ninja merahnya. Senangnya bisa berangkat bareng Ikham lagi.

Setelah sampai di sekolah, Ikham memarkirkan motornya dan kami berjalan beriringan ke kelas. Banyak mata yang melihat ke arah kami, lebih tepatnya padaku.

Sesampainya di kelas, kami langsung duduk di tempat masing-masing. Ikham pindah lagi ke belakang tempat dudukku, karena udah gak ada alasan dia buat jauhin aku.

"Ekhemm... makin lengket ya kalian."Goda Icha. Wajahku bersemu merah.

"Iyalah, udah kaya lem sekarang mah..."Tambah Hari.

"Apa sih kalian, makin hari makin kompak aja."Balasku. Mereka hanya tertawa.

"Udah biarin aja vy, orang gila bebas."Ucap Ikham.

"Gila-gila gini gua itu sepupu lu kham."Cibir Icha. Ikham memutar bola matanya.

"Sejak kapan gua ngakuin lu jadi sepupu gua?"Tanya Ikham dan sukses membuat mata Icha melotot.

"Apa lu bilang? Jangan harap gua restuin hubungan lu sama Lavya!"Ancam Icha. Ikham memasang seringai di wajahnya. Serem juga lihatnya.

"Gua gak perlu restu dari lu cha, butuhnya dari Imam."Balas Ikham.

"Aishh... awas aja lu!"Geram Icha. Dan terjadilah keributan kecil antara Ikham dan Icha. Hal yang sangat jarang terjadi. Lucu juga ngeliat mereka.

Tak terasa bel masuk berbunyi. Kami langsung duduk di bangku masing-masing.

+++

Bel pulang sekolah berbunyi. Aku langsung turun bersama Ikham. Entah kenapa Ikham sekarang jadi suka deket-deket terus.

"Segitu gak mau jauh ya?"Godaku padanya. Ia melirik sekilas.

"Emang gak mau jauh kok."Jawabnya santai. Tapi jawabannya membuat jantungku berdetak cepat.

"Tapi aku kan bukan siapa-siapa kamu." Sebenarnya aku memancing dia. Mau tau reaksi dia juga.

"Hm... siapa bilang? Suatu saat kamu akan jadi siapa-siapanya aku kok."Jawabnya.

"Suatu saat itu kapan ya?"Tanyaku lagi. Dia berhenti berjalan. Tangannya berada di bahuku dan tubuhku diputar menghadap dia. Mata kami bertemu. Aduh... jantungku gak karuan kalau tatapan begini.

"Sabar ya, aku tau kamu butuh pengakuan... tapi... aku masih harus nunggu Imam bahagia. Laki-laki itu yang dipegang ucapannya. Aku mau nepatin ucapan aku dulu,"Ujar Ikham. Aku terdiam. Wajahnya terlihat serius.

"Yang penting aku gak sama cewek lain kan? Aku sama kamu meskipun kita bukan pacar. Pacar itu cuma status, yang penting perasaannya kan?"Tanyanya. Benar juga kata-katanya. Kenapa aku begitu menuntutnya? Dia juga punya masalah yang dihadapi. Aku harusnya ngerti posisinya.

"Iya, maaf ya aku terlalu nuntut."Ujarku dengan senyuman. Dia membalas senyumanku dengan lembut dan kemudian mengacak-acak rambutku.

"Engga kok, wajar kalau cewek butuh kepastian dan pengakuan. Aku ngerti itu. Tunggu sampai saatnya tepat ya."Ucapnya lembut. Aku mengangguk.

Kami pun melanjutkan perjalanan ke tempat parkir. Setelah itu ia mengendarai motornya dan langsung menuju ke rumah.

Setengah jam kemudian, kami sudah sampai di depan rumahku.

"Makasih ya kham."Ucapku dengan senyuman.

"Iya, sama-sama." Setelah mengucapkan itu, ia langsung memacu motornya ke rumahnya.

Cold LoveWhere stories live. Discover now