Part 21 [Last]

10.3K 384 29
                                    

Ikham membawaku ke dalam mobil dan ia melajukan mobilnya. Entah mau kemana.
"Kita mau kemana sebenernya?"Tanyaku penasaran.

"Nanti juga tau."Jawab Ikham seadanya. Bikin tambah penasaran aja!

"Terus Imam gimana? Masa kita tinggal?"Tanyaku lagi.

"Tenang aja, dia pasti lama di rumah sakit. Nanti kita jemput lagi."Jawabnya.

Akhirnya aku pasrah dibawa kemana aja. Suasana di dalam mobil terasa hening. Satu jam kemudian kita sampai di tempat yang gak asing buat aku. Sebuah taman yang sering kita datangi berdua waktu itu. Kenapa dia bawa aku kesini?

"Kham, kenapa kita kesini?"Tanyaku. Ikham berjalan mendahuluiku dan duduk di sebuah bangku. Aku pun mengikutinya dan duduk disampingnya.

"Hm, cuma mau mengenang yang dulu."Jawabnya memandang lurus ke depan. Entah apa yang dia lihat.

"Vy, makasih ya."Ucap Ikham. Aku menoleh ke arahnya.

"Makasih untuk apa?" Aku bingung dengan ucapannya.

"Untuk bantuan kamu, kesabaran, ketulusan dan perasaan kamu untuk aku,"Jawabnya.

"Aku gak ngerasa ngebantu kamu apa-apa, tapi... ya sama-sama."Ucapku dengan senyum. Dia menatapku. Mata kami bertemu.
"Kamu tau gak, kadang aku berpikir... apa aku pantas buat kamu nanti.. Apa aku bisa bikin kamu senyum.. padahal selama ini aku cuma bisa bikin kamu nangis dan sedih,"Ujarnya. Tatapan matanya meredup. "Tapi aku juga berpikir kalau aku gak pantas buat kamu, apa aku sanggup ngelepasin kamu buat yang lain? Dan hati aku udah sakit padahal cuma ngebayangin."Sambungnya. Aku mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.

"Lavya, makasih untuk semuanya. Karena kamu sekarang Imam udah bahagia. Padahal aku yang dosa sama Imam, tapi kamu yang berhasil menebusnya."Ujarnya.

"Kham, kamu gak pernah berdosa sama Imam. Perasaan manusia udah ada yang atur, mungkin dulu Dara gak sadar sama Imam. Tapi sekarang? dia udah sadar. Dan emang ini saatnya mereka untuk bahagia."Kataku.

Ikham tersenyum. Tiba-tiba kedua tanganku digenggam oleh Ikham. Ini membuat dadaku berdetak sangat cepat. "Ya, kamu benar. Dan mungkin ini juga saatnya kita untuk bahagia kan?"Tanya Ikham yang membuat pipiku bersemu merah. Aku speechless gak bisa jawab.

"Vy, kalau misalnya kita gak pacaran... gak apa-apa?"Tanya Ikham sedikit ragu.

"Hm... maksudnya?"Tanyaku bingung.

"Aku... gak mau kita pacaran. Karena pacaran suatu saat pasti putus, aku mau kita sahabatan yang gak akan pernah berakhir."Ujar Ikham.

Sahabatan? Tapi... itu berarti aku gak ada hubungan khusus sama Ikham?
"Kamu itu sahabat special vy, aku gak mau ngerusak hubungan kita dengan putus. Bukan berarti aku gak sayang sama kamu. Tapi..."Ucapannya terhenti.

Aku menghela nafas. Ya aku ngerti maksud Ikham, tapi... aku merasa salah kalau begini. Aku gak bisa milikin Ikham kan? Jadi aku bukan siapa-siapa yang bisa ngelarang orang lain dekat sama dia.

"Iya, aku ngerti kham. Kalau kamu lebih nyaman sebagai sahabat. Aku terima."Ujarku. Walau hati aku sakit sebenernya. Udah nunggu selama ini, tapi akhirnya hanya dijadikan sahabat?

"Makasih ya kamu udah ngerti, dan makasih juga kamu udah tahan sama sikap aku yang dingin ini."Ujar Ikham menggenggam tanganku erat. Aku mencoba tersenyum. Kupikir setelah Imam mendapat kebahagiaan, aku juga akan mendapatkannya. Tapi, mungkin aku harus menunggu sedikit lebih lama untuk bisa bahagia sama Ikham. Untuk sekarang sahabatan mungkin jauh lebih indah daripada pacaran.

"Lavya, Aku sayang kamu... more than anyone else. jadi, aku gak mau jadiin kamu pacar, aku mau jadi halalnya kamu nanti."Ucapnya. Mataku membulat dan dadaku berdesir mendengarnya. Halalku? Suamiku maksudnya?

Cold LoveWhere stories live. Discover now