Believe with Me

26 5 8
                                    

"Hal sebesar ini kamu tutupin dari aku Ta?"

Aku terhenyak. Bukan itu maksudku. Aku tidak ingin menutupi apapun. Aku hanya ingin mencari waktu yang tepat untuk bercerita.

"Kamu nganggep ku gak sih Ta?"

Aku tertunduk menatap punggung kakiku. Sakit hatiku mendengar Haidar yang tiba tiba marah seperti ini. Memangnya aku sesalah itu?

"Jawab!" bentak Haidar.

Tangisku pecah saat mendengar suara tingginya yang menggelegar di taman belakang. Bahuku bergetar naik turun dan pipiku betlinang air mata. Aku hanya bisa berharap tak ada siapapun yang mendengarnya, dan tak ada siapapun yang melihatnya selain aku. Dia, dia mengerikan.

Aku mengusap sapu persatu air mataku yang turun membasahi pipiku. Aku masih tak berani melihat Haidar.

Tiba tiba sebuah tangan yang halus menangkup pipi kiriku.

Sepasang sepatu hitam mulai mendekat pada sandal putihku. Dan dia memelukku.

"Oh maafkan aku."

Aku kaget saat Haidar tiba-tiba memelukku sekarang. Dan maaf itu tentu aku tak bis menolaknya. Takkan pernah bisa aku menolaknya. Sekasar appun dia padaku, ku rasa aku tak bisa menolak permintaan maafnya. Aku terlalu mencintainya.

"Tidak, aku yang salah," aku semakin tersedu dalam dekapannya, dan lalu melepaskannya.

Haidar memandang wajahku lama. Menghapus satu persatu air mata yang berjatuhan. "Baiklah, kau ingin menceritakan sesuatu?"

Aku mengangguk. Kuceritakan semuanya tentang siapa Kak Nabila. Bagaimana kita bisa menjadi saudara. Aku harap Haidar tak merasa jijik dengan keluargaku setelah mendengar semua itu.

"Kenapa kamu gak cerita dari awal Ta?"

"Aku takut."

"Takut kenapa?"

"Aku takut kamu ninggalin aku karena aku lahir dari keluarga yang gak baik baik aja." tangisku kembali lagi. Dan Haidar kembali mendekapku lagi. Dia berusaha memberikan kehangatan dan ketenangan yang memang sekarang sedang aku butuhkan.

"Masalalu itu gak boleh dibawa ke masa sekarang Ta. Gak baik."

Haidar kembali menangkup kedua pipiku. Wajahnya kini terlihat serius. "Ta, dengarkan aku. Aku gak peduli masa lalu kamu, keluarga kamu, atau apapun itu. Karena aku suka kamu yang apa adanya Ta. Jadi jangan pernah menyembunyikan masalah besar lagi. Karena ya, kayak bukan kamu aja."

Aku tersenyum di tengah-tengah tangisku. Kupeluk pria itu. Kusandarkan daguku di bahunya.

Kulepaskan pelukanku dan beralih menatapnya dan mengusap rambutnya, lalu beralih ke pipinya. "Makasih ya. Makasih untuk semuanya."

Haidar tersenyum mendengarnya. Dia lalu mencium keningku. Dan kembali memelukku.

"Aku mencintaimu."

☁☁☁

Malam ini rasanya berbeda dengan malam malam yang lainnya. Tak ada beban malam ini. Bahkan tidurku pun sepertinya akan nyenyak.

Tuk tuk tuk..

Aku melirikkan wajahku pada pintu yang di ketuk.

"Dek, ini Kakak."

"Masuk aja Kak. Gak dikunci kok."

Pintu terbuka. Menampilkan Kak Nabila dengan piyama abu-abunya dan kacamata di wajahnya. Dia berjalan menghampiriku yang tengah terbaring di kasur sambil baca membaca buku.

AwanWhere stories live. Discover now