Lalu Yang Kini Datang.

203 116 15
                                    

Gue yang masih bingung, langsung melirik ke arah jam dinding yang ada di ruangan ini. Dan saat gue telah menemukan jam dinding tersebut, mata gue membelalak kaget saat mengetahui pukul berapa sekarang.

"Astaga..!!!"

_____

Mampus..! Udah jam tujuh lebih dan gue belum ngapa ngapain. Alhasil, dengan terburu buru gue langsung mengambil seragam yang ada di gantungan baju yang kemarin gue udah taruh di situ. Gue segera pergi ke kamar mandi. Gue cuma cuci muka, gosok gigi dan tak mandi. Bodo amat lah. Nanti gue pake minyak wangi aja yang banyak. Biarkan si bau itu tersamar oleh harumnya minyk wangi.

Gue langsung siap siap. Gue gak terlalu suka make up. Jadi gue gak pernah pake itu ke sekolah. Cukup muka natural aja udah bagus kok. Gak perlu tuh bibir di merah merahin sama alis di tebel tebelin segala.

Setelah semuanya selesai, gue beranjak pergi keluar dari kamar untuk mencari keberadaan orang lain. Saat gue turun, gak ada siapapun di bawah.

Oke, satu hal yang ada di pikiran gue saat ini adalah, semua orang sudah berangkat menuju kesibukannya masing masing. Dan gue ditinggal sendirian gitu aja tanpa ada kepedulian. Teman yang kejam!

Gue segera berjongkok dan memakai sepatu beserta pacarnya setianya yaitu si kaos kaki. Gue berdiri dan mulai berbalik arah.

Bruk!

"Aduh jidat gue." ringis gue kesakitan.

Yang pertama gue lihat, ada seseorang yang ternyata tengah berdiri di belakang gue sedari tadi sehingga saat gue berbalik gue pun secara nggak sengaja menabrakkan diri gue pada dada bidangnya. Dan itu sakit banget.

"Mau kemana ?" tanya dia lembut.

"Mau ke sekolah.. Duh.. Sakit shhh.." ucap gue sambil memegang jidat gue yang nyut nyutan.

"Yaudah yuk bareng. Sekalian gue berangkat ke kampus." ajaknya.

"Iya iya... Ide bagus." yang langsung diiringi acungan jempol dari tangan gue.

Satu detik..
Dua detik..
Tiga detik..
Empat detik..
Lima detik..

"Woy! Kok diem ?" tanya gue heran. Karena, Haidar dini malah diam sambil senyum senyum sendiri yang buat gue ngerasa aneh aja ngeliatnya. Ada yang lucu juga kagak.

"Hm? Oh iya. Ayo berangkat!" ajaknya.

Gue dan Haidar menuju mobil hitam dan elegan itu dan untuk yang ketiga kalinya setelah malam itu dan jemputan sepulang sekolah kemarin, gue berkendara lagi dengan mobil ini. Wangi coffee yang sama juga masih menyeruak di dalam mobil ini seakan membawa ketenangan bagi siapapun yang menumpanginya.

Di mobil, gue malah mikir saat pertama kali gue bertemu dengan orang yang sedang nyetir di samping gue ini.

Setelah di pikir pikir, lucu juga pertemuan pertama kita. Dari yang gue marah marah gak jelas, sampai tiba tiba terbangun di sebuah apartemen mewah di pusat kota.

Hah.. Waktu itu gue sempet mikir dia Om om tua yang jahat. Tapi setelah waktu sering mempertemukan kita berdua, sekarang gue sadar kalau dia ternyata baik banget. Kadang sih... Tak bisa di pungkiri dia agak menyebalkan dari pada Kak Angkasa.

Ah, kok gue jadi mikirin dia sih? Buang buang waktu aja! Hapus dia dari pikiran loe.. Otak tolong hapus hapus.. Jadi gak tenang kan gue sekarang. Aduh.. Gimana nih?

"Loe kenapa? Kok kaya gelisah gitu?" tanya dia sembari melirik kan pandanganmya ke arah gue.

"Gak gak papa kok. Gue takut telat aja. "

Dia tak mengeluarkan kata katanya lagi. Dia sekarang fokus dengan jalan raya yang ada di depannya. Tatapan teduh itu, tatapan yang pertama kali gue lihat darinya saat pertama kali kita bertemu kini muncul kembali. Membuat gue gak bisa berhenti untuk tidak berhenti menatap mata yang indah itu.

"Kenapa ngeliatin terus?" tanyabdia yang membuyarkn semuanya.

"Gak kok. Gak ngeliat ke loe. Gue cuma ngeliat ke arah jendela di samping loe aja. Pemandangannya lebih bagus daripada sisi sebelah gue ini."
Ngeles. Lagi lagi gue hanya bisa ngeles.

☁☁☁

"Udah sampe."

"Hah?"

"Udah sampe. Itu sekolah loe di depan sana."

Gue langsung turun dari tempat duduk gue. Sekarang gue harus meninggalkan mobil hitam elegan ini. Hmm.. Rasanya masih mau berkendara terus aja.

Baru saja gue keluar, ada seseorang yang sudah menunggu gue dengan tatapan tajamnya dari depan sana. Dia, cowok itu. Cowok yang sudah jadi penghianat besar dalam hidup gue. Dia yang udah senang hati mengenalkan gue dengan yang namanya patah hati. Dafa.

Ya, cowok itu tengah memperhatikan gue dari kejauhan dengan tatapan menusuknya yang tajam.
Keras kepala banget ya tuh anak. Udah gue bilang gue gak mau ketemu dia lagi, tapi dia malah nekat kembali lagi dalam hidup gue. Apa sih maunya tuh cowok? Rese banget!

Dafa yang tadinya hanya memerhatikan dari kejauhan kemudian mulai berjalan maju menghampiri tempat gue berada.

Haidar yang sadar bahwa gue diem aja dan gak segera berjalan masuk ke sekolahan, langsung keluar dari mobilnya dan berjalan mendekat ke arah gue.

"Ada apa Awan? Kenapa gak masuk? Nanti telat loh." racau Haidar yang sama sekali tak gue hiraukan. Gue masih fokus pada Dafa yang mulai beberapa meter lagi di hadapan gue.

"Oh.. Jadi ini orang yang udah buat hubungan kita jadi kacau?" Tanya Dafa yang udah ada di depan gue.

Gue gak tahu harus ngomong apa. Pengennya sih, gue jitak aja tuh kepala si Dafa yang nyebelin. Heehhh... Dasar anak muda jaman sekarang. Gak puas kalau masalahnya cuma selesai dalam satu hari aja ya kayaknya.

"Siapa loe? Berani beraninya loe deketin Awan !" ucap Dafa dengan penuh amarah.

"Kenalin, gue pacar baru Awan." ucap Haidar dengan tenang.

Mendengar itu sontak gue langsung mendelik sinis ke arah cowok itu. Berani beraninya dia ngaku jadi pacar gue di hadapan mantan gue.

"Hah?!"

Bersambung...

AwanWhere stories live. Discover now